Bab 24 ~ Tawar-Menawar

354 98 1
                                    

Taupin melanjutkan penjelasannya, "Aku sudah menghubungi desa-desa lain di utara, dan mereka setuju denganku. Sekarang sudah musim semi, jadi kita semua akan segera berangkat lalu bertahan di desa paling utara. Semoga kita siap jika orang-orang Hualeg benar-benar datang menyerang."

"Sampai kapan kalian akan di utara?" tanya Rogas.

"Sampai akhir musim gugur. Jika dihitung dari sekarang, kira-kira sampai tujuh bulan lagi."

"Kalau kalian semua pergi, lalu siapa yang nanti bekerja mencari ikan di setiap desa?" tanya William. "Atau berburu?"

"Kami membagi tugas," jawab Taupin. "Sebagian laki-laki tetap tinggal di desa. Ini memang pilihan yang sulit. Hasil kerja kami akan menurun, tapi apa boleh buat. Kami harus melakukan ini, supaya semua tetap aman."

"Berapa banyak prajurit yang akan terkumpul?" tanya Rogas.

"Dari sini ke utara, ditambah beberapa desa di pedalaman, ada sebelas desa. Orulion ini adalah yang paling besar, dan dari desa-desa lain mungkin kita hanya mendapat masing-masing sepuluh prajurit. Jika semuanya dijumlahkan, akan ada sekitar seratus orang. Kurasa itu cukup. Jumlah orang-orang Hualeg yang datang biasanya di bawah itu. Bagaimana menurut kalian?"

Rogas mengangkat bahu. "Kalau menurutmu cukup, ya baguslah. Tapi ini pekerjaan berbahaya, Tuan. Apalagi jika orang-orangmu tidak terlatih. Kebanyakan cuma penangkap ikan, kan? Mereka bakalan jadi makanan empuk."

"Kalian bisa membantu kami. Selain bertempur, kalian bisa melatih mereka."

"Tentu, aku bisa membuat hidupmu menjadi lebih tenang." Rogas melepaskan senyuman lebarnya. Bagusnya, posisi hidungnya sudah membaik. "Tetapi kau pasti mengerti, Tuan, semakin berbahaya suatu pekerjaan, bayarannya harus semakin bagus juga."

"Desa ini tidak kaya seperti desa-desa di selatan, Tuan Dall," tukas Taupin. "Kami tidak menyimpan banyak uang. Tetapi kau tidak perlu khawatir, kami punya cukup makanan. Jadi selama tinggal di sini, kalian tidak perlu takut kelaparan."

"Maksudmu ..." Rogas menegakkan tubuhnya, "kau akan membayar kami dengan ikan?" 

Ia menggeleng-geleng begitu melihat wajah polos si kepala desa. "Kami butuh uang. Sazet! Yang bisa kami bawa dengan mudah kalau hendak pulang ke selatan. Kau pikir kami nanti harus menggotong-gotong karung berisi ikan?"

"Seperti sudah kubilang tadi—"

"Sazet, Tuan Taupin. Uang. Aku percaya kau punya. Jangan bohong. Aku tahu, untuk setiap penangkap ikan dan pemburu yang bekerja di sini, dan juga setiap pedagang yang lewat, kau selalu mengutip pajak. Dan pasti dalam bentuk uang, bukan ikan! Sekarang, sudah waktunya kau mengeluarkan sedikit dari yang kau ambil, bukan? Aku tidak minta banyak, tentu saja, aku hanya minta jumlah yang pantas. Sesuai dengan tingkat kesulitan pekerjaannya, dan juga tingkat kemampuan kami."

"Berapa yang kau minta?"

"Tiga puluh sazet saat ini, ditambah tiga puluh di setiap awal bulan, dan tiga puluh di akhir musim gugur." Rogas melirik ke arah William. "Oh, itu untukku. Untuk adikku, dua puluh di awal, dua puluh setiap bulan, dan dua puluh di akhir. Hmm ... ya, kurasa itu cukup."

Taupin memandangi Rogas, seolah tak percaya. "Aku tidak bohong, Tuan Dall. Aku punya tabungan, tapi jelas tidak sebanyak yang kau minta. Itu gila!"

"Oke, jadi berapa yang kau bisa?"

"Lima belas, lima belas, lima belas."

Rogas termangu. "Jadi ... tiga puluh setiap bulan, untuk kami berdua?"

Taupin menggeleng. "Lima belas untuk kalian berdua."

"Apa?!" Wajah Rogas langsung berubah menjadi lebih gelap. "Aku bisa mendapatkan sejumlah itu dengan menjadi pelayan rumah makan di Ortleg! Kami ini prajurit berpengalaman! Kami—"

"Kami menerimanya," William memotong.

Rogas langsung melotot padanya. "Hei, kau diam saja. Biar aku yang memutuskan."

"Kami menerimanya!" William balas melotot. Ia menoleh dan mengangguk pada Taupin. "Kami menerimanya, Tuan."

"Aku gembira kau bisa mengerti, Tuan Tuck." Si kepala desa mengangguk senang. "Jadi kita sepakat, Tuan Dall?"

Wajah Rogas masih memerah, sempat melirik kesal lagi ke arah William, tapi akhirnya ia setuju. "Baik. Lima belas! Sepuluh untukku, dan lima untuk dia."

"Tidak masalah," sahut William.

"Bagus!" Taupin tersenyum lebar.

"Sekarang, kami bisa menerima lima belas sazet pertama kami?"

"Kau rupanya benar-benar tidak sabar. Jangan khawatir, Tuan Dall, akan kuberikan." Taupin berdiri, memandangi kedua tamunya. "Namun kutegaskan, begitu kalian menerima uangku, kalian menjadi anak buahku. Kalian tidak akan menipuku. Kalian harus menurut, dan bekerja dengan baik. Tak ada omong kosong, bantahan atau lainnya. Jika tidak ... aku akan mengambil lagi setiap keping yang kuberikan." Ia menatap Rogas dan William bergantian. "Mengerti?"

William mengangguk. "Tidak masalah."

"Hei, kami ini profesional," sahut Rogas santai. "Kami tahu harus bagaimana."

Taupin tampak ragu, tapi kemudian mengangguk dan berbalik masuk ke dalam rumahnya. 

Begitu sosoknya menghilang, Rogas menatap William.

"Lain kali, biar aku yang memutuskan. Kau ini ..."

"Tidak," William membalas. "Lain kali aku akan memberikan pendapatku juga. Aku juga tahu harga yang pantas. Dasar bajingan rakus!"

"Aku tadi sedang menawar!" bisik Rogas tertahan. "Mestinya kau tidak menerima begitu saja." Lalu ia mendengus. "Baiklah, aku paham, kau sengaja melakukannya untuk membuatku kesal. Dasar pendendam sialan."

"Kau sudah lihat, desa ini tidak kaya. Kau berharap mendapat uang banyak dari sini?"

"Kau perlu kenal orang ini lebih baik rupanya." Rogas mendekati William, dan berbisik lebih pelan, "Taupin ini lintah darat, mengerti? Suka meminjamkan uang pada mereka yang miskin, lalu memintanya kembali dengan bunga yang tinggi, atau mengenakan pajak tinggi dari hasil kerja mereka. Uangnya banyak. Dia tak akan rugi mengeluarkannya sedikit pada kita."

"Dari mana kau tahu?" tanya William.

"Aku kenal orang-orang macam dia."

"Belum tentu! Dan tetap saja, dia peduli pada keselamatan semua orang di utara. Sementara kau, apa kau peduli?"

"Tentu saja aku peduli!" seru Rogas. "Kalau saja aku tadi bisa mendapatkan tiga puluh keping di awal, akan kuberikan dua puluhnya pada orang-orang miskin di sini. Cuma-cuma."

William memandangnya tak percaya. "Serius?"

"Ya! Sekarang, hanya sepuluh keping, mana bisa?"

"Kau tetap bisa memberikan uangmu sekarang kalau kau mau."

Rogas menggeleng-geleng kesal. "Kau menyebalkan."

"Salahmu sendiri. Kalau memang punya rencana membagi-bagikan uangmu, bilang dari awal. Sekarang ya terima saja. Untuk tujuh bulan ke depan kita harus bekerja untuknya."

"Jangan khawatir." Rogas tersenyum penuh arti. "Itu rencana awal. Tapi kau sudah belajar, bukan? Segalanya bisa berubah dalam waktu singkat jika terjadi sesuatu. Mungkin keberuntungan kita berubah nanti, jadi lebih baik."

"Atau sebaliknya, jadi lebih buruk," tukas William kesal. Seharusnya ia sudah paham kalau Rogas pasti punya rencana-rencana lain di kepalanya.

"Maksudmu mati? Hei, jika ternyata kita nanti mati dan gagal melewati masa tugas tujuh bulan itu, artinya kita tidak perlu mengkhawatirkan apa-apa lagi, bukan?" Rogas tertawa panjang.

Northmen SagaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang