Bab 19 ~ Hidup Pasti Berubah

359 117 4
                                    

William menahan napas begitu mendengar kata terakhir Tuan Horsling. Ia menatap laki-laki itu tanpa berkedip. Jantungnya berdebar kencang.

"Kau ... berbeda," kata Tuan Horsling. "Ada sesuatu di dalam dirimu, yang sudah lama tak kurasakan, dan membuatku berani meminjamkan belatiku padamu. Tapi, aku tak perlu memberimu lebih banyak omong kosong, bukan?" Laki-laki itu tertawa. "Ya sudah, pergilah. Hati-hati."

William termenung. Di satu sisi ia ingin bertanya lebih jauh, tapi di sisi lain ia takut bakalan terpengaruh lagi oleh ucapan Tuan Horsling. 

Akhirnya ia menjawab dengan sopan, "Terima kasih." 

Tiba-tiba ia merasa tidak enak hati karena tadi telah berkata-kata dengan keras padanya.

"Ada sesuatu yang masih kau khawatirkan, Nak?"

"Tidak. Aku hanya ... harus pergi. Temanku sudah menunggu."

"Temanmu?"

"Muriel."

"Muriel?"

"Ya, dia ada di depan."

"Seorang gadis? Temanmu itu seorang gadis? Dan dia ada di depan kedaiku?" Raut wajah Tuan Horsling tampak berubah kesal. "Kenapa tidak kau bawa masuk? Bocah tolol, apa yang kau pikirkan, hah? Membiarkan dia di luar sendirian seperti itu?"

"Aku hanya takut seseorang mengenalinya di sini bersamaku."

Tuan Horsling menatap William tajam. "Baik, aku mengerti maksudmu. Kau tidak ingin terjadi sesuatu padanya."

"Ya."

"Apa yang akan kalian lakukan sekarang?"

"Aku ... mungkin kami berpisah di sini. Aku sebaiknya lari ke utara, sementara dia pulang, dan semoga tidak terjadi apa-apa padanya."

Tuan Horsling menghela napas panjang. "Kau yakin?"

"Aku tidak tahu. Aku hanya ingin dia selamat."

"Apa yang membuatmu takut?"

"Mornitz. Si jubah hitam itu. Aku takut suatu hari nanti dia akan datang ke bengkel. Jika aku tidak ada, aku tidak bisa melindungi Muriel dan ayahnya."

"Kau seharusnya lebih khawatir pada dirimu sendiri."

William termangu.

"Kau bekerja di bengkel?" tanya si pemilik bar lagi.

"Bersama Bortez."

"Aku kenal Bortez. Orang baik. Baiklah, begini saja. Kau benar. Pergilah ke utara, sampai keadaan aman. Aku akan mengantarkan Muriel sekarang, dan teman-temanku nanti akan menjaga dia dan ayahnya. Jika ada orang asing datang ke desamu aku pasti akan mendengarnya, dan melakukan sesuatu. Kau tidak perlu khawatir. Aku jamin, jika Mornitz tahu aku melindungi Bortez dan putrinya, ia tak akan berani macam-macam. Tapi kau, karena kau telah membunuh seseorang, aku tak bisa banyak membantu. Maaf, karena aku telah membuatmu mengalami hal ini. Jika kau ingin menyalahkanku, aku mengerti."

William menggeleng. "Semua yang terjadi adalah keputusanku. Aku tak akan menyalahkanmu lagi. Dan kau telah sangat membantuku, jika bersedia menjaga Muriel dan ayahnya. Aku berterima kasih, Tuan."

"Karena aku yang membuatmu begini, itu menjadi hutangku," tukas si pemilik kedai. "Kurasa ... setelah perbincangan tadi kau sudah bisa kuanggap sebagai teman. Kulakukan ini sebagai seorang teman."

William membawa Tuan Horsling menemui Muriel. William menjelaskan secara singkat rencananya pada gadis itu, lalu keduanya berpisah.

Semuanya berlangsung begitu cepat, seolah-olah ini hanya kejadian sehari-hari yang biasa, bahwa mereka mungkin hanya akan berpisah sebentar saja. 

Muriel hanya sempat bilang, "Hati-hati." 

Sedangkan William hanya sempat membalas dengan, "Aku akan menemuimu nanti." 

Kemudian ia pergi meninggalkan gadis itu.

Baru setelah William berjalan cukup jauh menyusuri jalan setapak yang gelap menuju sungai, ia merasakan ada sesuatu yang mengganjal, yang akhirnya membuatnya sedih. 

Setelah ini ia harus pergi sejauh mungkin ke utara. Ia tidak tahu kapan bisa kembali ke desanya dan bertemu lagi dengan Muriel. Mungkin seharusnya ia mengatakan sesuatu yang lebih berarti pada gadis itu.

Satu demi satu semuanya kini terbayang di benaknya. Ia ingin bilang pada Muriel bahwa sebaiknya dia juga berhati-hati. Ia juga ingin bilang supaya gadis itu selalu menuruti kata-kata ayahnya, tapi jika punya keinginan, jangan ragu untuk mengatakannya. William juga ingin bilang agar Muriel tidak lagi menangis, dan bahwa semuanya akan baik-baik saja. 

Sayangnya, ini baru terpikirkan sekarang. Betapapun William ingin sekali mengatakan semua itu, ia tidak mungkin kembali.

Suara aliran sungai yang melantun deras sampai ke telinga William mengembalikannya dari lamunan. Ia menyibak rerumputan dengan hati-hati. Satu buah perahu yang seharusnya ia tumpangi bersama Rogas masih tertambat di tepi sungai, tetapi laki-laki itu tidak ada di sana. 

William memandang berkeliling. Keempat mayat bandit yang seharusnya tergeletak juga hilang. Jantungnya berdegup kencang. Apa yang terjadi selama ia pergi?

"Rogas," bisiknya memanggil. "Rogas!"

"Sssttt," desisan laki-laki itu terdengar. Wajahnya yang menyebalkan muncul dari balik belukar. "Tidak usah keras-keras."

"Tidak ada orang lain di sini," tukas William.

"Tetap saja harus hati-hati!" omel Rogas. 

William melihat laki-laki itu membawa pedang-pedang yang tadi dimiliki para bandit. Ia yakin, tidak hanya pedang, Rogas pasti juga mencuri barang-barang lainnya dari mereka.

"Bisa saja ada orang yang jalan malam-malam kemari lalu muncul tiba-tiba," lanjut Rogas. "Untung mayat-mayatnya sudah kusembunyikan."

"Di mana?"

Rogas menoleh ke deretan batu di balik semak belukar. Tempatnya cukup jauh dari jalan setapak. Hebat juga Rogas bisa menyeret seluruh mayat sampai ke sana, padahal bukankah tadi kakinya terluka? William melihat, ternyata paha kanan laki-laki itu sudah dibebat untuk menutupi lukanya.

"Cepat atau lambat orang-orang pasti menemukan mayat-mayat itu," kata William gelisah. "Menurutmu, mereka akan tahu kalau kita yang melakukan ini?"

"Tidak, kecuali jika kau menyombong soal itu ke mana-mana." Rogas melirik curiga. "Setelah membunuh bandit lebih dari satu, biasanya orang menjadi sombong dan mengoceh macam-macam. Apa kau bilang pada seseorang?"

"Tidak," jawab William. Untuk saat ini ia tak ingin Rogas tahu bahwa ia sudah bicara banyak pada Tuan Horsling.

"Bagus. Berarti hanya Mornitz dan kawanannya yang tahu. Dan gadis itu," kata Rogas sambil melemparkan barang-barang ke atas perahu. "Jadi sekarang kau berdoa sajalah semoga dia tidak bicara macam-macam ke orang lain."

"Muriel tidak akan melakukan itu!"

Rogas menyeringai. Ia mendorong perahunya ke sungai. 

"Kalau menurutku, kau tidak perlu takut. Suatu hari nanti orang-orang mungkin akan tahu juga, dan mencurigaimu. Kau menghilang tiba-tiba dari desamu, kan? Sebagian besar orang tidak akan peduli, tapi mungkin akan ada yang curiga, lalu mengaitkannya dengan mayat-mayat yang ditemukan di sini. Namun begitu mereka tahu, kau sudah pergi jauh, jadi buat apa kau takut?"

"Aku bukan takut! Cuma kesal! Aku punya kehidupan yang menyenangkan di desa, dan sekarang semuanya berubah!"

"Terus kenapa? Mau menyalahkan orang lain atau dirimu sendiri?" 

Rogas melompat ke atas perahu lalu mengulurkan tangannya untuk menarik William. Begitu William naik Rogas langsung memberinya dayung. 

"Hidup pasti berubah, pada suatu saat, tak peduli kita suka atau tidak. Hadapi saja, dan bersyukur, karena masih diberi hidup. Cuma itu yang penting."

Northmen SagaΌπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα