Bab 55 ~ Tiga Orang Asing

262 85 1
                                    

Rohgar.

Perjumpaan dengan musuh lamanya itu membuat Vilnar teringat pada pertempuran terakhir yang dulu dialaminya di utara, antara suku Vallanir dan sekutunya melawan suku Logenir dan sekutu mereka. Pertempuran yang sebenarnya belum selesai, tetapi diakhiri oleh kedua belah pihak untuk menghentikan pertumpahan darah yang semakin berlarut-larut.

Segala dendam masih ada. Hanya tinggal menunggu datangnya pemicu untuk tersulut kembali. Kini, dipenuhi oleh dendam yang tiba-tiba datang meluap-luap, Vilnar tak butuh waktu lama untuk menimbang-nimbang.

Ia melompat keluar dari balik persembunyiannya dan berteriak, "Rohgar dari Logenir! Ini aku Vilnar dari Vallanir! Aku yang akan membunuhmu!"

Setelah bertahun-tahun tak pernah lagi terlibat dalam pertempuran ternyata ia masih tetap Vilnar yang dulu, yang namanya terkenal ke seluruh penjuru Hualeg karena keganasannya bertempur dan menakut-nakuti musuh, bahkan dulu di usianya yang masih sangat muda. Dan setelah tiga tahun berlalu, tak sedikit pun reputasinya itu memudar.

Seluruh prajurit suku Logenir terperanjat begitu melihat kemunculannya yang bagaikan hantu. Tampaknya mereka benar-benar tak menduga ia berada di tempat ini.

Sebelum mereka sempat bereaksi dan berpikir macam-macam, Vilnar sudah datang dengan kapak terangkat tinggi. Sapuan pertamanya langsung menewaskan satu orang, setelah itu membelah tubuh satu orang berikutnya.

Kapaknya berputar-putar kencang bagaikan angin puting beliung pembawa maut. Jerit kesakitan dan kematian sahut-menyahut. Tubuh para prajurit dari Logenir itu terlontar ke sana-sini dalam bentuk yang tidak utuh lagi.

Rohgar yang terus berteriak-teriak adalah yang paling terakhir bertahan dari serangan kilat Vilnar. Melihat anak buahnya terbantai satu demi satu pemimpin suku Logenir itu berlari menjauh menuju ke arah pepohonan.

Vilnar tak mau melepas kesempatan. Ia segera mengejar musuhnya itu, tak mempedulikan ketiga orang asing yang tampak kebingungan di dekatnya.

Rohgar berhenti berlari dan bertahan di antara pepohonan. Dia pintar, karena dengan pedangnya ia bisa bertarung dengan lebih leluasa di tempat rapat seperti itu dibanding Vilnar yang menggunakan kapak besar.

Vilnar tak mampu menyerang dan hanya bisa bertahan saat Rohgar menusukkan pedangnya beberapa kali. Si pemimpin Logenir juga memiliki tenaga yang hampir sama besar dengan Vilnar dan mampu mengimbangi kecepatannya.

Namun hal itu tak berlangsung lama. Pada suatu kesempatan, Rohgar tak sabar dan tak lagi berusaha menyerang dengan tusukan. Ia mengayunkan pedangnya berusaha memenggal kepala Vilnar.

Vilnar menunduk dan membuat pedang itu hanya mampu membelah angin. Detik berikutnya kapak Vilnar terayun ke atas, membuat tangan Rohgar terpotong dan pedangnya melayang ke langit. Selanjutnya kapak itu memotong dua tubuh Rohgar tanpa ampun.

Selesai sudah.

Tertegun sesaat, Vilnar tak menyangka pertempuran melawan musuh bebuyutannya berakhir secepat ini. Ia berbalik. Napasnya naik turun memandangi mayat-mayat prajurit di sekelilingnya.

Namun ketika kembali melihat Rohgar ia akhirnya tersenyum puas, tak hanya karena ia berhasil membunuh musuh lamanya itu, tetapi juga karena orang-orang desa di selatan kini bisa lepas dari ancaman orang-orang Logenir yang kejam.

Sambil mengelap kapaknya yang berlumuran darah ia memperhatikan dua orang berpedang dan seorang bertombak yang berdiri tak jauh darinya. Ketiganya menatap Vilnar dengan sorot mata waspada.

Yang berdiri paling kanan adalah yang tampak paling berbahaya. Ia tampak hanya sedikit lebih tua dibanding Vilnar. Rambutnya hitam panjang sampai setengah punggung, dan wajahnya dingin hampir tanpa ekspresi. Tombaknya masih teracung, seperti mengancam Vilnar supaya ia tak berbuat macam-macam. Sedangkan yang paling kiri, yang berambut ikal warna kelabu, kelihatannya lebih bersahabat. Pedangnya memang masih terangkat, tetapi hanya seperti berjaga-jaga.

Dari ketiganya, orang yang berdiri di tengahlah yang lalu paling menarik perhatian Vilnar. Dia masih muda, tapi kelihatan lebih tenang dan matang ketimbang dua rekannya. Rambutnya berwarna cokelat muda, sorot matanya teduh, dan senyumannya tulus. Dialah yang pertama kali menyarungkan pedang lalu mengangkat tangannya ke arah Vilnar seolah memberi salam.

Orang asing berambut cokelat itu mengatakan sesuatu. Ucapannya tidak terdengar jelas, tetapi mampu membuat Vilnar merasa tenang. Orang itu kelihatan baik, sepertinya. Entah bagaimana Vilnar langsung percaya padanya.

Ia pun ikut tersenyum, bahkan tanpa ragu menjatuhkan kapaknya untuk menunjukkan bahwa ia tak memiliki niat buruk untuk mencelakai mereka.

Bersamaan dengan itu Vilnar juga langsung teringat pada sesuatu, dan segera berkata, "Tuan-tuan, bisakah kalian menunggu sebentar di sini? Aku akan membawa seseorang dari perahuku. Ia membutuhkan bantuan kalian."

Orang yang berambut hitam panjang dan dan yang berambut cokelat pendek di tengah saling menatap, bertanya-tanya. Keduanya tidak paham.

Tapi si rambut kelabu yang berdiri paling kiri tampaknya cukup mengerti bahasa Hualeg. Ia mengangkat tangannya dan membalas, "Sebentar—"

Vilnar tak memperhatikannya dan sudah telanjur lari menuju sungai.

Ia melompati parit dan bebatuan dengan kegembiraan meluap-luap. Ketika sampai di perahu yang tertambat di tepi sungai ia menemukan Ailene sedang meringkuk ketakutan di balik tumpukan mantel.

Ia langsung berseru, "Ailene! Aku menemukan orang-orang yang mungkin bisa mengenalimu!"

Mungkin, sepertinya, yang dimengerti oleh gadis asing itu hanyalah bahwa Vilnar telah selamat. Tanpa diduga dia memeluk Vilnar, yang kini hanya bisa terdiam.

Vilnar berusaha menahan perasaannya yang campur aduk. "Ehm, aku baik-baik saja. Sekarang, kau ... kau naik sajalah ke punggungku."

Ia menggendong Ailene, lalu berjalan menerobos pepohonan dan melompati parit secepat mungkin. Ia membiarkan Ailene membenamkan wajah di punggungnya kala melewati tanah lapang bekas pertempuran.

Sudah pasti gadis itu tidak suka melihat darah dan mayat orang-orang yang banyak bergelimpangan.

Ketiga orang asing yang tadi ikut bertempur masih menunggunya.

Vilnar mendekati mereka, kemudian menurunkan Ailene. "Tuan-tuan, aku menemukan gadis ini di desa di utara yang juga diserang orang-orang itu."

Ia menunggu apakah ketiga orang tersebut memahami perkataannya.

Ternyata si pemuda berambut ikal kelabu mengangguk. "Kami mengerti."

Vilnar tersenyum, senang karena ada yang bisa memahaminya.

"Nama gadis ini Ailene. Kalian mungkin bisa membantu dia menemukan keluarganya."

Si rambut kelabu melirik sebentar ke arah kedua rekannya, lalu mengangguk. "Kami akan berusaha membantu. Tapi sebelumnya, kelihatannya kaki gadis ini terluka cukup dalam. Kalau kau tak keberatan, aku tahu cara mengobati yang lebih baik."

Vilnar sempat ragu beberapa saat, tetapi kemudian setuju. Kelihatannya pemuda asing yang bisa berbahasa Hualeg ini jujur dan bisa dipercaya. Begitu pula kedua rekannya.

Ya, Vilnar yakin sudah pasti mereka tidak seperti para bajingan dari Logenir, dan juga karena seperti halnya Ailene mereka ini berasal dari selatan, maka mestinya mereka orang baik. Ia membiarkan pemuda itu membawa Ailene ke sebuah rumah di tengah desa.

Vilnar memperhatikan kala bebat di kaki Ailene dibuka supaya luka-lukanya dapat dibersihkan dan diobati, sebelum nanti ditutup kembali dengan perban.

Setelahyakin bahwa Ailene baik-baik saja Vilnar mengikuti kedua pemuda asing lainnyake tengah desa. Ketiganya bergabung dengan para penduduk yang kini sudah munculdari balik hutan, untuk mengumpulkan mayat-mayat prajurit Hualeg dan menguburkannya. 

Northmen SagaWhere stories live. Discover now