27. Hydra, si labil yang egois. 🥀

21 7 11
                                    

Hydra, si labil yang egois.


🐷 Ini tentangku, yang makan minimal 4 centong nasi penuh. Suka menyimpan lauk di piring agar ada alasan buat nambah nasi alias ronde 2, lelah dibilang kecil melulu. Tidak tumbuh ke atas maupun ke samping. Selalu dianggap dewasa. Padahal, tidak. Aku tidak se-dewasa itu. Aku cuma mencoba mengerti dan berada di posisi mereka. Lalu tanpa sadar mengatakan kata-kata tersebut —seperti kata-kata motivasi atau solusi. Aku senang ketika ada orang lain berkeluh kesah pada itu, seperti asupan energi untukku. Tetapi, bukan berarti aku bisa selalu diandalkan.

Kebanyakan orang mengatakan aku punya jiwa empati dan juga simpati yang tinggi. Awalnya aku berpikir, "Apa benar begitu?" Karena aku merasa diriku tidak seperti itu. Aku pun heran kenapa aku begitu perduli terhadap seseorang terutama orang-orang yang sudah aku anggap berharga. Aku juga bertanya-tanya alasanku selalu ingin perduli kepada mereka. Setelah dipikirkan baru aku mengerti diriku sendiri. Aku berterima kasih kepada seorang teman yang sudah pernah menyadarkanku tentang hal itu.

Seorang teman yang lain pernah menanyakan ini, "Dra, kok kamu selalu terlihat bahagia? Kamu tidak punya masalah? Yang aku lihat, kamu selalu tertawa dan tersenyum." Aku terdiam lalu tersenyum mendengarnya. Lucu sekali pertanyaannya. Mana mungkin makhluk hidup di dunia ini terutama manusia tidak punya masalah. Mustahil sekali rasanya. Lalu aku menjawab, "Ya, pernah." Namun tawa mereka, orang-orang berharga di sampingku, sudah cukup menjadi alasan aku selalu bahagia. Mau se-parah apapun badai di hidupku bahkan sampai sendi-sendiku tak berfungsi lagi, tawa mereka akan selalu menjadi alasan bahagia, kataku dalam hati. Aku tuh anaknya selalu overthinking. Itu kenyataannya, hanya saja aku tidak mau terlihat seperti itu. Jadinya kebanyakan orang mengatakan aku selalu berpikir positif, wkwkwkwk.
Aku terlahir sebagai anak tunggal, tidak secara harfiah. Aku punya saudara hanya saja rasanya mereka terlalu jauh. Itu kebohongannya. Aku selalu berpikir begitu dulunya. Namun faktanya, sebenarnya aku yang menjauh. Aku sejak kecil sudah punya dunia sendiri. Aku terjebak di sana sehingga membuatku jauh dari orang-orang yang kusayangi. Setelah menyadari hal itu, aku sudah terlambat. Aku perlahan-lahan melangkah agar tidak tertinggal jauh. Seperti terlahir kembali. Tetapi itu sulit sekali. Karena di lain sisi aku benar-benar sudah nyaman di dunia yang ku ciptakan.

Tetapi mereka keluargaku, seharusnya mereka yang lebih ku dahulukan. Seharusnya mereka menjadi alasanku selalu nyaman. Dan seharusnya mereka menjadi alasan terbesarku untuk bahagia. Kenapa rasanya sulit sekali? Mengapa se-sulit itu aku memaafkan mereka? Aku ingin berteriak kepada mereka, "Kakak, tetap tinggal. Jangan pergi secepat itu. Adikmu kesepian. Ayo, bermain bersama."
Sampai sekarang itu hanya menjadi keinginan. Aku mengerti keadaan kami tidak mengijinkan kami untuk itu.





🐷 Dalam dunia nyata, aku adalah anak gembala. Selalu riang serta gembira. Bukan kok. Aku anak petani yang bermimpi bisa merubah cara pandang masyarakat Indonesia. Terutama soal perempuan. Ingin menyelamatkan putri-putri Indonesia dari kejamnya lelaki yang tidak tahu cara menghargainya.
Kenapa bukan putra-putra Indonesia juga? Karena pemuda zaman sekarang itu keras, tidak mau mengerti jika diberitahu. Bukan hanya sekarang tetapi dari dulu sudah seperti itu. Mereka selalu menganggap bahwa wanita itu hanya pemuas nafsu. Mungkin dulu lebih banyak kekerasan, tetapi zaman sekarang para lelaki sudah merubah trik. Lewat pacaran. Diiming-imingi cinta lalu berbuat. Dan ketika mereka harus menanggung apa yang mereka perbuat, mereka jadi terpecah. Angka perceraian pun meningkat karena penyesalan di masa muda. Angka kekerasan terhadap perempuan dan anak pun ikut meningkat karena emosi yang masih belum matang. Dan angka aborsi juga meningkat karena tidak ada yang mau bertanggungjawab. Miris? Lebih miris lagi dengan anak-anak perempuan yang diculik untuk dijadikan pemuas nafsu para pedofilia. Bukan hanya anak perempuan tetapi anak laki-laki juga. Demi uang, mereka rela melakukan segala cara. Demi kekuasaan mereka abai pada masa depan anak-anak bangsa. Padahal mereka juga anak bangsa. Lalu kemana letak rasa kemanusiaan itu?
Pemerintah? Jangan berharap banyak untuk sekarang, meski kasus ini diupayakan pula. Tetapi belum optimal. Selain itu mereka juga berkuasa. Mungkin lebih berkuasa dari pemerintah. Sedih rasanya. Ingin marah pada diri sendiri karena tidak mampu berbuat apa-apa selain kecewa, marah, dan sedih. Maka, aku ingin menyelamatkan 1 anak atau 1 perempuan atau 1 anak bangsa. Bukan sok menjadi hero, hanya saja aku merasa ini tugasku sebagai anak bangsa. Bangsa yang terkenal ramah. Bangsa yang ditakuti karena angkatan militernya.
Tugas ini bukan hanya milikku. Tugas ini milik semua anak bangsa Indonesia.

The Story of Nine Stars [ Tamat ]Where stories live. Discover now