Chapter 34. CIEE buat kita semua

560 96 62
                                    

Hae :)








.....

Langit melukis jingga dengan warna yang paling indah, beberapa burung merpati yang entah milik siapa tengah mengepakan sayap dengan bebas, juga sensasi dingin yang menyegarkan saat angin berhembus dan menghapus keringat menjadi momen yang menenangkan lagi menyenangkan.

Sama seperti tahun sebelumnya, pentas seni dengan megah dan meriah diadakan selama dua hari. Di hari pertama ini, semuanya berjalan dengan cukup mulus. Hanya ada beberapa masalah kecil yang bisa diselesaikan dengan cepat tanpa merusak keseluruhan acara.

Mempertimbangkan fakta kalau hari esok adalah puncak acara, sebagian pengurus osis yang khawatir bangun kesiangan memilih untuk menetap dan menginap di sekolah. Tapi bagi Seungmin pribadi, dia ada di sini murni karena ingin mengecap sendiri rasanya bermalam di sekolah.

Saat malam tiba, dia membungkus tubuhnya dengan sarung motif kotak-kotak entah milik siapa dan bergabung di teras sekretariat bersama yang lainnya.

Memangku gitar dan memetik senarnya dengan ahli, Chan bernyanyi dengan suara lembutnya, "Mungkin butuh kursus merangkai kata untuk bicara. Dan aku benci harus jujur padamu, tentang semua ini."

Duduk berhadapan dengannya, Seungmin memperhatikan bagaimana Chan bermain gitar, dan mengiringi permainannya dengan suara kecil, "Jam dinding pun tertawa karna ku hanya diam dan membisu."

"Ingin kumaki! Diriku sendiri!! Yang tak berkutik di depanmu!!!!" Changbin dan Beomgyu tampak bersemangat.

Daewhi memegang botol akua sebagai mikrofon, berseru, "Epribadi sing!"

"Ada yang lain disenyummu yang membuat lidahku gugup tak bergerak. Ada pelangi dibola matamu seakan memaksa dan terus memaksa, ada pelangii!!!!"

Alih-alih nada tinggi, mereka berteriak sampai urat tercetak dileher masing-masing. Chan tertawa tanpa suara tapi petikan gitarnya masih terjaga dengan baik. Sehabis berteriak, mereka semua yang ada di sana seketika berdeham, siap untuk menyanyikan untuk yang terakhir dengan penuh perasaan.

Chenle dan Wonjin sampai melambaikan tangan ke kanan dan kiri seperti penonton bayaran, ingin memberi efek ala ala.

"Ada yang lain disenyummu yang membuat lidahku gugup tak bergerak. Ada pelangi dibola matamu dan memaksa diri tuk bilang aku sayang padamu~ aku sayang padamu~"

Lagu berakhir bersamaan dengan pak satpam yang menyuruh mereka untuk masuk ke dalam sekretariat dan bersiap tidur karena sudah pukul sepuluh malam. Mau tidak mau, mereka menurut.

Tapi yang namanya anak muda, beberapa di antara mereka memanfaatkan lampu yang sudah dimatikan sebagai latar untuk menonton film di laptop dengan volume seminimal mungkin supaya tidak ketahuan.

Sementara mereka asyik menonton insidius, Seungmin sudah bertransformasi menjadi ulat kotak-kotak. Dia menghadap ke tembok, memunggungi Hyunjin yang masih terlihat berkedip dan Chan yang berkelana ke dream land sambil mendengkur. Maklum, paketos kita teramat lelah.

Tapi karena merasa pengap, Seungmin mengubah arah untuk berbalik dan berbaring menyamping ke arah Hyunjin. Dengan cahaya yang minim, dia masih bisa menangkap bagaimana Hyunjin yang berkedip dengan lambat.

"Mikirin apa?"

Hyunjin tersentak. Menyamping ke arah Seungmin, dia tersenyum kecil, "Enggak mikirin apa-apa, cuman ngelamun. Ko belum tidur Wid?"

Secara alami, Seungmin balas menatap Hyunjin. Namun mata Hyunjin terhalang beberapa helai anak rambut. Tangannya terulur untuk merapihkan anak rambut itu dan berkomentar terlepas dari kesadarannya, "Udah panjang."

LIBENA ✔Where stories live. Discover now