chapter 52

264 39 186
                                    

TW = VIOLENCE
tbh i dont like this chapter, but here you go

52:
homecoming

Sejauh mata memandang, hanya warna biru langit dan biru lautan yang terlihat. Lautnya tenang, angin berhembus memberikan keberuntungan pada layar, dan hanya terdengar kecipak pelan dayung dari kapal. Aku menyukai laut dan cakrawala yang membentang luas di hadapan seperti tidak ada ujung. Rasanya seperti makhluk kecil yang bebas, ini membuatku merasa tenang namun di saat bersamaan sangat menakutkan.

Berdiri di geladak depan sambil memerhatikan gelombang air yang tenang, aku tidak berkutik sambil memikirkan kemungkinan kraken berada di bawah sana bersiap menelan kapal besar ini. Atau kemungkinan kemunculan siren dengan nyanyian lagu mereka hingga seisi kapal menjadi tidak sadarkan diri. Terlalu banyak mitos tentang lautan dan aku tidak merasa bahagia berlayar kembali ke barat.

Aku harus segera menjauhi geladak dan bersembunyi di kamar agar tidak mendengar hasutan-hasutan yang samar-samar mulai terdengar. Kegugupan ini kian menjadi, tanganku terkepal menahan rasa gemetar hebat yang mulai mengeluarkan keringat dingin. Lima tahun lamanya telah berhasil meninggalkan barat, meninggalkan trauma serta masa lalu yang pahit, namun kini aku kembali. Walau seberapa jauh aku melarikan diri, pada akhirnya aku tetap ditakdirkan untuk kembali.

Lydia masih saja menjadi pendiam. Perempuan malang. Itu adalah kali pertama ia melihat kematian seseorang—yang ironisnya adalah seseorang yang dicintai—di depan matanya sendiri. Dia sama sekali tidak ingin ditemani, bahkan dengan ibunya sendiri. Apa yang telah diperbuat oleh Hosteen berhasil mengubah separuh kepribadiannya. "Aku seorang Putri, keturunan raja-raja kuno selatan. Kau yang bilang sendiri," katanya hari itu. "Jika mereka menginginkanku menjadi seorang Ratu, maka akan kulakukan."

Menjadi seorang bangsawan artinya tidak ada kebebasan. Baik aku mau pun Lydia sama-sama mengetahui itu dengan baik.

Kabar mengenai Klan Drummond bersekutu dengan Sang Gembala telah sampai di telinga Lord Jocelin Efron. Pria itu murka dan langsung saja mengepung kastel Worthingham dengan beribu pasukannya, namun dia tidak mengetahui bahwa separuh dari Drummond telah berada di pelabuhan bersiap untuk berlayar meninggalkan selatan. Tinggallah Freya, kakek, dan Kylen yang berada di Worthingham. "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan," Lord Rylon selalu mengatakan ini. "Semua berjalan sesuai rencana."

Ya. Berjalan sesuai rencana. Di masa mendatang, sudah dipastikan Klan Drummond berhasil merebut kekuasaan selatan. Jika itu benar terjadi, Kylen Drummond akan mewarisi The Firmfort sementara Hosteen mewarisi Worthingham, serta mendapatkan kejayaan lain karena Lydia diangkat menjadi Ratu. Peran kakek, Dirron Winston Lord of Bruckstone, adalah untuk memperkuat Klan Drummond dengan dua puluh ribu pasukan prajurit yang sudah siap berlayar ke selatan.

Kehidupan bangsawan, mereka licik dan pandai, pikirku. Lord Rylon dengan kepandaiannya sementara Lady Hilda dengan kelicikannya. Perpaduan pasangan yang sempurna.

Ketika hendak menuruni geladak, sang kapten bernama Ballio Flay mendekat. "Bukankah laut yang tenang sangat menakutkan, m'lady?" tanyanya.

"Benar, Kapten," balasku. Tidak hanya laut yang tenang, namun juga para awak kapal yang tidak berisik seperti biasanya. Sebagian dari mereka berada di dek bawah, sebagian lagi menjaga layar tetap berkibar. Di dek bawah para dayang-dayang milik Lady Hilda yang turut serta berada di sana, kebanyakan dari mereka muntah tiap kali ada guncangan pelan. "Jauh lebih menakutkan ketimbang badai ganas kemarin."

Kapten Ballio membenarkan. "Kau sedari tadi menatap ke arah timur," dia mengganti topik. "Apa ada sesuatu di sana?"

Aku sepenuhnya menoleh pada sang kapten dan tersenyum tipis. "Ada Negeri Merdeka," ujarku.

FleeWhere stories live. Discover now