chapter 51

244 42 197
                                    

TW = SEX, EXECUTION/DEATH

51:
the stepping-stone

Semalam aku mendapati mimpi buruk; mimpi digantung di hadapan warga dan yang melakukannya adalah Edith. Rasanya ada yang tidak benar dengan perempuan berambut cokelat itu—bukan, lebih tepatnya dia mencurigakan. Yang lebih parah lagi, dia membuatku merasa takut. Aku merasa bahwa memilih Edith bukanlah pilihan yang bijak, namun di saat yang bersamaan aku membutuhkannya.

Hari ini menjadi hari kelima perempuan itu bekerja sebagai pelayanku. Ruth menjelaskan setiap hal penting kepada Edith seperti kebiasaan hingga makanan kesukaanku. Bukan hal yang penting, namun Ruth mengatakan itu penting. Ruth sempat ketahuan merajuk cemberut seperti anak kecil setelah mengenal dengan Edith.

"Lady Evangeline suka mandi di pagi hari. Ketika harinya cerah, buka jendelanya karena ia suka sekali memandang langit dan memerhatikan burung beterbangan," ujar Ruth kepada Edith yang bertugas melakukan keramas sementara Ruth menggosok lenganku perlahan-lahan.

Edith seperti biasa tidak banyak berbicara, dia enggan sekali menanggapi namun tetap mencerna baik-baik seluruh perkataan orang di sekelilingnya.

"Lady Evangeline tidak suka mandi dengan air dingin dan tidak suka berlama-lama." Nat akan sangat iri kepadaku jika dia mengetahui bahwa kini aku yang sering mandi dan dimandikan oleh para pelayan. Itu impian Nat, aku masih mengingatnya. "Dan jangan meninggalkan Lady Evangeline berendam sendirian, saudarinya Lady Freya pernah mengatakan bahwa—"

"Tidak perlu dilanjutkan," potongku, Ruth mengatupkan bibir. "Aku pikir Edith sudah mengetahui semua itu dengan baik."

Sesi mandi dan berendam telah selesai. Kini aku berjalan menyusuri lorong bersama Edith yang setia mengikuti di belakang. Dinding-dinding menara barat yang cerah sering kulewati belakangan ini, Hosteen selalu meminta untuk makan siang bersama di taman. Namun sepertinya kali ini ada hal lain selain makan siang, dan keberadaan Lady Hilda yang sangat jarang menginjakkan kaki pada menara ini membuatku mengernyit heran. Pasti ada sesuatu yang lain.

"Sayangku." Lady Hilda memelukku sekilas. "Rupanya kita dikumpulkan untuk pertemuan ini."

"Apa ada hal penting yang harus dibicarakan?" tanyaku.

"Sepertinya begitu," balasnya, terdengar seperti sedang berpura-pura tidak tahu. Lady Hilda menggandeng lenganku kemudian mengibaskan salah satu tangan kepada pelayannya dan juga Edith, mengisyaratkan agar keduanya tidak perlu mengikuti lagi. "Mari kita cari tahu, sepertinya penting sekali," ucapnya lagi.

Lady Hilda memanduku menuju sebuah ruangan yang diketahui merupakan ruang belajar Hosteen. Aku tidak pernah melangkahkan kaki ke dalam sana serta tidak menyangka ruangannya tidak sebesar yang ada di bayangan. Ini lebih sederhana dibandingkan dengan ruang belajar milik Lydia yang luas dan langit-langitnya yang begitu tinggi. Tapi tetap saja, ruangan ini sangat mewah. Karpet-karpet dengan bahan terbaik melapisi lantai, rak-rak buku menjulang tinggi menyentuh langit-langit, sepasang patung kuda terbang berada di sisi kiri dan kanan perapian. Pada salah satu sudut terpajang beberapa kepala binatang buas. Hosteen pernah bilang dia suka sekali berburu, mungkin itu semua adalah hasil buruannya.

Dalam balutan doublet* hitam dan emas, Hosteen duduk pada kursi utama. Fokusnya jatuh kepada kertas-kertas di hadapan sampai-sampai tidak menyadari kehadiran kami. Hosteen sedang mendiskusikan entah apa itu bersama Lord Rylon dan seorang lagi yang berdiri di sisi kiri Hosteen. Aku tidak tahu siapa dia, namun sepertinya dia seorang lord atau seorang kepercayaan.

"Kita hentikan ini untuk sekarang," ujar Lord Rylon, dia baru menyadari kehadiran kami. Hosteen langsung saja mendongak dari kertas-kertasnya, dia segera merapikan apa saja yang berada di atas meja yang kemudian diserahkan kepada pria di sebelahnya.

FleeDonde viven las historias. Descúbrelo ahora