7. Prestige? •

Mulai dari awal
                                    

Genda POV end.

Agak aneh memang, sejumlah masyarakat sering menyebut rumah yang Genda tempati adalah "Rumah Tua." Padahal, tidak ada kesan tuanya sedikit pun. Hanya saja, lokasinya yang sangat jauh dari pemukiman. Rumah itu dilapisi oleh dinding kaca yang cantik. Berlantai dua kemudian ada beberapa tanaman hias yang sengaja digantung. Fakta lain pun menyebutkan kalau rumah itu banyak yang tidak ingin mengakuinya.

Genda jadi teringat kejadian dua tahun yang lalu di mana ia menemukan rumah itu setelah diusir oleh ayahnya. Andaikata tidak dalam keadaan kacau, mungkin saja kala itu ia udah meraih masker yang dipakai sopir ayahnya untuk segera dibuka secara paksa. Ya, yang ia ingat, meskipun sekelebat adalah di bagian mata. Entahlah, bagi Genda, tatapan sopir itu nampak tak asing. Ia juga seperti melihatnya lagi akhir-akhir ini, tapi tak menahu di mana. Sungguh, diasingkan sebagaimana harus tinggal di tempat yang tak lazim pastinya membuatnya semakin takut juga akan hal mistis. Tetapi, karena ia sudah pasrah dan tak punya tempat untuk berteduh, jadinya apa boleh buat?

Lanjut, karena terlalu jengah mencari ikan dengan alat pancing, gadis itu pun mencoba mencari ikan dengan menggunakan jaring. Ia juga menyeburkan dirinya ke sungai itu. Saat akan menyebar jaring itu, ia kaget bukan main. Bukan ikan yang ia dapatkan. Namun, seonggok (?) manusia yang mengenai jaring itu. Alhasil, tubuhnya kini terbungkus oleh jaring ikan yang ia sebar. Maklum saja, Genda melakukannya dengan memutar tubuhnya karena posisinya membelakangi. Sehingga, ia tidak tahu jika dibelakangnya ada orang.

"Ah, maaf, Hah! Kak Revan?" Genda menutup mulutnya karena tidak menyangka dengan kehadiran pemuda itu. Untuk apa Revan ikut menceburkan diri ke sungai bersamanya. Genda hanya bingung sekaligus heran.

"Bisa-bisanya kau ada di sini! Hissh, baju mahalmu jadi kotor dan bau tau!" Genda menarik jaring ikan itu yang terkena Revan.

"Hehe," cengir Revan memperlihatkan gigi rapihnya. Genda selanjutnya membersihkan kemeja Revan yang terkena lumut. Ia mengusapnya dengan hati-hati. Ya mungkin saja itu bajunya yang mahal atau apapun itu.

Bukannya kesal, tetapi pemuda tampan itu berkesempatan melihat jelas wajah Genda yang cantik dengan jarak yang begitu dekat. Ia juga terkekeh pelan dan baginya Genda nampak menggemaskan saat khawatir.

"Kenapa kamu tahu rumahku?" tanya Genda sambil mengambil jaring itu untuk disebar ulang. Jantungnya benar-benar tidak aman sekarang untuk sekedar melirik ke arah Revan. Sudah pasti ia sadar sedari tadi Revan menatapnya dengan seksama.

"Ya, tahu lah. Kau ngapain sampai mencari ikan di sungai? Kau belum mak-" selidik Revan sambil melipat kemejanya sampai siku.

"Jangan lanjutkan kata-katamu! ya. Ini lebih menyenangkan daripada langsung memakan ikan yang ada di restoran!" sinis Genda hingga membuat Revan menutup telingannya.

"Hehe, maaf," cengir Genda yang melihat reaksi Revan.

"Ckck, menyebalkan. Aku hanya tanya," dengus Revan.

Genda pun sejenak menerawang sesuatu di pikirannya, kapan terakhir kali ia makan di restoran mewah bersama ayahnya.

"Haha, kau benar juga. Eumm, maaf ... jadi, di sini banyak ikannya, ya? Asik sekali, woohoo!!!!" heboh Revan sambil sok mengambil ember untuk wadah ikan-ikan yang terkena jaring.

"Pfftt, iya lah. Kau memang harus mencobanya!" Genda terkekeh pelan melihat tingkah lucu Revan.

"Yuhuuuu...kau benar jugaa! Haishh ternyata sulit juga mencari ikan di sungai!" Revan merasakan pinggangnya yang pegal.

"Dasar, lemah! haha," ejek Genda pada Revan.

"Haha, mau kutunjukan ototku?" goda Revan.

"Jangan, hei!" Genda menutup matanya. Bodoh sekali orang di depannya ini, pikirnya.

"Otot kakiku, maksudnya, haha" tawa Revan meledak hingga orang yang di depannya terkesima akan tawa yang rupawan itu.

"Stop! Kita harus mengolah ikan-ikan ini, Kak." Genda menarik ember yang berisi ikan dari tangan Revan.

"Let's go!" teriak Revan dengan kemenangan.

Kriett ....
Dibukalah pintu rumah itu oleh si Genda. Revan tertampar oleh suasana di rumah itu. Jadi, rumah inilah yang ia biasa intip dari kejauhan, pikirnya.

"Kakak tunggu di sini. Ikannya biar aku yang masak." Pinta Genda kemudian menuju ke dapur.

"Hmmm, baiklah," jawab Revan sambil tersenyum simpul.

Revan POV

Demi apapun, awalnya aku mengira jika rumah yang ditempati Genda adalah rumah yang angker ataupun sejenisnya. Namun, kenyatannya tidak. Ornamen rumah itu masih lumayan bagus dengan polesan semen yang kokoh di lantai bawahnya. Dan banyak sekali kaca yang dipasang yang mana itu menambah kesan aesthetic. Aku bahkan tak habis pikir, rumah seperti ini yang punya pastinya orang kaya. Ah gila, satu hal yang bikin mengganjal, ah maksudku ... agak seram sih kalau malam vibe-nya. Apa ia tidak merasa ketakutan, ya? Ya, ini sangat jauh sekali dengan perumahan warga. Sangat rentan sekali adanya tindakan kejahatan.

Aku tahu, sejak pertengkaran kemarin, mengakibatkan perasaanku menjadi tidak tidak tenang. Sebenarnya aku juga bingung bagaimana caranya mengajak Genda untuk bekerja lagi. Nah, tepat hari ini juga saat aku berkunjung ke sana. Dan ... saat ini juga, aku pun dikejutkan di mana ia sedang mencari ikan di dekat sungai rumahnya itu. Aku sempat merasa kasihan, karena ia harus mencari ikan di sungai untuk makan. Apakah ini yang biasa ia lakukan? Jika ia sudah kelaparan?

Perlahan tapi pasti, aku pun menyimpulkan bahwa Genda adalah sosok gadis yang kuat. Tinggal di sini sendirian, untuk ukuran seorang gadis? Ya, aku hanya menjumpai sifat tegarnya itu. Ia juga sudah membuatku banyak tertawa akhir-akhir ini. Sungguh tega jika ada yang sampai hati sama gadis itu. Seperti hilang akal sejenak, aku pun nampak ingkar dengan perkataanku sebelumnya. Kepeduliannya sangat alami, dan kalau ia peduli padaku aku tak perlu berpikir bahwa dia mungkin ... mencintaiku.

Revan POV end.

TBC

Thank you 💋

Makasih yang sudah baca ceritaku,

Makasih yang sudah vomment

I LOVE YOUUUUUUUUUUUUU❤❤

Fall on Deaf Ears [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang