26. Rumor yang tersebar

3.8K 509 4
                                    

Jangan sungkan memberi kritik dan saran di kolom komentar. Terima kasih 💐❤

•••

[Lima hari sebelum gerhana bulan putih]

Seorang lelaki berjalan ke sebuah rumah sederhana yang berdiri di tengah keramaian penduduk. Matanya awas mengamati sekitar sebelum membuka pintu. Keningnya mengerut merasakan energi keberadaan orang lain di dalam rumah. Rasanya familiar.

Menaiki tangga menuju tempat dugaannya. Ia berhenti di depan pintu kamar kosong. Tangannya menarik gagang pintu perlahan, tanpa menimbulkan suara mendorongnya pelan. Terpampanglah ruangan minimalis dan barang-barang yang juga sederhana. Tetapi, bukan itu fokusnya melainkan gadis yang tengah duduk di kursi depan jendela. Rambut abu-abunya dilatari senja membuat lelaki itu sesaat tertegun. Mengerjapkan mata, menggeleng kepala samar.

"Kenapa kamu kemari?" tanyanya seraya memasuki kamar dan duduk di ranjang tak jauh dari posisi gadis itu.

"Lalu aku harus ke mana?"

Lelaki itu melihat tatapan gadis di depannya yang memandang kosong ke depan seolah jiwanya sudah melayang-layang di nirwana.

"Glacia," panggilnya.

Glacia hanya diam tanpa memandang balik padanya.

"Kamu tahu kan, pesanku jangan tinggalkan Evan sendirian."

Terlihat ada segumpal emosi di mata Glacia tanpa disadari siapapun. "Derric, jangan lagi mencoba memerintahku seenaknya jika kamu sendiri tidak mau menjawab alasan untuk apa aku harus selalu di sisinya."

Giliran Derric terdiam. Ucapan Glacia memang tidak bisa disalahkan, ia juga bingung harus mengatakan sesungguhnya padahal ada yang lebih berhak melakukannya.

"Ada seseorang yang akan memberikan kamu jawabannya, tapi itu bukan aku."

"Terserah." Glacia melirik Derric singkat. Tanda-tanda malas berdebat di tengah pikiran kalut.

"Lalu dia di sana bersama dua makhluk itu?" Derric menegang akan pertanyaannya sendiri.

"Benar."

"Glacia," ucapnya penuh tekanan. "Kamu tahu di mana dia sekarang? Hutan kematian! Bagaimana jika dia diserang para iblis? Jika saja kamu tidak meninggalkannya--"

"Aku sudah muak. Berhenti membicarakan dia." Wajahnya menunjukkan raut lelah, ia semakin malas jika harus berdebat lagi.

"NYAWAMU AKAN TERANCAM GLACIA!" teriak Derric tak terkontrol. Wajanya memerah memandang Glacia sendu.

Gadis itu memutar posisinya dan menghadap Derric sepenuhnya. "Apa maksudmu?"

Derric mengembuskan napas mencoba meredakan gejolak emosi di hatinya. "Jika dia terluka maka akan berimbas pada kekuatanmu. Kamu belum lupa rencana kita, kan? Bagaimana kalau saat itu kekuatanmu terkuras dan membahayakan nyawamu?"

"Bagaimana bisa dia terluka berdampak padaku?" Dahinya mengerut bingung.

"Kalian sudah terikat." Bibir Derric kelu mengucapkannya. "Ketika salah satu nyawa kalian terancam akan berefek pada pihak lainnya. Jangan sampai sihirmu melemah bisa berdampak fatal pada dirimu sendiri. Sampai sini kamu paham?"

Bukannya dibalas anggukan, Glacia hanya melengos. "Apa ada cara memutus ikatan kami?"

"Kamu mau menentang kehendak Dewa?"

Glacia tertawa hambar. "Jika iya, kenapa? Jika hanya kesakitan yang aku dapat kenapa tidak mengakhirinya saja?"

"Glacia," ujar Derric dengan pandangan lekat pada gadis di depannya. Pancaran mata penuh luka meski dibalut wajah dinginnya. Menjadi mate Glacia setidaknya ia bisa membaca karakter tuannya selama mereka bersama.

[1] Glacia The Villain's [END]Where stories live. Discover now