11. POV EVAN | Bisikan Dalam Permohonan

10.4K 1.4K 9
                                    

Aku lama dibutakan waktu hingga tak sadar kamu ikut menjauh

•••

Seperti di judul ini khusus point of view Evan. Nanti akan ada juga POV pemain lain juga. Tunggu aja.

Aku tadi mau update malam, tapi gak jadi udah keburu tangan gatel mencet publish :))

Semoga suka 😚

HAPPY READING!

•• Glacia The Villain's••

Ia masih menutup mata. Aku rindu manik matanya meski tak pernah menatap lagi dengan penuh cinta.

Glacia Amor. Teman bisa juga disebut sahabat sejak kecil. Kami sering bermain berdua hingga kedatangan Joan.

Awalnya aku sulit menerima Joan, bukan karena latar belakang, tapi karena memang dia adalah orang baru di hidupku. Hanya butuh waktu saja.

Saat itu Cia sedang duduk di taman di sampingku tengah menatap langit cerah.

"Ev, kamu mau punya kakak, tidak?"

Aku menoleh padanya yang tak menoleh balik. "Tidak bisa. Aku kan, anak pertama."

Terdengar kekehan Cia, karena gemas aku mengacak poninya.

Ia mendecak sebal sambil membenarkan poninya. "Aku sekalang punya, kakak," ujarnya sambil berbisik senang. Seolah ini rahasia antara kami.

Jarak umur kami hanya setahun membuat Cia bagai adik bagiku. Aku turuti saja keinginannya itu. "Wah, di mana dia sekarang?" jawabku sambil berbisik pula.

Binar mata sempat muncul itu sekarang redup. "Kakak tidak mau kelual kamal."

"Kenapa?"

"Tidak tahu. Apa kakak benci dengan Cia?"

Aku tak mau melihat wajah sedih itu. Segera saja Cia aku peluk erat. "Kakak pasti tidak benci Cia. Dia hanya ingin di kamar saja. Nanti kita kunjungi bersama bagaimana?"

Cia mengangguk senang dalam pelukanku. Senyumannya menular begitu saja. Ah, bahagia itu ternyata begini.

•• Glacia The Villain's••

Pintu cokelat itu diketuk Cia dengan brutal, aku melihatnya terkekeh saja.

Tidak ada tanggapan apapun. Aku kira memang kosong tanpa penghuni. Hingga Cia membuka paksa dapat terlihat sosok bocah seumuranku tengah duduk bersila di ranjang menatap kami.

Dia seperti Cia memiliki manik ungu hanya saja surainya bewarna perak bukan abu-abu.

Kami berdua mendekat padanya. Joan--nama yang aku tahu dari Cia--tetap bergeming.

"Kakak Jo. Cia bawa Ev!"

Gadis kecil itu berusaha naik ranjang. Aku mendelik pada Joan karena dia tidak membantu Cia. Sehingga akulah yang harus turun tangan.

Lihatlah makhluk satu itu, malah menatapku datar. Tidak tahu sopan santun! Ingin aku maki hanya saja ada Cia, harus menjaga sikap. Ehem.

"Kakak sudah makan? Kalau belum Cia bawakan nanti."

Cia terus mengoceh, fokusku tertuju padanya. Gerak bibirnya tak kenal lelah itu yang selama ini selalu menemani diriku. Meski Cia masih kecil harus aku akui ia memang gadis cerdas.

Suka mengikutiku belajar di istana, memaksa ikut berlatih pedang. Tentu saja yang satu itu tidak aku kabulkan. Poin tambahan Cia selalu menampilkan senyum meski ia sedang sedih.

[1] Glacia The Villain's [END]Where stories live. Discover now