7. Semakin menjauh (?)

11.9K 1.7K 18
                                    

Aku membencinya sekaligus menyayanginya. Dua perasaan berbeda ini membuatku memilih mengabaikan keberadaannya.
•••

HAPPY READING TEMAN-TEMAN!

BOLEH DONG MINTA KOMENNYA, BIAR AKU SEMANGAT UPDATENYA 😋

•• Glacia The Villain's••



Seorang bocah laki-laki berpakaian lusuh, manik ungu meredup duduk di depan sebuah ruko. Orang-orang berseliweran tidak peduli akan keberadaan bocah tersebut. Maniknya menatap ke depan dengan kosong. Perutnya kering-kerontang tak ia pedulikan. Lebih mengerikan peristiwa yang ia telah alami daripada kelaparan.

"Halo, Kakak." Pandangannya berubah kala seorang gadis kecil berjongkok di depannya. Bocah itu terperangah, wajah menawan disertai senyuman hangat menyapa relung hatinya.

"Nama Kakak siapa? Aku Glacia, panggil Cia!"

Lidahnya kelu untuk sekadar menjawab. Matanya tak henti-henti menatap Cia kagum.

Cia yang tidak kunjung mendapat jawaban mengerucutkan bibir. "Ih, Kakak kenapa mengacuhkan Cia? Cia nakal, ya?"

Bocah itu menggelengkan kepala sebagai respon. Terkikik geli Cia melihatnya. "Nama Kakak siapa?" tanyanya lagi.

"J-joan."

"Oh, Kak Joan. Mau jadi kakak buat Cia?"

Satu pertanyaan kecil merubah hidup Joan. Dulu ia susah untuk menerima kehadiran sosok asing itu. Gadis bernama Cia mengajaknya atau lebih tepat memaksanya menerima kehadiran di dalam hidupnya. Disebabkan oleh rasa trauma akibat didikan kejam di dalam panti asuhan, membuat Joan takut akan keberadaan orang lain.

Di minggu pertama di dalam kediamaan Amor, Joan mengurung diri di dalam kamar enggan menyapa dunia luar. Ketukan pintu berulangkali entah dari para pelayan ataupun orang tua barunya tak ia hiraukan.

Hanya sosok kecil kurang ajar membuka seenaknya lalu masuk ke dalam kamar Joan. Dia adalah Cia. Gaun putih mengembang, rambut dikepang sederhana tak menutupi kecantikan gadis kecil itu. Cia berjuang untuk menaiki ranjang, Joan tak memperdulikannya.
Dulu pikirannya terlalu membenci Cia, ia selalu menyalahkan karena Cia akan menangis bila Joan tidak mengikuti ke kediaman Amor. Jika ia tidak diancam untuk dibunuh, sudah lama Joan pergi meninggalkan kediaman mewah ini.

Berulangkali gagal dipercobaan entah ke berapa tubuh mungil Cia berhasil menaiki ranjang. Kini cengiran andalan Cia diberikan pada wajah datar Joan. Mereka saling pandang, Cia duduk mengikuti posisi Joan.

"Kakak sudah makan?"

Selalu pertanyaan itu yang dilontarkan Cia bila berkunjung. Joan diam saja, terlalu lelah mengurusi gadis ini. Lihat saja setelah ini akan ada beberapa rentetan ocehan Cia meski Joan tetap membisu.

"Kak Jo tahu tidak, Cia tadi main sama Gletta dan Gilvi di taman. Telus lihat paman plajulit main pedang. Cia mau ikut, tapi tidak dipelbolehkan," ujarnya cadel dengan bibir mengerucut.

Cia menatap lekat Joan. "Kakak mau ajalin Cia main pedang?"

Menghela napas lelah tak dijawab, terus saja Cia menceritakan kesehariannya. "Kak Jo ada di sini udah buat Cia bahagia, makasih selalu ada buat Cia. Cia sangat sayaaaaang, Kak Jo."

Joan terkejut saat pipinya terasa basah akibat kecupan Cia. Ia memandang Cia dengan tatapan sulit diartikan.

Satu bulan lamanya Cia rutin mendatangi Joan yang tak kunjung luluh. Namun, hari ini berbeda. Celotehan Cia tak mengganggu Joan. Tetapi, di dalam hatinya kenapa ia merasakan perasaan aneh? Memilih tak peduli semakin menyiksanya. Joan turun dari ranjang, membuka pintu kamarnya. Melirik para pelayan yang hilir-mudik.

[1] Glacia The Villain's [END]Where stories live. Discover now