19. Rencana

5.3K 696 6
                                    

Halo, balik lagi sama Glacia!
Semoga feelnya dapet, ya :)

HAPPY READING!
•••

Masa depan tidak ada yang mengetahui, tapi dari masa lalu kita belajar dari kesalahan dan kesakitan.

•• Glacia The Villain's••

Barang pecah berhamburan diikuti emosi yang kian memuncak. Wajah Clarissa memerah, napasnya terengah-engah. Genggamannya pada meja kian erat dan-

BRAK!

Dibantingnya meja itu hingga patah. Masih belum bisa mengurangi emosi, ia menjambak rambutnya berharap bisa mengurangi rasa pening di kepalanya.

"Clarissa, lepaskan dulu." Ella berusaha melepaskan jambakan di rambut Clarissa.

"Tidak!" Clarissa berontak dan berusaha menjauh dari Ella. Melihat sahabatnya semakin tidak terkendali, Ella mengangkat tangannya dan menampar Clarrissa.

Keadaan menjadi hening, Clarissa terpekur menunduk. Mengusap pipinya yang memerah, mendongak menatap Ella penuh tanya.

Ella memegang kedua bahu Clarissa erat. "Tenang dulu Cla, semua ini bisa diselesaikan dengan baik."

"Dia menjauhiku. Itu hal buruk." Linangan air mata menderas. Bahunya gemetar di dekapan hangat Ella. Gadis itu menunggu hingga Clarissa bisa lebih tenang. Usapannya tak henti ia lakukan, berusaha menguatkan sahabatnya itu.

"Kita bicara dulu?" Ella melepaskan pelukannya saat dirasa tangisan Clarissa sudah berhenti.

Clarrisa mengangguk, mengusap jejak tangisan di wajahnya.

Ella dan Clarrissa beranjak ke tepi ranjang. Menempatkan posisi yang sesuai, Ella membuka mulut terlebih dahulu.
"Kenapa kamu bisa begini?" Matanya menatap miris keadaan Clarissa. Rambuat acak-acakan, hidung memerah dan mata bengkak akibat tangisan tadi. Ella sebelumnya tidak tahu akan kondisi Clarrisa, sewaktu ia ingin membangunkan Clarissa tapi tidak ada sahutan dari dalam. Didorong penasaran dan rasa khawatir, Ella menggunakan sihirnya untuk membuka pintu dan betapa terkejutnya melihat Clarissa tertunduk di lantai dengan isakan tangis.

Clarissa menunduk, tangannya saling terjalin. Ragu akankah ia harus jujur atau tidak.

Tahu bila sahabatnya itu dalam dilema, Ella memegang tangan Clarissa. "Jangan takut, katakan saja."

"Evan menjauhiku." Matanya berkaca-kaca.

Alis Ella naik seketika. "Hanya itu?"

"Bukan hanya itu! Kamu tahu dari dulu aku berusaha menarik perhatiannya, tapi akhir-akhir ini gadis jal*ng itu terus menggoda Evan!"

Ella mengangguk paham. Ia akhirnya tahu akar masalah Clarissa. Memang benar sudah satu bulan lebih, Evan tidak pernah lagi makan atau berbicara bersama Ella dan Clarissa.

Clarissa sendiri sudah menekan emosinya. Dididik dengan keras oleh Marquis Radn--ayahnya--tanpa bisa merasakan pelukan dari sang ibu membuat Clarissa tumbuh menjadi seorang yang haus akan kasih sayang dan perhatian. Awal mula masuk ke academy, matanya menangkap sosok lelaki berambut hitam dengan manik merah menatap tajam ke depan. Bisikan mengiringi setiap langkahnya tak membuat lelaki itu gugup ataupun malu. Di mata Clarissa dia begitu memukau dan membuat jantungnya memompa cepat.

Akhirnya, pangeran hatiku sudah aku temukan, batinnya saat itu. Clarissa semakin terobsesi akan sosok Evan. Entah keberuntungan atau apa, saat Glacia menamparnya di depan seluruh murid, Evan datang menyelamatkannya.

[1] Glacia The Villain's [END]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora