30.

21 16 4
                                    


30.

"Emang, ada apa ya ka?" Mia bertanya-tanya, menatap Bunda pun ia hanya tersenyum hangat.

"Gua ke kamar, ya." Bima segera berlari, sambil menggendong Echa.

"Yuk, sini." Ka Mira menarik tangan Mia masuk ke dalam. Melewati lorong rumah yang kian megah tidak kalah jauh dengan rumahnya, ada satu tembok yang ditempeli banyak foto. Mata Mia tertuju untuk melihat dengan teliti. "Itu Bima, waktu masih kecil dia gondrong, lebih mirip anak bule, ya?" Mia menatap foto anak kecil berambut gondrong, matanya coklat berbinar, hampir mirip seperti mata Ka Mira hanya bedanya mata Ka Mira lebih mirip dengan warna karamel. "Itu foto Bima, dulu pas masih kecil dia punya kebiasaan yang susah di bilangin, suka gambar gunung make anderwer. Untungnya waktu gede udah hilang, Bima suka kesal liat foto itu, marah dia karena Kakak tempel foto aibnya." jelas Ka Mira, membuat Mia menahan tawanya. Bima yang terkenal dingin, justru anomali.

Ka Mira berhenti melangkah ke sebuah pintu besar, dia mendorong pintunya, ruangan terbuka. Ada cermin besar dan lemari-lemari berisi vitamin rambut. Tentu saja tidak butuh otak Albert Einstein untuk menebak, karena Mia sudah hapal diluar kepala. Berbeda kalau disuruh menghapal rumus matematika butuh waktu sebulan menghapal pun, belum tentu masuk di kepala. "Sini duduk," Ka Mira menarik kursi, mempersilahkan Mia untuk duduk.

"Aku mau di apain ya ka?"

"Sutt ... Udah diem, nanti juga tau. Udah nurut aja ngga Kaka apa-apain ko." Ka Mira menarik kursinya untuk duduk lebih dekat dengannya. "Aku juga punya salon, letaknya di MJ. Tahu salon Echa?" tanyanya, dengan jarak sedekat itu, Mia bisa menatap bola mata berwarna karamel itu lebih dekat dengan wajahnya.

"Tau dong, aku sering banget loh kesana ka, kalau perawatan rambut rebonding, waxing, atau warnain rambut selalu di salon itu, tapi kok aku ngga pernah liat Kakak?"

"Iya, jarang kesana, hanya sesekali karena harus bulak balik anter jemput Echa sekolah."

Mia mengangguk antusias. Kalau sudah berurusan dengan fashion mulai dari rambut sampai ujung kaki, ia tidak akan pernah menolaknya.

"Bima emang sering bawa cewek ke rumah, maklum ya namanya juga anak cowok, tapi biasanya langsung di tutupin di bawa ke kamar." kata Ka Mira. Bagi Mia itu sudah bukan lagi sebuah rahasia, Bima memang terkenal friendly pada cewek mana pun.  Bisa dibilang dia adalah calon lelaki hidung belang. Tapi ada sisi misterius yang susah untuk di Kulik oleh siapapun,"Dia emang nakal dan masih suka kekanakan, karena ngga ada yang mengingatkan dia sekeras papah mengingatkannya tentang hal-hal yang bisa merugikannya, kalau saja Bunda tidak sakit sekarang mungkin dia tidak akan mendengarkan apapun yang di perbolehkan dan yang di larang, papah udah meninggal karena penyakit jantung, tepat sewaktu Bima akan masuk SMP."

Mendengarnya, tentu saja Mia terkejut. Tidak pernah tau tentang silsilah keluarga Bima, dia tidak pernah bertanya dan tentu saja Bima tidak akan pernah bercerita tentang apapun kepadanya, ternyata. Kehidupan Bima lebih sedikit menyakitkan dibandingnya.

"Meskipun nakal, tapi dia itu anak baik. Oh iya, kemarin Bima cerita sama aku. Katanya kamu itu manja, bawel, suka ngebully orang. Tapi aku ngga percaya soalnya kamu baik banget, Echa juga kayaknya se sayang itu sama kamu, sebelum-sebelumnya Echa cuma dibelikan beberapa mainan agar cewek-cewek itu bisa mendapatkan hati nya Bima, lebih tepatnya ngga tulus." Mia tersenyum sumir, tidak membantah ataupun menjawab sepatah kata pun. Karena ia sadar jika memang dia suka membully siapa pun yang berani menentangnya.

"Emang, Bima ngga di marahin bunda ya, ka?"

"Ya di marahin, tapi itu lah Bima. Susah di kasih tau kadang nurut kadang ngga, ya gitulah. Semenjak papah ngga ada dia jadi susah buat nerima keadaan ini, padahal ya waktu itu papah udah ngingetin sama dia buat ngga nakal nantinya. Ehh, tetep aja. Kalau namanya masih Bima Aditama, ngga bakalan betah kalau ngga nakal seharian."

CERITA TENTANG MIAWhere stories live. Discover now