2.

92 52 6
                                    

2.

Saat di perjalanan tiba-tiba headset miliknya jatuh dari sakunya. reflek Mia pun langsung mencengkram rem tangan sepedanya tanpa menghiraukan ada orang atau tidak di belakang nya.
baru saja Mia ingin turun dari sepeda nya tiba-tiba ia di kagetkan dengan sesorang yang menabrak nya dari belakang sampai ia terjungkal dari atas sepedanya. "Aw, aduhhh sakit banget pinggang gue" rintihnya sambil memegangi pinggangnya yang terbentur stang sepedanya. Di berusah bangkit, tapi cowok di sampingnya berhasil membuat puncak amarahnya kembali membara. Ketika melihat lutut nya yang lecet karena tidak memakai training panjang untuk menyelimuti lututnya yang mulus itu, kini berubah menjadi kemerahan. "Heh lo, cowok buta!"

Cowok itu menoleh ke arahnya yang sudah memasang wajah merah padam, seperti harimau yang sudah siap menerkam buruannya. Cowok itu menunjukan jari telunjuknya ke arahnya, membuat pertanyaan, apakah ucapan Mia tertuju untuknya. Dia mengerutkan dahinya, ketika cewek di hadapannya terus menerus menelusuri wajahnya.

"Muka-muka kayak lo, biasanya emang ngga punya mata, atau mata lo udah ngga berfungsi lagi? Sepeda sama manusia se-gede ini masih lo tabrak? Untung lo jalan kaki, coba kalau misalnya tadi lo nabrak gue pakai mobil gimana? Kalau sampai gue mati gimana, Hah! Dasar biadap punya mata ngga dipake." grutunya sambil mengelus-elus sikunya yang terasa sedikit perih di kulitnya.

"Lebay banget, sih."

Plak

Satu tamparan dari tangan Mia berhasil membuat cowok itu terkejut dan membelalak kan kedua matanya. "Lo apa-apaan sih." cowok itu mengelus-elus pipinya yang kini sudah tergambar jelas telapak tangan Mia. Tapi, Mia tidak menghiraukaan apa yang di ucapkan cowok itu.

"Dasar lo, ya! Ngga di sekolahin mulut lo? Udah salah bukan nya minta maaf malah nyela orang!" Mia kesal dibuatnya. Cowok itu pun bangkit dan menghampiri Mia, tepat di depan wajah Mia cowok itu berbicara sesuatu ditelinganya. "Untung lo, cewek."

Mia mendorong tubuh cowok berperawakan jangkung itu dari hadapannya, "Kalau gue cewe emang kenapa? Lo pikir gue takut sama lo?" tukasnya. Cowok itu menggelengkan kepalanya, terus mengunayah permen karet yang ada di dalam mulutnya tanpa menghiraukan ocehan Mia. Dia melangkahkan kakinya untuk pergi dari tempat itu. Tak tahan lagi dengan ocehan cewek di hadapannya, tapi sebelum benar-benar pergi cowok itu mengambil headset milik Mia yang tadi terjatuh dan tidak sengaja terinjak olehnya.

"Ini punya lo?" tanyanya kepada Mia yang masih sibuk membersihkan lututnya yang kotor. "Hallo," ucapnya lagi karena tidak ada jawaban dari Mia.

"Apaan, sih lo."

"Punya lo?"tanyanya sekali lagi.

"Iya, itu punya gue, tapi gue udah ngga butuh itu lagi, karena di pegang sama tangan lo, yang najis itu, lo ambil aja! gue bisa beli lagi"

"Anjayyyy. Anak sultan mana lo?gayanya keren amat padahal duit hasil ngerengek ha-ha"

"Dasar lo ya cowok najis! untung gue sabar, lo ambil aja. Orang miskin kayak lo pasti ngga mungkin punya kayak begituan."

"Yakin buat gue? Yaudah deh, lumayan juga dapet headset mahal, gratis pulak." Cowok itu menekan kata 'gratis' mencoba kembali meyakinkan cewek di hadapannya.

Kok cowok najis itu tau ya harganya ratusan mahal, tapi itu kan hadiah dari papa, yaudah lah, bodo amat. Batinnya. "Terserah"jawab Mia ketus. Lalu Mia mengangkat sepedanya, bangkir dan kembali mulai mengayuh, meninggalkan cowok yang masih menatapnya dari belakang,  mengangat satu alisnya, dan pergi dari tempat itu. Mia memasuki halaman rumahnya, sampai sudah dia di istana mewahnya itu. Dengan napas engos-engosan dia masuk ke dalam, dan menyuruh satpam untuk memasuki sepedanya ke Bagasasi belakang rumahnya. "Bi, Bi Umnah."
panggilnya dengan nada suara memelas karena kecapekan. Lalu masuk dan langsung duduk di sofa.

"Iya Non, non sudah pulang ternyata, mau bibi buatin apa?" tanya Bi Umnah saat sudah berada disamping Mia.

"Udah. Buatin gue jus, apa aja yang penting dingin, cepet jangan lama!"

"Baik Non, sebentar bibi buatin" Mia mengangguk. Lalu Bi umnah pun pergi ke dapur untuk membuat jus yang di perintahkan olehnya, Mia sedang menikmati rasa capek nya sambil mengatur napasnya, kemudian jemarinya meraih remote TV. Yang ada diatas meja. Mia melihat berita utama sore ini, seseorang di televisi terlihat jelas membuatnya tersenyum sambil mengamati pria berumur itu rapih dengan Jas berwarna hitam di balut kemeja putih, membuatnya sanantiasa terlihat muda di umurnya yang sudah tidak lagi muda. Tentu saja itu adalah papanya Wijaya Diningrat, dia sedang dikerumuni oleh banyak wartawan yang siap merekam suaranya, selalu saja begitu ketika papanya sedang muncul di televisi, Mia memang sudah tidak akan merasa keheranan atau bahkan berjingkat kesenangan ketika melhat papanya ada di dalam televisi. Sebetulnya dia tidak tahu menahu tentang politik, dan sebenarnya, Mia sendiri pun tidak menyukai acara yang menginformasikan seperti itu terus menerus. Sejak kecil memang dia tidak akan pernah suka dengan acara-acara sepert itu. Tapi, itu lah salah satu cara Mia agar rindu kepada papanya itu sedikit terobati, maklum lah, papanya yang super sibuk dengan kehidupannya itu, hanya sesekali saja menghubungi Mia, atau selama satu bulan hampir tidak pernah bertemu, sekalinya bertemu tentu yang mereka bertiga bicarakan bersama mamanya adalah, tentang politik dan tas-tas brand yang akan di beli oleh mamanya, kesibukaan mereka sungguh membuat mereka hampir tidak pernah sama sekali untuk pulang ke rumah.

"Ini non jus, nya" suara Bi Umnah memhuatnya tersentak.

"Oke, makasih."

"Sama-sama, Non."

Tanpa pikir panjang Mia langsung meneguk jus itu sampai habis. Karena haus di tenggorokannya sudah membuat tenggorokannya terasa seperti kekeringan, Bi Umnah yang melihatnya hanya geleng-geleng kepala. "Udah nih gelasnya, tolong matiin Tv nya, gue mau ke atas mau mandi"

"Siap, Non."

Mia langsung menaiki anak tangga satu persatu menuju kamarnya. mungkin acara mandi nya sore ini akan memakan waktu yang cukup lama dari pada biasanya, mungkin satu jam sudah cukup untuknya membersihkan sisa keringat yang membasahi tubuhnya tadi, luluran itu yang harus Mia lakukan setiap harinya. Agar kulitnya terlihat mulus. Entah mengapa kebiasaannya itu sulit sekali di hilangkan semenjak dia memasuki SMP, karena sejak berusia lima tahun, dia sudah hobi sekali menggeluti alat-alat make-up milik mamanya, dan tidak seperti anak lainnya yang bermain masak-masakan bersama. Karena dulu bermain dengan anak di luar sana adalah larangan paling ketat dari mamanya, sampai dia tidak memiliki teman satupun untuk di ajaknya bermain bersama. Alasannya karena orang tuanya melarangnya keras untuk tidak bergaul dengan anak-anak luar sana, karena mereka miskin kata mamanya. Bahkan belajar sepeda pun dia harus belajar di taman yang ada di dalam rumahnya agar tidak melihat anak-anak yang sedang bermain, takutnya dia akan tergiur untuk pergi bermain bersama anak-anak disana. Peraturan itu tentu saja membuatnya sombong ketika sudah menginjak bangku sekolah.


____

Comeback too me...

Baru pertama kali ketemu aja udah terjungkal cinta,ehh ngga sepeda><

suka ngga? suka ngga? semoga suka ya gays.

Salam hangat🌻.

see you next part:3

CERITA TENTANG MIAWhere stories live. Discover now