15.

46 30 2
                                    

15.

Mia melangkah menuju kamarnya, menaiki anak tangga satu persatu dengan hati-hati karena kepala masih terasa sakit. Ketika dia ingin masuk ke dalam kamarnya,langkahnya di hentikan oleh bi umnah yang tiba-tiba muncul dari dalam kamarnya, membuatnya terkejut.

"Non, Ya Allah Non Mia kemana aja? Bibi khawatir banget, semalam sampai ngga pulang padahal Bibi udah nungguin, Non." Bi Umnah langsung memeluk Mia sambil menyeka air matanya yang perlahan mulai turun dari pelupuk matanya, karena terharu ketika melihat Mia pulang dalam keadaan baik-baik saja.

"Bi, kok nangis?" Mia panik dan membalas pelukannya erat. "Gue ngga kenapa-napa kok, udah jangan nangis lagi, semalem gue nginep di rumah Jessy karena ada tugas kelompok" jawab Mia mencoba menenangkan Bi Umnah dengan merangkulnya hangat. Mia sengaja bohong, karena dia tidak mau membuat wanita paruh baya itu semakin khawatir jika mengetahui cerita yang sebenarnya.

"Ya Allah Non, kenapa ngga bilang sama Bibi, bibi semalam nungguin Non di sofa depan sampe ketiduran. Tapi Non ngga pulang-pulang, juga." suara isakannya mulai terdengar. Mia yang mendengar itu merasa bersalah sekali dengan Bi Umnah dia tidak bisa menahan air matanya untuk jatuh, sepeduli itu wanita paruh baya itu padanya. Bertolak belakang sekali dengan Ibu yang melahirkannya, bahkan Mamanya tidak sama sekali peduli dengan kondisinya di setiap harinya, dia hanya peduli dengan teman-teman sosialitanya. Hangat sekali rasanya pelukan Bi Umnah, dia merasa sangat aman ketika bersamanya, seolah-olah semua akam baik-baik saja sampai dia menua, pelukan Bi Umnah lah, yang selalu di rindukannya, karena hanya Bi Umnah sosok pigur seorang Ibu dalam kehidupannya.

Bukan karena dia kasihan atau apa, alasan satu-satunya yang membuat Mia terkadang merasa malu dengan dirinya sendiri adalah, sejak Mia masih berusia Lima bulan ASI yang dia minum adalah ASI Bi Umnah bukan ASI Mamanya, karena Ibu kandungnya sendiri sibuk sekali dengan teman-temannya, sampai dia tidak mau lagi menyusui Mia. Alasan itu membuat Mia mengerti dengan semua ini, walaupun Bi Umnah sangat baik padanya, masih saja terkadang dia tidak bisa mengontrol mulutnya agar tidak melukai hati Bi Umnah. Pelukan hangat seorang Ibu, selalu Mia dapatkan dari sosok Bi Umnah, bukan dari sosok Fika Afriyanti atau lebih karib disebut, Ibuk Fika Wijayakusuma. Karena Kakek Mia adalah pengusaha Batu Bara yang terkenal pada masanya, hanya nama Mamanya yang masyarakat tau, karena dia adalah anak tunggal satu-satunya, mungkin ini adalah alasan satu-satunya kenapa Mamanya tidak peduli dengannya, karena dia belum siap menjadi seorang Ibu.

"Maaf ya Bi, Mia lupa." jawab Mia dengan suara parau.

"Yasudah, lain kali kalau nginap di tempat Non Jessy, bilang sama Bibi ya Non, biar Bibi ngga khawatir." pesan Bi Umnah lagi dan lagi.

"Iya Bi, yaudah Mia mau masuk kamar dulu mau bersih-bersih." Mia melepaskan pelukannnya.

Bi Umnah masih menatapnya, lalu tiba-tiba menjulurkan jari kelingkingnya."Janji dulu sama Bibi, buat selalu ngabarin Bibi kalau ada apa-apa." katanya masih terisak.

Mia menepis tangan Bi Umnah, dia kembali memeluknya sekilas. "Mia, janji" bisiknys. Lalu melepaskan pelukannya. "Yaudah, mau masuk dulu ke kamar ya, udah ngga betah nih, gerah banget. Jangan nangis lagi, nanti Mang Diman khawatir sama Bibi." goda Mia sambil masuk ke dalam kamarnya, meninggalkan Bi Umnah yang ketawa sambil menyeka air matanya. Acara mandinya sore ini cukup lama, menghabiskan waktu sekitar Satu jam. Dia keluar sudah rapih dengan baju Wine The Pooh kartun favoritnya, tapi ada yang lebih favorit dari pada kartun itu, ada buah pisang yang menjelma menjadi mood booster nya selama ini. "Huh, akhirnya seger juga ini badan." Mia menghembuskan napasnya, lalu duduk di sisi ranjangnya sembari mengosok-gosok rambutnya menggunakan handuk kecil di tangannya.

Tok

Tok

"Non, Bibi bawain bubur masih hangat buat, Non." ucap Bi Umnah dibalik pintu.

CERITA TENTANG MIAOn viuen les histories. Descobreix ara