11.

48 31 3
                                    

11.

"Kenapa lo bisa ada disini? Lo ngikutin gue, ya?" Mia menatap cowok di hadapannya penuh selidik.

"Tadi gue ngga sengaja liat lo lagi di kejar-kejar, makanya gue ikutin sampai sini." tukasnya. Mia masih tidak percaya, dia membungkukan badannya, dan mendekatkan kedua matanya dengan mata cowok di hadapannya, menurut orang, kita bisa tahu seseorang sedang berbohong atay tidak, melalui matanya. Saat sedang meneliti dengan tatapan bak profesor handal. Mia tidak sadar dengan suara langkah para gerombolan Banci yang ternyata sudah dekat dengan tempat persembunyiannya.

"Kemana tuh, anak songong yang berani ngatain, eke. Bisa-bisanya dia hilang, cepet juga larinya." ucap salah satu Banci itu.

Suara Banci itu membuat Bima reflek langsung menarik lengan Mia sampai Mia jatuh ke dalam pelukannya. Mata coklat itu kini bertatapan dengannya, sangat dekat sampai napas Mia sangat terasa menghembus di wajahnya membuat Bima menelan salivanya. "Ih, lo apa-apaan sih, meluk-meluk gue." Mia memukul-mukul dada Bima  berusaha bangkit dan melepaskan tubuhnya dari pelukan Bima, tapi tenaga Bima sangat kuat dan dia tidak ingin Banci itu mengetahui keberadaan mereka berdua yang ternyata sudah dekat sekali dengan mereka, tanpa mereka sadari. Bima semakin geram ketika cewek itu tidak bisa diam, dengan terpaksa dia langsung menutup mulut Mia dengan tangannya, Mia terkejut ketika cowok itu menyentuhnya. Antis-antis, Batinnya, bertingkah seolah-olah tangan Mia itu kuman yang perlu di basmi menggunakan Antis miliknya.   Bima lebih mengeratkan lagi telapak tangannya yang menempel pada mulut Mia, dia melebarkan matanya menyorot Bima tajam seperti iblis yang ingin mencekik korbannya.

"Awas, ya! Kalau sampek ketemu lagi sama eke, eke bejek-bejek itu muka cantiknya." Banci itu kembali menggerutu.

Tentu saja Mia yang mendengar itu merasa takut, takut jika benar itu akan terjadi padanya. Dia menelan salivanya, reflek langsung mengeratkan pelukannya dengan Bima, keringat dingin mulai membasahi dahinya mulutnya terus berkomat-kamit seperti dukun, dia sedang berdoa meminta sebuah keajaiban, agar segerombolan para Banci itu pergi. Sial, mungkin jika Banci itu tidak memanggil pasukannya, Mia pasti tidak akan berpelukan dengan cowok menyebalkan itu, dan mungkin dia  masih bisa melawan Banci itu, dengan kemampuannya.

"Kayaknya ngga ada di sekitar sini deh, yuk kita cari di gang gelap sana, siapa dia tau dia lagi ngumpet." ajak Banci itu kepada teman-temannya. "Yaudah yuk Sis, capek juga ya main kucing-kucingan sama cewe cantik." goda salah satu banci itu. Membuat Mia yang mendengarnya bergidik gelik. Mereka pun serempak mulai melangkah meninggalkan tempat itu, mendengar suara langkah kaki mereka yang mulai menjauh dari tempat persembunyian mereka berdua, "Bancinya udah pergi." tukas Bima saat melihat Mia masih memeluknya sangat erat.

"Oh," Mia bangkit dari pelukan Bima, mulai membenarkan rambutnya. "Lo ngga usah ngerasa kegantengan nanti, dan ngga usah ke-pd an, lo! Tadi gue cuman reflek aja." Mia mendongkakan kepalanya keatas, melihat jika para Banci itu sudah tidak ada di pandangan matanya.

Bima, dia menyandarkan punggungnya di tembok, terlihat kelelahan. "Lain kali, jangan sok jagoan, dan jangan pernah lo samain banci, sama anak-anak yang lo bully di sekolahan, mau berhenti rasanya jantung gue." Bima lemas.

"Ya, suka-suka gue dong, mau berantem sama siapa aja, lagian gue ngga minta lo, buat nolongin gue." Mia mengrutu tak mau di salahkan oleh cowok itu. "Lagian ya, katanya cowok pentolan sekolah, tapi dibalik tampang sangarnya ada rasa takut sama Banci juga, Ha-ha-ha." Mia tersenyum puas ketika mengetahui kelemahan musuhnya itu, "Jadi lo ngga usah macem-macem sama gue kalau aib lo ngga mau gue bongkar disekolahan, jadi cowok kok penakut."  masih ketawa menutupi mulutnya menggunakan tangan.

"Terserah." Bima keluar dari tempat persembunyian, mulai bergabung ke jalanan yang perlahan mulai sepi. Bima menatap ke arah Mia, melihat bagaimana angin menerbangkan helaian rambut cewek di hadapannya, menciptakan sebuah ilusi yang meniup mata.

CERITA TENTANG MIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang