"Aku nggak pernah minta diadopsi sama kalian."

"Berani banget kamu bilang gitu." Suara wanita di seberang telpon terdengar marah. "Harusnya kamu bersyukur udah diadopsi. Kalo nggak, kamu nggak akan hidup enak."

Enak katanya? Apa sang ibu tak tahu jika selama ini hidup Haruto berantakan? Ia memang difasilitasi dengan kemewahan dan banyak uang, tapi uang yang diberikan paling sering Haruto gunakan untuk membeli obat penenang.

Haruto sendiri tak tahu bagaimana keadaan organ tubuhnya sekarang, mungkin sudah terkontaminasi banyak zat kimia yang mulai merusak kesehatan. Karna ia mengonsumsi berbagai obat dalam jumlah berlebih, melampaui dosis dan tanpa arahan dokter sama sekali.

Haruto melakukan itu agar dirinya bisa tenang dari segala pikiran dan perasaan buruk yang menyerang, hingga nyaris membuat kewarasannya hilang. Selain itu, Haruto juga berharap dirinya bisa mati karna overdosis, tapi sayangnya itu tak pernah terjadi, seolah dunia setelah mati tidak mau menerimanya sebagai penghuni.

Terkadang Haruto benci diciptakan dengan daya tahan tubuh sekuat ini, karna ia jadi kesulitan untuk menyakiti diri sendiri hingga mati.

Dunia ini aneh, kenapa memberi tubuh yang kuat pada jiwa lemah seperti Haruto? Padahal banyak yang lebih layak dan dapat menghargai kelebihan itu daripada dirinya.

Seandainya bisa, Haruto ingin memberi nyawanya pada para orang sakit yang sedang berjuang untuk hidup. Karna mereka akan menghargai nyawa yang diberi untuk mewujudkan berbagai harapan, tak seperti Haruto yang hidup tanpa pegangan dan tujuan.

"Oh iya, yang salah dalam hidup aku bukan diadopsi, tapi lahir." Haruto meremat ujung kaosnya, menyalurkan rasa sesak. "Harusnya aku nggak lahir."

"Kenyataannya kamu udah lahir, nggak guna bilang kayak gitu."

"Iya, aku udah terlanjur lahir, dan itu salah. Makanya mending aku pergi."

"Maksud kamu?"

"Beberapa minggu belakangan ini, banyak temen-temen aku yang dibunuh. Mama tau siapa pelakunya?"

"Siapa?"

"Aku."

"Jangan bercanda."

"Aku serius, Ma. Aku yang bunuh mereka semua, biar aku nggak sendiri."

"Kamu ngigo, ya? Mending tidur lagi deh." Sang ibu terdengar tak percaya.

"Terserah mama mau percaya atau enggak, yang penting aku udah bilang."

Haruto tak mempermasalahkan itu, karna jika ibunya tak percaya dengan ucapannya malam ini, ia pasti akan percaya di esok hari, saat mayat Haruto dan yang lain ditemukan nanti.

"Ma, aku nggak tertarik sama dunia bisnis, aku sukanya musik."

"Terus kenapa?"

"Aku pengen mama tau itu."

"Mama tau, dan mama nggak bakal setuju kamu menekuni bidang itu. Musik nggak akan bikin masa depan kamu terjamin, emangnya kamu seberbakat apa?"

Hati Haruto terasa nyeri kala mendengar kalimat meremehkannya itu. Ia tahu, kemampuannya dalam menciptakan sebuah lagu masih belum sempurna, tapi ia terus belajar dan mencoba.

Haruto yakin dirinya bisa, tapi sayang tak mendapat dukungan dari orangtua sebagai penyemangat untuk meraih cita-cita.

"Di kamar aku ada notebook, isinya lagu-lagu yang aku tulis sendiri. Ada juga yang ditulis bareng Bang Hyunsuk, Bang Asahi, sama Bang Yedam." Haruto mengabaikan kalimat jahat sang ibu. "Kalo mama pengen tau, buka aja nanti."

Secret | Treasure ✓Where stories live. Discover now