Awalnya Jaehyuk menolak dengan alasan tak lapar, namun Asahi terus memaksa dan membuat Jaehyuk memilih ikut karna tak tega menolak permintaannya.

"Lo kenapa?" Asahi bingung karna Jaehyuk nampak tak bersemangat pagi ini. Buburnya ia makan dengan lambat, seolah tak berselera.

"Nggak papa."

"Terus kenapa makannya gitu?"

"Nggak laper."

"Itu kan bubur kesukaan lo, hampir tiap hari lo beli buat sarapan. Masa nggak laper ngeliatnya?"

"Lagi nggak selera."

"Lo ada masalah?" tanya Asahi, to the point. Ia merasa ada yang aneh dengan temannya itu.

"Enggak."

"Lo lagi mikirin apa?" Asahi kembali bertanya, tahu jika Jaehyuk tak jujur. "Nggak biasanya lo kayak gini, coba cerita. Dipendem sendiri entar jadi penyakit."

Jaehyuk menghela napas pelan. Asahi ternyata pintar sekali, sulit dibohongi.

"Kenapa gue nggak bisa bohong sama lo, Sa?"

"Karna gue kenal lo, Jae."

"Gue juga kenal lo, tapi gue nggak sepeka itu sama keadaan lo."

Jaehyuk dan Asahi, telah bersahabat lebih dulu, jauh sebelum mereka berteman dengan yang lain. Asahi mengenal Jaehyuk dengan baik, mulai dari hal kecil seperti Jaehyuk yang tak menyukai makanan pahit, hingga hal besar seperti kegundahan Jaehyuk tentang cita-cita dan masa depan. Tapi tidak dengan sebaliknya.

Jaehyuk tidak setahu itu mengenai Asahi. Entah karna Jaehyuk yang kurang peka, atau kepribadian Asahi yang terlalu tertutup dan sulit ditebak.

Asahi itu misterius, tapi Jaehyuk tahu dia adalah orang baik. Dia bukan orang berbahaya, karna selama ini Jaehyuk selalu merasa aman ketika bersamanya.

"Berarti lo kurang peka," jawab Asahi mengenai perkataan Jaehyuk barusan.

"Lo yang terlalu susah ditebak."

"Sedangkan lo sebaliknya."

"Gue terlalu gampang ditebak?"

Asahi mengangguk pelan. "Iya."

"Kayaknya enggak deh, lo aja yang terlalu peka. Buktinya nggak semua orang sadar sama keadaan gue, cuma lo doang."

"Bagus dong, harusnya lo seneng punya temen yang peka sama keadaan lo," ucap Asahi dengan bangga. "Tapi kalo boleh jujur, lo itu nggak pinter bohong, apalagi sama gue."

"Lo nggak tau aja tentang kebohongan gue sekarang, Sa."

"Gue tau lo lagi bohong," balas Asahi dengan santai. "Udah, nggak usah ganti topik. Lo kenapa?"

"Nggak papa."

"Jangan bikin gue kesel."

"Iya, iya. Maaf." Jaehyuk tersenyum kikuk melihat Asahi nampak kesal karna jawabannya. Namun beberapa detik kemudian, wajah Jaehyuk berubah serius. "Gue kepikiran Bang Junkyu."

Mendengar itu, Asahi mulai mengerti. Jaehyuk pasti memikirkan tentang kematian Junkyu yang juga dibunuh, sama seperti Mashiho dan Doyoung.

"Nggak salah kalo lo kepikiran, tapi jangan berlebihan. Takut ganggu kesehatan lo." Asahi mengingatkan karna sedikit khawatir.

"Gue sedih karna Bang Junkyu meninggal ketika hubungan gue sama dia lagi nggak baik, dan itu yang bikin gue kepikiran." Jaehyuk bercerita tentang keresahannya sejak kematian Junkyu. "Apalagi pas terakhir ketemu sama Bang Junkyu, gue malah debat sama dia."

Asahi mengangguk-angguk, mengerti sepenuhnya dengan kegundahan yang Jaehyuk rasakan.

"Udah, nggak papa. Nggak usah terlalu dipikirin, kan lo nggak salah." Asahi berusaha menenangkan untuk membuat pikiran Jaehyuk kembali positif. "Sekarang Bang Junkyu pasti udah tau siapa pelaku yang sebenernya."

"Tapi dia nggak bisa ngasih tau kita."

"Seenggaknya dia tau kalo pelakunya bukan lo."

Mendengar itu, Jaehyuk terdiam sebelum akhirnya mengangguk pelan.

"Menurut lo, pelakunya bakal ketauan?"

Asahi menyesap teh hangatnya. "Semoga."

••••

Jam menunjukkan pukul satu siang, tapi Jihoon masih nampak berbaring dengan lesu di atas kasurnya.

Sejak kematian Junkyu, Jihoon masih belum bersemangat untuk melakukan apapun. Semua orang masih berduka, tapi Jihoon lebih. Ia sampai bolos kelas hari ini karna tak semangat untuk pergi, yang Jihoon ingin sekarang hanya berbaring sepanjang hari di atas kasur, mengistirahatkan jiwanya yang lelah.

"Siapa yang udah bunuh Junkyu?"

Pertanyaan itu kembali keluar dari mulut Jihoon, untuk yang kesekian kali. Entah ia bertanya pada siapa, karna di dalam kamar itu, hanya ada dirinya.

Jihoon tersentak ketika ponselnya berbunyi, memecahkan suasana hening dalam kamarnya sejak tadi. Dengan malas, ia mengambil ponselnya yang ada di nakas dan mengangkat panggilan yang masuk dari sahabat tertuanya.

"Kenapa, Bang?" tanya Jihoon ketika panggilan antara dirinya dan Hyunsuk telah tersambung.

"Lo di mana, Ji?" Bukan menjawab, Hyunsuk justru balik bertanya.

"Di rumah."

"Nggak kuliah?"

"Bolos."

"Sama."

Jihoon mengernyit. "Kenapa lo bolos?"

"Mau ngurus hp Mashiho."

"Mau gue temenin?" Jihoon seolah tahu maksud dan tujuan Hyunsuk menelponnya saat ini.

"Nggak usah, gue udah pergi duluan dari tadi," ucap Hyunsuk yang membuat rasa penasaran Jihoon bangkit, namun sebelum ia sempat bertanya, Hyunsuk kembali melanjutkan. "Hpnya udah berhasil dibuka, jadi cepetan ke rumah gue sekarang, Ji."

••••

Sore ini, Hyunsuk kembali menyuruh semua temannya untuk datang ke rumahnya dengan alasan yang sama seperti biasa, ingin membicarakan sesuatu. Tak ada yang membantah, karna mereka semua turut penasaran dengan hal yang akan dibicarakan.

"Jadi mau ngomong apa, Bang?" Yedam memulai pembicaraan ketika semua orang telah berkumpul.

"Gue mau ngasih tau, kalo tadi siang gue udah pergi ke konter untuk coba buka hp kedua Mashiho."

"Terus?"

"Berhasil, hpnya kebuka."

Mendengar perkataan Hyunsuk, semua orang seketika penasaran.

"Di hp ini, Mashiho juga nggak nyimpen banyak chat. Cuma sisa beberapa chat terakhir sama orangtua, temen deketnya di kampus, dan beberapa dari kita yang menurut gue nggak penting dan nggak ngasih petunjuk tentang pelakunya." Hyunsuk memberi informasi setelah memeriksa ponsel kedua Mashiho yang membuat semua mendengus kecewa karna kalimat terakhirnya. "Tapi ada satu chat yang menurut gue cukup mencurigakan."

Hyunsuk mengotak-atik ponselnya, lalu menunjukkan screenshoot chat yang ia dapat dari ponsel Mashiho kepada salah satu temannya.

"Malem pas Mashiho dibunuh, dia bukan mau pergi ke rumah Jeongwoo. tapi buat ketemu lo kan, Junghwan?"

Secret | Treasure ✓Where stories live. Discover now