••••

Junkyu duduk seorang diri di kamarnya, tak berencana untuk pergi ke mana-mana atau melakukan apapun. Bahkan ketika Yedam mengajak untuk membahas tentang kelanjutan rencana mereka, Junkyu menolak karna tak bersemangat. Yang ia inginkan sekarang hanya tidur dan mengistirahatkan pikiran, namun tak bisa. Karna setiap ia memejamkan mata, perkataan Jaehyuk tadi sore akan kembali terlintas di benaknya.

Perkataan Jaehyuk yang terdengar seperti ancaman itu, membuat Junkyu takut. Karna bagaimana jika Jaehyuk benar-benar serius dengan ucapannya? Junkyu bisa mati, dan ia tak mau itu terjadi.

"Pusing." Junkyu merasa kepalanya mulai berdenyut karna terus memikirkan banyak hal.

Junkyu bangkit berdiri, berjalan menuju jendela untuk melihat bintang di langit, berharap itu bisa sedikit menenangkan pikiran. Namun bukannya melihat bintang, Junkyu justru melihat seorang lelaki sedang berjalan sendiri di seberang jalan.

Lelaki itu memakai topi dan jaket hitam, mungkin nyaris tak terlihat oleh Junkyu apabila dia tak melintas di bawah lampu jalan, karna pakaian yang ia pakai seolah menyatu dengan gelapnya malam.

"Dia mau ngapain jam segini di luar?" gumam Junkyu, entah bertanya pada siapa karna di sana hanya ada dirinya sendiri.

Junkyu curiga pada lelaki yang merupakan salah satu temannya itu, namun ragu untuk mengikuti karna takut terjadi sesuatu. Tapi akhirnya, Junkyu bergegas mengambil jaket dan turun dengan secepat kilat sebelum kehilangan jejak sang teman.

Junkyu merasa, ada yang tak beres. Siapa tahu, ia bisa menemukan sesuatu jika mengikuti temannya itu, kan?

Junkyu mengikuti lelaki itu dengan hati-hati, beberapa kali ia bersembunyi ketika merasa temannya itu akan menoleh ke belakang. Hingga akhirnya, Junkyu kehilangan jejak.

"Dia ke mana?"

Junkyu menoleh ke sekeliling, mencoba mencari keberadaan sang teman. Tapi tak ada, ia benar-benar kehilangan jejak.

"Sial."

Junkyu mendengus kesal, lalu hendak kembali ke rumah karna sudah kehilangan jejak. Tapi ketika mendengar suara kucing yang cukup nyaring, Junkyu menghentikan niat untuk pulang dan melangkah mendekati asal suara yang sepertinya tak terlalu jauh.

Langkah Junkyu membawanya pada sebuah taman di bagian sudut komplek. Taman yang tak pernah didatangi orang-orang karna lokasinya terlalu jauh, hingga jadi tam terawat dan ditumbuhi banyak tumbuhan liar.

Suara kucing terdengar jelas dari dalam taman, membuat Junkyu penasaran apa yang terjadi padanya.

"Jangan-jangan kesangkut ranting tanaman," terka Junkyu, lalu bergegas masuk ke dalam taman untuk menolong.

Junkyu melirik ke semak-semak, mencari keberadaan kucing tersebut. Hingga akhirnya ia menemukan sesuatu yang membuatnya nyaris pingsan karna terkejut.

Teman yang sejak tadi ia cari, ada di bawah salah satu pohon besar, sedang menyayat perut seekor kucing kecil yang kaki dan tangannya telah terluka parah karna mengeluarkan banyak darah.

Jadi, dia sang pembunuh kucing itu. Apa mungkin, dia juga pembunuh Mashiho dan Doyoung?

Junkyu mengeluarkan ponselnya dengan tangan bergetar, hendak memotret perbuatan kejam temannya itu sebagai bukti agar ia tak bisa mengelak dari tuduhan Junkyu nanti.

Namun sial, flash di ponsel Junkyu menyala, membuat keberadaannya diketahui oleh sang pelaku.

"Bang Junkyu?" Lelaki itu nampak kaget sekaligus panik ketika melihat keberadaan Junkyu. "Lo—"

Belum sempat ia selesai bicara, Junkyu sudah berlari pergi untuk menyelamatkan diri sekaligus bukti yang ia punya. Tak masalah jika ia hanya mendapat satu foto, yang penting ia punya bukti untuk membuat semua orang percaya padanya nanti.

"AAAKHH!"

Junkyu mengerang sakit ketika punggungnya ditusuk dengan sesuatu yang tajam, membuat tubuhnya ambruk saat ia baru saja keluar satu langkah dari taman tak terurus itu.

"Kenapa lo bisa ada di sini?" Lelaki tersebut menduduki tubuh Junkyu dan mengarahkan pisaunya yang berlumuran darah tepat di depan wajah sang teman, membuat Junkyu membeku karna takut diserang apabila memberontak. "Lo ngikutin gue?"

"Iya." Junkyu berterus terang. Berbohong juga percuma, ia sudah tertangkap basah.

"Lo liat apa yang gue lakuin tadi?"

"Iya, gue liat lo ngebunuh kucing nggak bersalah itu." Junkyu kembali berterus terang, dengan jantung yang semakin berdebar kencang karna pisau di hadapannya terasa kian dekat. "Lo psikopat."

"Baru tau? Udah lama kali."

Junkyu terperanjat. "Jangan bercanda."

"Lo liat sendiri apa yang gue lakuin tadi, kan? Gue suka ngeliat kucing itu kesakitan."

"Lo gila." Junkyu nampak emosi, tak menyangka jika ia mempunyai teman sekejam itu. "Gue bakal aduin lo ke semua orang, gue punya bukti."

"Lo pikir gue bakal biarin itu terjadi?"

"Lo nggak bisa ngehentiin gu—AAKH!"

Junkyu menjerit ketika pisau menggores pipi kanannya, hingga mengeluarkan darah segar karna lukanya yang cukup dalam.

"Lo kebanyakan ngomong." Lelaki itu bergantian menggores pipi kiri Junkyu, kali ini dengan luka yang lebih dalam hingga pisau nyaris menembus masuk dalam rongga mulut. "Lo pernah denger pepatah 'mulutmu harimaumu', nggak? Itu cocok sama lo."

Lelaki itu kini menempatkan pisaunya di atas bibir Junkyu dengan posisi tegak, lalu menekannya dengan kuat hingga bibir atas dan bawahnya terbelah pada posisi vertikal.

"Gue nggak pernah berniat untuk bunuh lo, tapi lo terlalu menganggu gue dengan mulut lo ini," katanya sambil menunjuk bibir Junkyu yang kini dibanjiri darah. "Seandainya lo nggak sibuk ngurusin urusan orang lain, lo nggak bakal celaka kayak gini."

Junkyu tak menjawab, karna tidak sanggup. Bibirnya terlalu sakit hingga suara tak dapat keluar, yang bisa ia lakukan hanya menangis dan terus memanjatkan doa dalam hati, berharap ada yang datang untuk menolongnya sebelum teman gilanya itu mencabut nyawanya malam ini.

"Kenapa nangis? Perasaan biasanya lo sok jago banget, berasa pahlawan." Lelaki itu mulai memainkan pisaunya di dada Junkyu, memberikan banyak goresan hingga kaos dan kulitnya sobek.

Air mata Junkyu kian deras, tubuhnya benar-benar sakit sekarang, ia merasa seperti sedang dalam proses pencabutan nyawa.

"Gue capek ngomong. Jadi langsung aja, ya?"

Lelaki itu mengangkat pisaunya tinggi-tinggi, lalu menancapkannya tepat di dada Junkyu hingga darah segar keluar dan mengotori pakaiannya sendiri. Hal itu ia lakukan berulang kali hingga Junkyu menghembuskan napas terakhir dan menutup mata, menandakan jika jiwanya telah meninggalkan raga untuk selamanya.

Lelaki itu kembali menusuk kedua pipi Junkyu hingga pisau benar-benar menembus rongga mulut, lalu memainkan pisaunya di dalam sana secara asal hingga membuat bagian dalam mulut Junkyu terluka parah dan mengeluarkan banyak darah.

"Akhirnya lo bisa diem untuk selamanya, Kim Junkyu."

Lelaki itu lantas berdiri dan mengambil ponsel Junkyu yang terkapar di atas jalan, lalu melangkah pergi dengan santai, tanpa merasa berdosa atas apa yang telah ia lakukan.

Secret | Treasure ✓Kde žijí příběhy. Začni objevovat