Bagian 23 | KKPK🦋

Mulai dari awal
                                    

“Lo ... cowok kedua yang bikin gue yakin, kalo nggak semua cowok sebrengsek ayah gue,” lanjut Yura terdengar lirih. Bahkan suara Yura sedikit gemetar ketika menyebut sosok yang benar-benar dia benci.

“Ah, ayah lo lagi ternyata. Dia ngapain lo lagi, Rin? Pukulin lo? Mana lukanya? Udah diobatin belum? Sakit, ya? Mau ke Bunda supa—” Nan menjeda ucapannya sejenak, keningnya berkerut seperti sadar akan sesuatu.

“COWOK KEDUA? YANG PERTAMANYA SIAPA?!” pekik Nan kencang.

Yura terkejut, tapi setelahnya langsung tertawa terbahak-bahak melihat raut wajah Nan yang ... ah, konyol sekali pokoknya. Sebelas dua belas lah dengan Chaplin kalau lagi kaget.

“Ish! Kok lo malah ketawa?!” ujar Nan kesal.

“Muka lo kayak dugong lagi jantungan tau nggak?” Yura masih tertawa.

Melihat wajah Nan yang jadi masam, tawa Yura perlahan-lahan mereda. Dia menepuk bahu Nan, membuat lelaki itu menoleh sambil berkata ‘apa’ dengan wajah yang galak. Sensitif sekali kayak monyet yang mau direbut pisangnya.

“Yang pertama Om Hen, Nan.” Yura memberi jawaban. “Yakin gantengnya gue ini cemburu sama om-om yang udah punya istri gitu?” tanya Yura dengan lembut.

Senyum Nan langsung merekah mendengar penuturan Yura. “Ya, nggak dong. Masa iya gue merasa tersaingi sama modelan wayang golek gitu,” balas Nan enteng.

BLETAK! Yura memukul kepala Nan dengan kencang, Nan meringis kesakitan seraya mengusap-usap kepalanya yang berdenyut.

“ITU OM GUE!” seru Yura galak.

“Eh, iya, ya.”

Yura memutar atensinya malas, teringat akan sesuatu, lantas dia berkata, “oh, ya, Nan. Btw ....”

“Hm?”

"Kenapa kupu-kupu? Kenapa bukan burung dara aja yang terkenal sama kesetiaannya?" tanya Yura seraya melihat toples yang dipegangnya.

Nan mengikuti arah pandang Yura, dan beralih pada gadis cantik yang sekarang sedang berusaha mengganggu kupu-kupu itu dengan menjentikkan jarinya ke dinding toples dengan senyum yang merekah. Hal itu, membuat Nan jadi ikut tersenyum.

"Burung dara setia sama pasangannya, bukan sama kesedihannya. Mereka emang sama-sama punya sayap buat terbangin kesedihan milik lo, tapi lo harus tau satu hal, Rin."

"Apa?" Yura mendongak, membuat tatapan keduanya bertemu.

"Seburuk apapun kesedihan, pasti lo bakal ngerasain keindahannya nanti. Kayak kupu-kupu yang perlu ngelewatin fase ulat yang menjijikkan agar bisa sampai ke titik di mana dia dianggap pantas ngedapetin hasil dari apa yang udah berhasil dia lewati."

°°°

"Mau pulang?" tanya Nan setelah matahari benar-benar telah tenggelam.

"Nggak. Nggak usah. Sekalian aja nemenin Nyi Roro Kidul di sini," jawab Yura sedikit ketus.

Nan terkekeh, dalam hati bersyukur karena Yura yang dia kenal telah kembali. Yura yang ketus, galak, banyak bicara, dan suka menebar tawa tentunya.

"Rin, nanti jangan diem aja, ya? Kita, kan, bukan lagi mengheningkan cipta," ucap Nan. "Gue nggak suka ah kalo lo cosplay jadi Limbad kayak pas dateng tadi," sambungnya.

"HAHAHA." Yura tertawa dengan kepala yang manggut-manggut, mengiyakan.

Nan tersenyum simpul. "Lo ... beneran mau pindah, Rin?" Nada suara Nan nampak lirih.

Kupu-kupu & Pelepasan Kesedihan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang