Bagian 23 | KKPK🦋

126 74 75
                                    

Keduanya turun dari atas motor, berjalan menyusuri pantai tanpa satu pun riuh tawa atau pertengkaran seperti yang mereka lakukan biasanya. Kini, hanya hiruk-pikuk pengunjung lain yang masuk ke dalam pendengaran Nan tanpa permisi.

Yura menghentikan langkahnya, sembari mendudukkan bokongnya di atas bebatuan yang besar, begitupun Nan. Gadis itu masih fokus pada gemuruh kepalanya sendiri, tak mengacuhkan Nan yang berkali-kali berusaha membuka suaranya.

Apa gue kasih sekarang aja, ya? tanya Nan dalam hati.

Nan menatap hamparan pantai yang terbentang, mendengarkan deburan ombak yang menyelinap ke telinganya bagai musik pengantar tidur. Di sampingnya, Yura masih menyulam bisu sedari tadi. Enggan berbicara entah karena sedang sariawan, atau sebab dunia yang lagi-lagi berhasil menyudutkan suara indahnya.

"Rin, gue ada sesuatu buat lo," ucap Nan mencoba memulai obrolan yang sejak beberapa menit lalu tak jua digubris oleh gadis itu.

Yura hanya menoleh, tak berniat menjawab.

"Mau tau atau nggak?" tanya Nan memastikan.

Yura mengangguk. "Apaan?" Kini Yura yang bertanya.

Nan bangkit dari duduknya, menepuk-nepuk bokongnya yang sedikit kotor. Yura hanya diam saja, tidak begitu peduli pada apa yang dilakukan laki-laki yang notabene-nya adalah adik kelasnya. Setelah beberapa menit, Nan kembali membawa sesuatu yang membuat keningnya sukses mengernyit heran.

"Kupu-kupu?"

Nan mengangguk dan kembali duduk. "Buat ngelepas kesedihan lo. Supaya nggak ditekuk mulu itu muka. Kayak ketek gue tau jadinya!" ucapnya sedikit kesal.

"Gimana ngelepasnya? Lo lupa, ya, kalo sedih itu udah jadi bagian dari hidup, dan apa lo bilang tadi? Muka gue yang cetar membahana gini lo bilang mirip ketek lo? Mau muntah paku apa bekicot kayak di film suami gue?"

Nan terkekeh geli. Oke, sepertinya suara Yura telah hidup kembali dari mati suri. Yura yang seperti inilah yang ia suka, bukan Yura yang hanya diam seperti telah kehilangan pita suara.

"Asyik! Arinku come back! Lo abis ke mana aja tadi, Rin? Dedemit pantai udah bawa lo ke mana? Sialan banget main bawa-bawa cewe gue aja."

Yura memukul kepala Nan dengan kencang, membuat Nan meringis kesakitan. Ingin sekali Arin membuang laki-laki tengil ini ke pantai.

"Pulang, yuk!" ajak Yura dengan tampang tak berdosa.

Nan hanya menghela napas, mengutuk gadis di sampingnya agar selalu bahagia. Walaupun ia sendiri tahu, tidak ada kebahagiaan yang selalu. Semuanya silih berganti sebagaimana dunia yang tak pernah berpusat pada satu titik. Seperti pagi dan malam, itulah kehidupan. Tak menetap, selalu berpindah dari satu langkah ke langkah lain untuk menggapai arti.

"Sebentar. Gue mau liat senja biar kaya anak indie." Nan menjeda ucapannya sejenak.

"Ini." Ia memberikan toples berisi satu kupu-kupu dan tiga kepompong yang masih tergantung di batang minimalis itu.

"Gini, kalo lo lagi ada apa-apa, jangan dipendam sendiri. Kalo lo nggak mau cerita ke orang, ceritain aja ke kupu-kupu ini, terus lo lepas deh. Biar kesedihan lo ilang, dibawa terbang sama binatang tercinta gue ini." Nan mengakhiri ucapannya dengan tersenyum. Memberi sedikit kekuatan kecil untuk gadisnya—si kakak kelas yang tak sekuat kelihatannya.

Yura terdiam sesaat, menghela napas panjang, lalu tersenyum manis. “Makasih, Nan. Makasih udah tetep sabar ngadepin gue yang terlalu banyak masalahnya, nggak jelasnya, anehnya, ngomelnya. Lo ....” Yura mengulum bibirnya ke dalam, tampak gugup.

Kupu-kupu & Pelepasan Kesedihan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang