Bagian 14 | KKPK🦋

167 153 39
                                    

Nan memarkirkan kendaraannya di depan panti, melepas helmnya lantas merapihkan rambutnya yang sedikit berantakan. Sebelum beranjak, ia menepuk-nepuk motornya sejenak.

“Baik-baik di sini, ya, Kreta.” Nan memberi pesan pada motor matic yang diberi nama Kreta. “Jangan kabur, kalo ada yang mau ngambil kamu, teriak aja, oke? Jangan sungkan-sungkan, apalagi malu-malu kucing. Inget lho, kamu ini motor, bukan cewek,” imbuhnya lagi.

“Oke, Nan ganteng,” jawab Nan sendiri dengan suara ala-ala tikus kejepit.

“Nan ...,” panggil Dara yang sudah jengah melihat kelakuan putranya.

Nan menoleh, memperlihatkan cengirannya seraya beranjak dari halaman menuju Dara yang tengah berdiri di dekat teras panti.

“Eh, Bunda ....”

Dara menghela napas pelan, menatap putranya dengan sorot intimidasi. “Habis dari mana kamu?” tanya Dara mengalihkan netranya pada jam dinding yang terletak di atas pintu, dan kembali menatap Nan lagi yang tengah menggaruk tengkuknya.

“Ngapelin pacar dong, Bun,” balas Nan sekenanya.

Mata Dara membulat. “Pacar? Kamu punya pacar?” Dara bertanya lagi untuk memastikan.

Nan tersenyum jail. “Eum ... calon, sih,” jawabnya dengan tampang tengilnya.

“Waah! Kapan-kapan bawa ke sini, ya!? Bunda mau pedekate sama calon menantu.” Dara berucap dengan binar mata yang terpancar senang, melenceng jauh dari dugaan Nan yang ia pikir akan marah besar.

“E-eh! Nan bercanda, Bun. Just kidding, just kidding. Lagian, Bunda kok nggak marah, sih? Nan, kan, masih imut gini. Nggak boleh pacar-pacaran, tau.”

Bahu Dara merosot kecewa. “Yah, kamu. Kenapa segala bercanda, sih? Padahal bagus kalo kamu punya pacar, jadi tetangga di sini, kan, nggak mikir kalo kamu itu suka sama Farhan,” ucap Dara yang membuat kedua mata Nan sukses melotot tak percaya.

“Maksudnya Nan jeruk makan jeruk gitu!?" pekiknya tak bisa dibendung. “Enak aja! Nan cowok sejati gini lho, Bun. Masa dibilang suka sama modelan kresek item gitu?” Ia bergidik ngeri kala kepalanya secara mandiri membayangkan dirinya menyukai Farhan. “Iih! Nggak, nggak!” cicitnya merinding dengan tangan yang bergerak mengusir bayangan-bayangan buruk di kepalanya.

“Lagian kamunya juga, sih. Jomblo ... terus. Udah mau SMA lho kamu, masa iya belum nemu cewek satu pun,” papar Dara masih menghasut.

Nan menghela napas pelan. “Ada, sih, Bun.” Raut wajah Nan tampak layu. “Tapi ... belum jinak. Masih jadi singa si ratu hutan,” jawab Nan.

Dara manggut-manggut mengerti. “Yaudah, semangat jadi pemburunya, ya.” Dara menepuk-nepuk bahu Nan dengan maksud memberi support.

“Eum ... Bun? Nggak jadi marah? Nan, kan, pulang larut banget,” tanya Nan mengingat wajah Dara saat kepulangannya tadi.

“Astagfirullah! Bunda lupa, Nan!” pekik Dara menepuk dahinya. “Dicancel aja deh marahnya. Kamu siap-siap, ya. Nanti Bunda bilangin kalo Bunda lagi pengin.”

Nan mengangguk. “Yaudah. Ayo masuk, Bun. Banyak nyamuk,” ajak Nan yang diangguki oleh Dara.

°°°

Nan melemparkan tubuhnya ke kasur seusai membersihkan dirinya yang lengket bak permen lollipop yang menyentuh kulit. Ia memejamkan mata, memunculkan sosok Yura dengan raut wajah sendu saat menyuarakan isi hatinya.

“Rin ... Rin. Kalo bukan Alam yang lo jadiin tempat cerita, terus siapa? Apa ... Kak Diva? Atau ... lo tampung ini sendirian?” monolog Nan.

Kupu-kupu & Pelepasan Kesedihan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang