Bagian 2 | KKPK🦋

290 201 100
                                    

Kritik dan sarannya, siap aku terima.
Oke, happy reading!

°
°
°
/\/\/\

Ayam jantan telah berkokok dengan kerasnya bersamaan dengan Sira yang kini sedang berjalan menuju kamar anak gadisnya yang masih asyik bergelut dengan mimpi. Mimpi yang selalu saja menjadi musuh dari seorang Yurarin. Entah karena apa, Sira tidak pernah mengetahuinya sebab Yura selalu saja menghindar jika dia bertanya.

"Ra, bangun. Udah siang, lho, kamu nggak mau siap-siap sekolah?" cicit Sira seraya menepuk-nepuk bahu Yura.

Yura mengerjapkan matanya, menguap sebentar untuk menutup tidurnya yang cukup nyenyak malam ini.

"Nah, sekarang kamu mandi, ya. Ibu udah siapin sarapan buat kamu. Tehnya nanti kamu buat sendiri, nggak papa, kan?" tanya Sira diangguki oleh Yura.

"Ya sudah. Ibu berangkat kerja dulu. Nanti hati-hati di jalan, jangan aneh-aneh di sekolah, ya."Sira bangkit setelah mencium kening Yura dengan tulus.

"Hati-hati, Bu."

Setelah kesadarannya sudah cukup terkumpul, Yura bangkit untuk segera bersiap-siap. Weekend-nya yang datang selambat siput, kini sudah berakhir secepat kilat.

Hanya butuh waktu sepuluh menit untuk Yura siap dengan balutan seragam kebanggaan sekolahnya. Dia menatap datar kloningannya dalam cermin, merapihkan sekali lagi rambutnya yang terus saja nampak berantakan dalam iris coklatnya.

Setelah dirasa sudah cukup, Yura berjalan menuju dapur. Mengambil piring juga sendok makan dari rak, lantas menaruhnya di meja makan. Dipindahkannya secentong nasi goreng ke atas piring, lalu mengisi gelas kosong sekosong hatinya dengan air hingga penuh.

Yura melahap nasi goreng buatan ibunya yang tak pernah berhenti dia puja. Masakan dari seorang Sira memang tak pernah mengecewakan siapa pun, itulah alasan mengapa Sira ditakdirkan bekerja sebagai chef di salah satu restoran di kota ini.

Yura menutup sarapannya dengan meneguk segelas air putih hingga tandas, lalu mengangkat langkah beratnya menuju halte tak jauh dari rumah untuk bertemu kendaraan yang menunaikan tugas ayah.

Tanpa menunggu lama, Yura naik ke dalam angkot yang dipenuhi orang-orang, tapi masih cukup untuk tubuhnya duduk. Matanya menatap tak tentu arah, kadang lurus, kadang ke samping, kadang juga ke belakang. Ke mana saja asal dia bisa menemui nyaman.

“Kiri, Bang!” seru Ibu-ibu dengan tangan yang menenteng belanjaan dari pasar. Yura mengekori di belakang, ikut turun. Bukan karena mengikuti Ibu-ibu tersebut, bukan. Tapi letak sekolahnya hanya tinggal menyebrang jalan saja dari sini.

Lengkungan sesekali terbit di wajah Yura ketika senyum-senyum orang lain menyapa paginya. Binar mata cerahnya nampak indah, berusaha menandingi sang mentari yang angkuh dengan cahayanya di atas sana.

Dengan langkah yang pasti, dan semangat karena nasi goreng Sira, dia melangkah melewati pagar menuju kelas. Namun, sebelum itu tertuntaskan, alisnya bertaut bingung mendapati suasana lapangan yang tampak tiga kali lipat lebih ramai dari dua hari yang lalu.

“Woi, Ra!” panggil seseorang dari belakang, membuat beberapa pasang mata menatap sosok itu untuk beberapa detik.

Yura tahu itu suara siapa, makanya dia menoleh sekarang. Menghentikan langkahnya demi menunggu laki-laki yang menjelma musuh, tapi berstatus sahabatnya juga.

“Masih pagi kali, Lam. Udah teriak-teriak aja lo,” ucap Yura sambil berjalan kembali didampingi laki-laki yang tengah mengatur deru napasnya sendiri.

Kupu-kupu & Pelepasan Kesedihan [END]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن