Bagian 22 | KKPK🦋

117 76 24
                                    

Ekor mata Nan tak henti-hentinya menangkap toko-toko di pinggir jalan, kini dia sedang mengendarai motor maticnya menuju rumah Yura yang terletak di salah satu sudut kecil milik Kota Jakarta. Hilir-mudik para manusia memang tak pernah berhenti, sebagaimana jantung yang terus berdetak sampai takdir mengatakan pulang.

Nan, dalam fokusnya pada jalan, bayangan-bayangan Yura bersama harapan yang terus Nan rawat, bercampur bagai desiran angin yang dihempas oleh gerak-gerik kendaraannya; memeluknya dalam tanya yang ingin dia temui antonimnya.

Nan memarkirkan motornya di depan halaman rumah Yura, lalu turun, dan merapihkan seragamnya yang sedikit berantakan. Tak lupa dia melepas helm yang melindungi kepala, lantas berjalan bersama senyumnya yang tak kunjung lepas dari bibir itu, membawa kelegaan ketika melihat pintu rumah itu terbuka lebar-lebar.

“Akhirnya ...,” gumam Nan sambil membuang napas lega.

"Assalamualaikum, Bu," ucap Nan kala melihat Sira yang kebetulan keluar dari rumah sederhananya.

Sira meletakkan kotak yang dipegangnya di lantai, lantas menghampiri Nan yang kini berdiri tepat di dekat teras.

"Waalaikumussalam," jawab Sira ramah.

Nan mencium punggung tangan Sira—salim. "Apa kabar, Bu?" tanya Nan sembari melongok ke dalam rumah yang nampak kosong, tidak seperti biasanya.

Sira tersenyum simpul. “Alhamdulilah, baik, Nak.”

Alhamdulilah. Hm ... Arinnya ada, Bu?”

"Yura, ya?" tanya Sira memastikan.

Nan mengangguk, dahinya mengernyit heran. "Itu kok barangnya pada dikeluarin, Bu?" tanya Nan lagi dengan perasaan yang mulai tak enak.

Sira hanya melempar senyum. "Ibu panggilkan Yuranya dulu, ya." Setelah berucap itu, Sira masuk ke dalam.

Nan membuang napasnya panjang, mengalihkan atensinya untuk sejenak ke arah tanaman yang terpajang rapih di sekitar halaman. Cuaca panas Jakarta sedikit terbantu dengan hilir angin yang menerpa pohon mangga tak jauh dari tempatnya berdiri.

"Ada apa?"

Suara yang sudah lama tidak Nan dengar menginterupsi, membuat Nan segera berbalik, menghadap ke arah Yura yang mengenakan pakaian sederhana. Kaos putih bergambar pantai dengan lengan yang digulung sekali, ditambah celana jeans hitam selutut juga bando bermotif sapi ikut melengkapi penampilan Yura saat ini.

"Ke mana aja?" Nan membuka suara, melipat tangannya di depan dada sambil memasang wajah angkuh.

Yura menghela napas, alih-alih menjawab gadis itu malah berjalan menuju bale kayu yang berada tepat di bawah pohon mangga.

"Di rumah," jawab Yura singkat.

Nan ikut duduk. "Nggak ke mana-mana?" tanya Nan lagi.

Yura menggeleng. Ya, hanya menggeleng.

Nan bergumam, sudah lama tidak bertemu, dia jadi canggung sendiri.

“Gue cari lo, selama seminggu dateng-pergi ke rumah plus kelas lo. Tapi, lo nggak ada. Rin, seriusan lo cuma di rumah aja?”

Setelah menghela napas lelah, Yura mengangguk meskipun di lubuk hatinya, dia jelas menggeleng. Benar, Yura berbohong.

Nan manggut-manggut saja, tanya-tanya yang sudah dia siapkan entah ke mana hilangnya. Dia beralih pada tumpukan barang-barang di depan rumah Yura.

Kupu-kupu & Pelepasan Kesedihan [END]Where stories live. Discover now