Bagian 11 | KKPK 🦋

171 153 66
                                    

"Makasih banyak, Bocil."

Bibir Yura mengukir senyuman lebar ketika dirinya telah turun dari atas motor matic milik Nan. Atensinya masih mengarah pada laki-laki yang kini tengah mengeluarkan sesuatu dari dalam tas.

"Buat nambah koleksi lo," ujar Nan menyodorkan kantung plastik.

"Ini apaan?" tanya Yura seraya membuka kantung plastik tersebut. "Wah, komik!" pekiknya riang.

Nan mengangguk kecil. Sedetik kemudian, ia menyalakan mesin motornya untuk segera pulang. "Gue balik, ya," ucapnya berpamitan.

"Eh, tunggu dulu!"

"Kenapa lagi?"

Yura berkacak pinggang dengan kantung plastik yang terlihat menggantung di tangan kirinya. "Atas dasar apa nih lo tiba-tiba jadi baik ke gue?" tanyanya curiga.

Nan berdecak seraya memutar bola matanya malas. Gadis di hadapannya ini hobi sekali negatif thinking. "Masih nggak paham juga lo?" Nan balik bertanya.

Yura menggeleng. "Gue nggak bisa bahasa kode-kodean. Mending frontal aja, deh."

"Tutup mulut. Jangan bilang ke siapa-siapa kalo gue lagi cari kerja paruh waktu," jawab Nan menutupi fakta.

"Yakin cuma karena itu?" Alis Yura terangkat satu.

Nan menatap intens manik coklat Yura yang redup untuk beberapa detik. "Emang lo maunya karena apa?" tanya Nan dengan raut wajah yang menggoda.

Reflek mata Yura menatap ke atas—memutuskan kontak mata dengan laki-laki di hadapannya. Bibirnya mengulam ke dalam tanda dia sedang gugup. Pasalnya, ketampanan Nan bertambah dua kali lipat dengan wajah begitu. "Udah sana pulang! Udah malem juga, dih," ungkap Yura mengalihkan topik.

Nan terkekeh geli, ia kembali memasang helm yang dilepasnya tadi. "Ya udah. Gue balik, ya," pamitnya, tapi masih belum juga beranjak dari sana. "Rin." Nan memanggil.

"Hm?"

"Gue suka sama film "Tom and Jerry" yang secara nggak langsung memperlihatkan kedekatan mereka lewat pertikaian yang sering bahkan selalu terjadi di setiap pertemuan. Tapi, gue nggak kalah suka sama film "Mariposa" yang di mana sisi imutnya Iqbal itu cuma milik Acha," jelas Nan panjang kali lebar macam rumus persegi panjang.

Penglihatan Yura berjelajah dengan bibir yang bergumam—berlagak berpikir dengan otaknya yang memiliki signal hanya 3G. "Jadi? Intinya apaan?" tanya Yura mengenyahkan aksi sok berpikirnya tadi.

Nan tersenyum kecil, sudah menduga bahwa gadis itu takkan paham. "Sering-sering kalem, ya. Biar tambah cantik." Setelah mengucapkan itu, Nan segera menjalankan motornya yang sedari tadi sudah menyala.

Yura melongo, menatap kepergian laki-laki itu dengan wajah yang ... ah, sulit dijelaskan. "Apa, sih? Nggak jelas," gumam Yura heran sendiri.

"Dia bilang gue cantik?" Yura mengayunkan kakinya menuju rumah, dia tersenyum miring. "Basi banget."

°°°

Gadis itu mengeratkan cengkraman pada tas ransel miliknya, manik coklatnya menjelajahi sekitar mencari-cari batang hidung yang sudah lima belas menit dia tunggu. Yura menghela napas gusar, melirik jam tangan sambil berdecak.

"Si Alam nyangkut ke mana sih?" geramnya kesal. Matahari terpancar semakin terik, menandakan waktu yang semakin siang. Ini sudah pukul tujuh kurang lima belas menit, tapi laki-laki yang berjanji menjemputnya itu tak kunjung datang.

Yura membuka kolom chat-nya dengan Alam, ia menekan tombol panggilan lalu menempelkan ponsel tersebut ke telinga. "Angkat dong, Lam!" ucapnya penuh harap pada telepon yang hanya mengeluarkan suara berdering.

Kupu-kupu & Pelepasan Kesedihan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang