Bagian 5 | KKPK🦋

226 192 103
                                    

Matahari kini bersembunyi di balik gelapnya awan. Sepertinya hari ini langit sedang membersamai duka seseorang, terbukti dari rintik-rintik kecil yang mulai turun untuk memberi napas tumbuhan-tumbuhan yang ada.

Gadis mungil yang masih berpakaian sekolah itu menatap jendela metromini dengan khidmat. Ia tak lain dan tak bukan adalah Yura yang baru saja menyelesaikan pembelajaran di sekolahnya.

"Lo beneran mau ke sana sendirian, Ra?" tanya Diva dari sambungan telepon.

"Iya, Div. Lagian lo, kan, lagi sibuk sama kerjaan lo."

"Alam?"

"Dia nggak tau soal ini."

Diva mendengus. "Lo masih aja susah percaya sama orang ternyata. Eh, tapi si Alam, kan, bukan orang. Harusnya lo percaya sama dia dong?"

Yura tersenyum kecil, sedikit teringat dengan moment di mana Yura mempertemukan Alam dengan Diva.

Benar-benar menggelitik. Bagaimana tidak? Saat Alam bertemu dengan Diva, alih-alih menyebut nama, tapi laki-laki itu malah membuang angin tepat saat Diva memperkenalkan dirinya.

Gas beracun itu seperti menyambut Diva dengan cara yang tidak aesthetic. Sejak saat itu lah, Diva memblacklist Alam dari daftar pertemanannya.

"Ra, udah dulu, ya. Gue mau lanjut kerja. Lo hati-hati, ya. Kalo butuh jemputan, nanti bilang gue aja, ok!"

"Oke, Div. Makasih banyak."

Sambungan terputus.

Yura menyenderkan kepalanya di kursi, untungnya metromini saat ini sedang sepi jadi ia bisa mendapatkan tempat duduk sesuai keinginannya.

Yura sedikit membenarkan posisi duduknya saat kursi di sebelahnya diisi oleh seseorang. Dia tak berniat menoleh, yang asing biarlah asing. Tapi, sebuah suara yang familier membuat matanya beralih.

"Hai, cewek!" sapa orang itu sambil menyunggingkan senyum.

Yura kembali mengarahkan matanya ke luar jendela, malas berhadapan dengan laki-laki di sampingnya karena orang itu adalah Nan. Orang yang akhir-akhir ini mengisi hari-hari Yura dengan perdebatan.

"Lo mau ke mana?" tanya Nan membuka pembicaraan.

"Kepo, lo."

"Kepo? Itu di mana?"

"Mending lo diem, deh. Suara lo itu bikin mood gue jadi jelek tau!"

"Gue tebak, pasti dia jadi jelek karena sampingan sama gue yang ganteng pake banget ini, kan?"

"Mending tingkat kepedean lo itu suruh senam di komplek, deh. Kasian udah obesitas," jawab Yura.

Nan tertawa, membuat Yura sedikit terkejut. Untuk yang pertama kalinya dia melihat laki-laki tengil ini tertawa dengan tulus. Biasanya, hanya tatapan malas atau nyolot yang dia lontarkan. Pernah sih liat ini bocah ketawa, tapi nggak setulus sekarang.

"Apa? Terkesima sama ketawa gue yang keren, ya?" tanyanya menangkap basah Yura yang masih asyik memperhatikan.

"Bukan. Itu—" Yura menunjuk bibir Nan yang berwarna pink alami. "Ada cabe di gigi lo," lanjutnya.

Nan buru-buru membuang wajahnya, mungkin untuk menghempaskan sesuatu yang membuat kedua pipinya bersemu merah sebab menahan malu.

Indra pendengaran Nan mendengar suara kekehan kecil. Hal itu membuat netra hitamnya menatap sang pelaku yang sedang menahan tawanya.

"Lo ngibul, ya?" tuding Nan.

Yura tertawa mendengarnya, kepalanya terus mengingat mimik wajah Nan tadi. Sedangkan Nan, dia diam memperhatikan. Memberikan waktu kepada gadis di sampingnya untuk menyelesaikan tawanya.

Kupu-kupu & Pelepasan Kesedihan [END]Where stories live. Discover now