"Panggil aku Liona aja, nggak usah pake 'Kak'. Aku nggak gila hormat kayak mereka." Liona memandang kelima sahabatnya satu persatu.

"Emangnya Seran suka ngomong nggak enak sama kamu?"

"Oh, nggak kok. Kak Seran baik banget. Iya kan, Kak?" Lita menoleh dan membuat senyumnya semanis mungkin di depan Liona, namun memutar bola matanya ketika melihat Seran.

"Lio, Lita itu manis dan baik, 'kan?" Daffa menatap Liona dan Lita bergantian.

"Iya. Lita lucu orangnya. Aku suka," jawab Liona yang tentunya membuat Lita tersipu malu.

"Kalo aku sama Lita, kamu rela nggak?"

Liona memukul lengan Daffa dan tertawa. "Mau sama kambing pun aku rela kok."

Entah kenapa pemandangan di depannya malah membuat Lita sedikit sedih. Bagaimana mungkin Liona bisa tinggal lama di rumah sakit jiwa? Kalau sedang stabil seperti saat ini Liona benar-benar terlihat sehat.

"Berarti aku boleh jadi pacarnya Lita?"

"Kok kamu nanya aku? Tanya Lita dong. Dia mau apa nggak?" Liona menatap Lita lembut.

Mirip Kak Farla.

"Gimana, Arcalita?" Daffa melompat dari atas kasur ke tempat duduk Lita.

"Eh, apa, Kak? Jadi pacar Kak Daffa? Bisa aja bercandanya." Lita menggeleng-gelengkan kepalanya tertawa.

"Iya, Daffa. Kamu jangan bercanda begini. Kasian ada yang ketar-ketir juga kalo Lita nanggepin serius permintaan kamu." Liona tersenyum misterius ke arah lainnya yang dari tadi hanya menonton mereka bertiga ngobrol.

*

"Kak Farla pasti seneng kita kasih kado ini." Erin memeluk kotak yang terbungkus kertas kado bermotif balon berwarna-warni.

Lita mengangguk, tersenyum puas. Sepulang sekolah tadi ia mengajak Erin ke salah satu mall dekat rumah untuk membeli kado. Besok ulang tahun Farla dan sejak Farla meninggal, Lita serta Erin akan merayakannya secara sederhana berdua saja.

"Bentar, Rin, jangan nyebrang dulu." Lita mencegah Erin yang sudah bersiap menyebrang jalan.

Lita merogoh tas mencari ponselnya yang berdering tanpa henti. Erin duduk di halte menunggu Lita yang masih sibuk mencari ponselnya. Lita sampai tidak sadar kalau ia berdiri di tepi jalan.

"Nah, ini dia..." Lita merasakan tangannya menyentuh ponsel bersamaan dengan sebuah motor yang melaju kencang di dekatnya.

"Kak Lita!" Erin berteriak panik melihat kakaknya yang tidak sadar oleh kehadiran motor itu.

Beruntung seseorang menariknya dari tepi jalan, meskipun lutut Lita harus tergores trotoar  karena badannya terhempas oleh tarikan tadi. Beruntung badannya selamat dari tabrakan motor yang langsung melaju begitu saja tanpa minta maaf itu.

"Bisa nggak sih berdirinya jangan di pinggir banget?!" bentak seseorang yang baru saja menolong Lita.

"Erick?" Lita baru sadar kalau yang menariknya barusan adalah Erick.

Erick didepannya bukan seperti Erick yang biasa dia temui di sekolah. Erick yang ini terlihat berantakan penampilannya. Erick yang dikenalnya paling anti ke luar rumah hanya mengenakan jersey salah satu klub Liga Inggris dan celana jeans. Minimal pakaiannya ketika ke luar rumah itu kemeja yang modelnya lagi hits. Rambutnya juga tidak akan seberantakan ini. Erick bakal langsung panik setengah mati kalau ada satu helai rambutnya yang melenceng dari tatanan hair stylist pribadinya. Ya, dia punya hair stylist pribadi yang bikin Lerina iri ampun-ampunan.

Almost Paradise [COMPLETED]Where stories live. Discover now