Bab 41

526 41 2
                                    

Mata Bulan melotot, kepalanya menyusuri setiap sudut tembok di bawah tanah ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mata Bulan melotot, kepalanya menyusuri setiap sudut tembok di bawah tanah ini. Ia tak percaya akan apa yang sedang ia lihat.

Ada sekitar seribu wajah tergantung di tembok. Bulan berjalan mendekati benda itu. Tangannya terangkat, mengambil salah satu.

Ini Bukanlah kulit asli, hanya topeng yang tak memiliki pembeda dengan yang asli. Sangat mirip.

Shezan dan Kenzi melakukan hal yang sama. Melihat dengan teliti topeng-topeng ini. Untuk apa wanita itu mengumpulkan semua ini?

Satu pertanyaan terlintas di otak Bulan. Dari mana wanita itu memiliki ide untuk membuat wajah yang berbeda-beda?

Bulan memutar kepalanya, tatapannya terhenti di satu titik. Bulan langsung berjalan cepat menghampiri topeng dengan wajah orang yang paling ia sayangi. Bundanya.

Ya, wajah bunda Bulan ada di sini. Terpasang di dinding paling rendah. Kini satu pertanyaannya terjawab. Yang ia lihat dulu hanyalah topeng yang terpasang di wajah jelek wanita itu.

Bulan tersenyum memandang topeng yang berada di genggamannya. Ia seperti sedang melihat wajah bundanya yang asli.

Saat Bulan hendak melihat apa yang dilakukan teman-temannya, matanya menangkap pintu besi di sudut ruangan.

"Ken, She itu apa?" Bulan menunjuk pintu itu.

Kenzi bergidik, Shezan menggeleng. Kenzi memberanikan diri menghampiri pintu. Menurunkan tuasnya, siapa tahu tak terkunci dan benar, dapat terbuka.

Bulan dan Shezan mengikuti Kenzi yang melangkah masuk lebih dulu. Mereka dibuat terkejut untuk yang kedua kali.

Banyak jeruji besi, seperti penjara. Semuanya diisi oleh para perempuan yang penuh luka, penuh air mata. Saat mereka bertiga masuk semua perempuan berteriak meminta tolong.

Bulan berhenti di depan jeruji besi yang di dalamnya terdapat seorang gadis, ia diam tidak seperti lainnya.

"Sejak kapan kamu di sini?" Bulan tersenyum. Meyakinkan gadis itu bahwa ia bukan orang jahat.

"Dua minggu." Gadis itu mendekat. Wajahnya tetap berekspresi datar.

"Selamatkan kami sebelum nyawa kami menghilang! Seperti mereka yang terkubur dibalik pintu itu." Gadis itu menunjuk pintu kayu.

"Wanita itu psikopat, bukan hanya membunuh tapi juga memutilasi dan menyiksa kami dengan tak wajar. Selamatkan kami!" Gadis itu meraih tangan Bulan.

"Tenanglah! Kami akan menelpon polisi." Bulan menepuk-nepuk tangan wanita itu.

Kenzi berlari menghampiri Bulan, "Gue udah cek pintu itu. Banyak gundukan tanah."

Bulan mengangguk, "Kita keluar dari sini."

"Saya akan kembali." Gadis itu mengangguk.

Kala Bulan meneliti sekali lagi wajah-wajah yang tergantung, ia menemukan wajah sahabat bunda yang baru ia temui ada di sana.

"Telpon polisi She! Ki-ta harus pergi dari sini!" Kenzi dan Shezan mengangguk.

...

"Bagaimana pertunjukannya Bulan? Senang bisa melihat wajah bundamu?" Wanita itu, dengan wajah aslinya. Tersenyum lebar.

Bulan menatap tajam wanita itu. Tangannya mengepal erat.

Di belakang wanita itu, banyak laki-laki berpakaian hitam. Tiga melawan belasan laki-laki. Tidaklah seimbang.

"Apa salah keluarga saya? Bahkan saya tidak mengenal Anda." Bulan berucap pelan. Matanya menatap wanita itu dengan penuh kebencian.

"Tapi saya mengenal orang tuamu."

"Kamu pikir Amel anak tiri ayahmu? Amel anak kandungnya. Ayahmu memuaskan nafsunya bersama saya. Namun, tak bertanggung jawab. Lebih memilih bundamu dan kamu yang ada di dalam perutnya. Karena apa? Karena wajah saya seperti ini. KAMU TAHU?" Wanita itu berkata dengan penuh penekanan.

"Semua itu takkan terjadi jika mereka tak bertengkar. Hingga membuat ayahmu pergi ke club malam dan menemukan saya."

"Buktinya ayahmu menikah dengan saya ketika luka bakar ini tertutupi. Ini balasan untuk laki-laki yang memandang fisik." Wanita itu tertawa jahat.

"Tidak. Anda berbohong. Tak mungkin seperti itu."

"Tapi saya senang mereka mati di tangan saya. Sekarang giliranmu." Sara tersenyum jahat.

"Tapi, mereka semua tidak bersalah," ucap Shezan.

"SALAH, MEREKA SALAH KARENA TERLALU CANTIK," teriak Sara, sampai urat lehernya terlihat.

"Bunuh mereka!" Ucapan wanita itu membuat semua laki-laki itu maju.

Mereka semua bersenjata. Bulan dan kedua temannya tak memegang apapun.

"Gunakan apa yang ada!" Ucap Kenzi. Diangguki kedua temannya.

Bulan mengambil guci di meja. Memukul kepala seorang laki-laki dengan itu, hingga orang itu pingsan dengan kepala penuh darah.

Bulan menendang kepala seseorang yang mendatanginya, meninjunya dan menendang kejantanan pria itu.

Kenzi memutar tubuhnya dengan tangan berpegangan pada pilar. Menendang setiap musuhnya.

Shezan menghindari setiap peluru yang ditujukan padanya. Ia menendang tangan pria yang memegang pistol itu. Hingga, pistolnya beralih di tangannya.

Butuh waktu lama untuk menumbangkan semua anak buah Sara. Pelipis Bulan berdarah,  begitu pun sudut bibirnya.

Bulan menghampiri wanita itu dengan menggenggam pistol. Menekan pelatuknya, menujukannya ke arah wanita itu.

Semua tak ada yang menembus tubuh Sara. Bulan kesal,  tubuh bundanya menghantui pikirannya. Bulan menjatuhkan pistol, berlari menghampiri wanita itu. Lagi pula, wanita itu tak membawa senjata apa pun.

"BULAN JANGAN!" teriak Kenzi.

Jleb!

Perut Bulan ditusuk dengan pisau tajam yang baru saja wanita itu ambil dari saku.

Bulan menunduk, menatap perut sebelah kirinya yang mengeluarkan darah. Kaos birunya sudah semerah darah.

Bulan tumbang. Tubuhnya disangga Shezan.

Sebelum tubuh Bulan tumbang sempurna. Wanita itu menunduk, mengambil pistol yang ada di bawahnya.

"JANGAN!" teriak Kenzi.

DOR
DOR

Bulan tergeletak di pangkuan Shezan. Matanya meredup, "Bunda," ucapnya dengan lemah, sebelum matanya tertutup sempurna.

"BULAN."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Massa (TAMAT)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang