Bab 25

249 35 5
                                    

Rooftop sekolah, menjadi tempat selanjutnya untuk pembullyan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rooftop sekolah, menjadi tempat selanjutnya untuk pembullyan. Tentu saja hal itu terjadi pada Bulan. Sekarang, lima orang gadis berdiri di depan Bulan.

Mengapa Bulan di sini? Jawabannya dipaksa, ia diseret. Bulan hanya satu dan mereka banyak. Tidak seimbang, mana mungkin Bulan bisa melawan. Padahal, seharusnya ini adalah waktunya untuk tak lagi di sekolah

Satu orang gadis maju. Melayangkan tangan. Menampar Bulan. Sakit, itu yang Bulan rasakan.

"Kenapa? Apa sih salah gue ke kalian?" Bulan muak, bingung penyebab mereka memperlakukannya seperti ini.

"Enggak usah bacot!" Lagi, tamparan melayang mengenai pipinya.

"Lo cuman anak murahan, sama kali kayak orang tuanya, buah jatuh tak jauh dari pohonnya," ucap Hiya, salah satu dari mereka mengundang tawa yang lain.

Bulan mengepalkan tangannya, matanya berubah tajam. Giginya bergemeletuk.

"Kalian boleh hina gue, tapi jangan orang tua!" Nada Bulan begitu datar.

"Kenapa? Emang bener kan? Bunda lo itu murahan." Tawa mereka semakin kencang.

Bulan melangkah lebar. Mencekik leher Hiya, membawanya menuju tembok. Hiya merasakan sakit di lehernya, ia tidak bisa mengalirkan oksigen.

Bulan menggretakkan giginya, hingga berbunyi. Tatapannya masih sama, tajam.

Rea membalik tubuh Bulan, otomatis cekikan itu terlepas. Hiya langsung menghirup udara dengan rakus.

Bugh

Tinjuan dari Rea mendarat di pipi Bulan. Bulan menghapus darah di sudut bibirnya, sebelum menendang keras perut Rea.

Bulan menatap tiga orang lainnya, salah satu dari mereka merekam Bulan. Bulan berjalan, gadis itu mundur. Bulan tersenyum miring. Menendang ke atas gawai gadis itu. Gawai itu menghantam lantai, hingga hancur.

"Apa?" Bulan menatap ketiga gadis itu bergantian. Mereka menggeleng, tubuh mereka bergetar.

Bulan menyikut perut seseorang, juga menghantam wajahnya dengan punggung tangan. Gadis itu, Hiya. Belum kapok rupanya. Gadis itu sebelumnya berjalan mendekati Bulan diam-diam. Dan Bulan menyerang tanpa melihatnya.

Bulan mengambil rambut panjang Hiya. Menarik rambutnya sambil berjalan.

"Akhhh, sakit. Ampun hiks!" Bulan terkekeh senang mendengar rengekan itu. Hasrat di hatinya semakin membesar.

Bulan menyeret tubuh Hiya, sekarang posisi Hiya ada di depannya. Sekali dorong, Hiya terjatuh dari rooftop ke lantai terendah.

"Gue minta maaf Bulan. Gue nyesel." Air mata Hiya tak berhenti keluar.

"Nyesel? Telat." Bulan terkekeh.

"Apapun penyebab kalian bully gue. Hal itu berasal dari orang lain, bukan dari gue sendiri. Harusnya lo denger dari gue, lo lihat gimana perilaku gue. Jangan cuman denger dari orang lain, tanpa lihat pakai mata lo sendiri!" Bulan berucap, nadanya tinggi.

"Lo lihat dari foto kan? Terus itu udah cukup buat lo kasih nilai gue? Gue udah kaya, enggak perlu punya om om. Jaman sekarang canggih, lo bisa buat apapun pakai gawai sekecil itu."

"Dan bunda, bunda udah pergi asal lo tahu. JANGAN PERNAH BICARA HAL BURUK TENTANG BUNDA! atau lo bakal mati saat itu juga."

Bulan berbicara panjang lebar sampai urat lehernya terlihat. Bulan menjambak kembali rambut Hiya, menggoyang-goyangkannya. Tangis Hiya semakin kencang.

Bulan melepaskannya. Menaruh telunjuknya di dada Hilya, "Satu dorongan, satu nyawa melayang," Bulan tertawa jahat.

"Jangan hiks. Jangan!" Hilya menggeleng-gelengkan kepalanya.

Bulan tak menghiraukan, ia memutar jari telunjuknya yang masih tetap di tempatnya.

Tubuh Bulan di tarik seseorang. Kepalanya menubruk dada bidang orang itu.

"Lepas!" Bulan memukul punggung orang yang memeluknya.

Hiya? Gadis itu telah pingsan. Dan teman-temannya berjalan menghampiri Hiya dengan tubuh bergetar.

"Tenang!" Suara dingin ini. Suara yang Bulan kenal. Suara milik Elzan.

Nafas Bulan sudah normal. Dadanya sudah tidak naik turun. Emosi sekaligus hasrat itu telah padam.

Bulan mendorong tubuh Elzan. Hingga pelukannya terlepas. Bulan pergi, meninggalkan Elzan yang menatapnya datar.

 Bulan pergi, meninggalkan Elzan yang menatapnya datar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

...

Vote yuk 🥺 jangan lupa comment juga!!!

Gimana sih cerita ini menurut kalian?

Massa (TAMAT)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang