Bab 15

243 47 36
                                    

Tubuhku tertutup selimut seluruhnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tubuhku tertutup selimut seluruhnya. Aku di atas kasur dengan posisi tengkurap. Layar gawaiku menyala, menampilkan wajah Sandra.

Di sebrang sana dua orang gadis, Sandra dan Lauren sedang ribet sendiri.

Di tengah kegelapan mereka sedang menyiapkan cahaya, menyalakan lilin di atas roti.

1

2

3

"HAPPY BIRTHDAY GENA." Kami kompak berteriak. Kulihat Gena langsung duduk, padahal sebelumnya ia terlelap.

Gena bertepuk tangan di tengah minimnya kesadaran. Ia tersenyum senang. Mengucapkan kata terima kasih.

Tengah malam, tanggal telah berganti. Umur Gena bertambah pada hari ini, yang sebelumnya tujuh belas tahun, kini delapan belas.

Aku melambai, Gena mengambil paksa gawai Sandra, "Jahat lo enggak dateng. Sok sibuk."

Aku meringis, "Maaf-maaf. Enggak dibolehin sama bunda sekaligus ayah."

"Hidup lo terlalu di manja, mumpung masih muda."

Aku tersenyum saja. Manja? Kasih sayang saja tak pernah kudapatkan, bahkan kala aku berkata "Ayah aku sakit." Ayah akan menyuruhku bilang pada istri mudanya. Tentu saja bukan obat yang wanita itu beri, melainkan sakit yang dua kali lipat lebih perih.

Sesudah berpamitan aku menutup sambungan telepon. Berbaring menghadap langit-langit kamar dan Memejamkan mata, membiarkan air mata mengalir.

...

Lima belas menit berlalu. Berkali-kali aku menengok jam tangan. Bel masuk sudah hampir berbunyi, tapi ketiga gadis yang kutunggu tak kunjung menampilkan batang hidungnya.

Akhirnya. Mobil merah milik Sandra memasuki halaman sekolah. Aku segera berjalan mengikuti mereka.

"Lama banget kalian." Aku menatap mereka datar.

"Sarapannya antri." Lauren menyengir, seolah tak berdosa.

Kami berempat berjalan, melewati koridor. Semua orang tersenyum, tidak kepadaku. Hanya pada ketiga temanku. Tatapan mereka padaku masih sama. Sinis dan remeh.

Di depan kelas begitu banyak orang. Aku yang berjalan paling depan membelah kerumunan.

Di depan sana, Aska memegang bucket bunga super besar. Di belakangnya orang-orang berjejer, membawa setangkai bunga mawar merah.

Laki-laki tersenyum kepadaku. Aku membalasnya, jantungku sudah berdegup kencang. Rasanya ingin melayang.

Aska mulai berjalan ke arahku. Aku terdiam, ia semakin mendekat, semakin kencang pula degup jantungku.

Aska terus berjalan, padahal aku sudah di hadapannya. Ia melewatiku, aku mengikuti pergerakannya.

Aska berhenti. Berjongkok di depan Gena yang terdiam di depan pintu. Dadaku sesak, aku terjatuh dari langit paling tinggi.

"Gena, selamat ulang tahun dan maukah kamu menjadi teman hidupku? Menjadi satu-satunya gadis yang kucintai, kusayangi?"

"Will you be my queen? Be my girlfriend, please!"

Hancur sudah. Aku menghadap langit-langit, membendung aliran air mata.

"Yes, I Will."

Mereka berpelukan, semua bersorak, bertepuk tangan, bergembira. Bagai menyorakiku dan mengejekku.

Mereka saling menatap setelah melepas pelukan, sama-sama tersenyum.

Dan Aska mencium kening Gena.

Aku tak tahan. Tanpa diketahui siapapun aku keluar dari kelas itu, tempat di mana aku mendapat luka.

Taman tak berbunga menjadi pelampiasanku. Menangis sejadi-jadinya di tempat sepi itu kulakukan.

Duduk di bawah pohon rindang, di atas rerumputan. Menenggelamkan kepala dilipatan kaki.

Mengapa hal ini terjadi padaku? Mengapa Aska tega padaku? Menerbangkanku lalu menjatuhkanku ke jurang paling dalam.

Lalu kemarin, apa arti dari senyuman Aska? Apa arti genggaman kemarin?

Harusnya aku menyadari. Aku bulan paling bersinar di sampingnya bukan di pelukannya.

Selalu seperti ini, sampai kapan? Sampai kapan aku menikmati bahagia yang sesaat. Bahagiaku selalu mengundang luka.

 Bahagiaku selalu mengundang luka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Massa (TAMAT)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang