Bab 13

253 47 8
                                    

"Cinta itu yang bagaimana? Apakah saat aku nyaman bersamamu?"~Bulan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Cinta itu yang bagaimana? Apakah saat aku nyaman bersamamu?"
~Bulan

...

Tempat tidur yang seharusnya ditumpangi manusia. Kini malah penuh dengan baju.

Aku berdiri di depan cermin. Memasangkan setelan baju di depan badan, mencari yang terbaik.

Rok jins selutut dan baju berlengan panjang warna hitam menjadi pilihanku. Rambut panjang milikku kugerai.

Entah mengapa, aku ingin tampil cantik hari ini. Padahal, bukan orang spesial yang akan aku temui.

Setiap wanita itu tidak di rumah. Aku juga sama, menggunakan kesempatan untuk keluar dari penjara dinding ini.

Mobil merah sudah menunggu di depan rumah. Dengan supirnya, supir berparas tampan. Bermain gawai sambil bersandar di kap mobil.

"Kak Aska nunggu lama?"

Tanyaku basa-basi. Ia mendongak, memasukkan gawainya ke dalam saku celana levis.

"Enggak kok. Yuk!"

Aku memalingkan wajah. Aska, pria itu membukakan pintu mobil untukku. Maklum jika aku tersenyum malu, baru sekali diperlakukan seperti ini.

Di tengah kemacetan. Kami saling mengobrol. Menceritakan cerita-cerita konyol dan kejadian yang pernah kami alami.

Aku menyetel lagu, setelah meminta izin yang punya tentunya. Salah satu lagu pop Indonesia menggema, sebagai pengganti saat tak ada lagi cerita.

Kala lagu barat mengganti, mulutku bergerak mengikuti lirik. Menggoyangkan badan mengikuti irama. Kebetulan sekali lagu favoritku yang berbunyi.

Aku menoleh, Aska bernyanyi dengan lancar. Suaranya tidak enak sekali didengar, kupingku saja sakit.

Aku berdeham, menggosok telinga sebentar. "Kak Aska tahu lagu ini?"

Aska berhenti bernyanyi, menoleh sekilas ke arahku, "Jangankan tahu. Semua lagu nih artis gue hafal."

"Wah, sama. Yang paling gue suka adalah...."

Kami saling menunjuk. Mengucapkan satu judul lagu yang sama, lalu kami tertawa. Padahal tidak ada yang melucu.

"Kok bisa sama sih," ucap Aska disisa tawanya.

"Kebetulan itu mah." Aku mengatur kencang dan pelannya volume.

"Jodoh kali."

Sontak, aku langsung menoleh. Menatap laki-laki yang dengan santainya menatap jalanan setelah membuat jantungku berdetak kencang.

"Enak banget ya tu mulut ngomongnya," gerutuku. Aska hanya menanggapinya dengan kekehan.

"Gue ada tebak-tebakan nih."

"Apa?" Aku mengubah dudukku, menjadi menghadap Aska

"Kenapa Patrick bego?" Aku menggaruk keningku yang tidak gatal. Tak lama aku menggeleng.

"Ya karna bintang laut enggak punya otak bego."

Aska tertawa keras. Apa yang lucu? Aku diam, menatap datar. Padahal hatiku sudah uring-uringan. Dia melawak, dia tertawa, aku yang sayang.

Sayang? Sayang? SAYANG? Apa itu? Aku memegang dada, merasakan cepatnya detak jantungku.

"Lo enggak ketawa? Enggak lucu ya?" Wajah ceria Aska berubah lesu.

"Ah enggak. Lucu kok, banget malah." Aku tertawa garing. Tertawa dibuat-buat yang menurutku sangat terlihat fake. Anehnya, Aska juga ikut tertawa.

Dan tanpa Bulan sadari, ia bego.

Aska bernyanyi dengan keras, suaranya yang membuat telinga sakit tetap kuberi senyuman.

Aku ikut bernyanyi, mengangguk-anggukkan kepala sambil menggoyangkan badan.

Aska menatapku akupun menatapnya. Kami tersenyum Pepsodent disela nyanyian.

Ini sama saja dengan teriak bernada. Di lirik terakhir, bernada rendah. Aska menggenggam tanganku, menatapku. Aku terdiam, menahan napas.

Kami saling menatap. Tersenyum manis. Sampai mobil di belakang membunyikan klakson. Kutengok lampu lalu lintas, sudah hijau.

Aska menjalankan mobilnya. Kami hanya sesekali berbicara. Lebih ke menikmati jalanan yang belum pernah kulewati ini.

 Lebih ke menikmati jalanan yang belum pernah kulewati ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Massa (TAMAT)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang