Bab 21

253 36 3
                                    

"Bulan, beliin minum di kantin!" Gena berkata tanpa melihat lawan bicaranya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bulan, beliin minum di kantin!" Gena berkata tanpa melihat lawan bicaranya. Tangannya sibuk mencatat, menyalin pekerjaan rumah Bulan.

Bulan mengangguk saja, mulai berjalan keluar kelas, namun langkahnya berhenti ketika Lauren berucap, "Gue nitip bakso, si Sandra bubur ayam. Dibawa ke kelas enggak papa!"

Bulan tersenyum dan mengangguk. Kakinya kembali melangkah. Guru-guru rapat di jam pertama dan kedua. Oleh sebab itu mereka tak takut menyuruh Bulan membawa makanan ke dalam kelas.

Kantin sangat ramai, banyak murid menghabiskan waktu di sini. Bulan menghampiri stand penjual nasi goreng terlebih dulu.

Semua titipan sudah ada di atas nampan yang di genggamnya. Bulan mulai berjalan di tengah lautan manusia.

Bulan tersungkur, nampannya jatuh beserta makanannya. Kuah bakso membuat tangannya panas. Bulan duduk, mengibaskan tangannya.

"Mata lo buta?" Seseorang meneriaki orang yang menabrak Bulan.

Seorang laki-laki itu berjongkok di depan Bulan. Memegang tangan Bulan yang panas, sebelum meniupnya.

Bulan memperhatikan wajah laki-laki di depannya. Sungguh tampan, apalagi dengan hidung mancungnya.

"Lo enggak papa?"

Bulan mengerjapkan mata. Menarik tangannya dari genggaman laki-laki itu.

"Enggak papa. Makasih."

Bulan merapikan kepingan-kepingan beling dari mangkok bakso dan piring nasi goreng. Laki-laki itu tetap di tempatnya, memperhatikan Bulan.

"Aw, sshh." Bulan mengaduh, jarinya terkena pecahan beling.

Bulan tersentak kala laki-laki itu menarik tangannya, menghisap darah yang mengucur di jarinya.

Tanpa meludah. Laki-laki itu mengelap jari Bulan dengan tangannya.

Bulan tersadar, ia segera menarik kembali tangannya, "Terima kasih."

Bulan melangkah pergi. Meninggalkan laki-laki yang hanyut dalam pikirannya itu, "Sama-sama Shine."

Laki-laki itu berdiri, menatap sekeliling. Tiada mata yang berpaling darinya. Ia hanya mengidikkan bahu, sebelum menghampiri meja teman-temannya.

"Puas?" Laki-laki itu duduk di samping salah satu temannya.

"Belum, taruhannya berlaku satu bulan. Lo harus buat tuh cewek jadi milik lo!" Zeno, temanya menaik turunkan alis. Menggoda.

Laki-laki itu tersedak minuman, "Ogah."

"Ayolah Elzan! Lo harus mencairkan es di dalam diri lo. Cobain rasanya deketin cewek!"

"Ck, terserah."

"Ingat, action figure kesukaan lo menanti!" Zeno berteriak sebab Elzan sudah berjalan menjauh.

...

Plak

Tamparan keras mengenai pipi tirus milik Bulan. Tamparan itu membekas, menciptakan kemerahan di pipinya.

Sesak. Tangannya terikat, ia dipaksa duduk di sebuah kursi. Di depannya berdiri tiga gadis. Berpenampilan bak pelacur. Seragam ketat, rok jauh di atas lutut, dan make up menor.

"Emang ya ngerebut laki orang itu hobi lo." Gadis dengan tulisan Shaila di tanda pengenalnya berucap.

Bulan menatapnya bingung, "Kapan gue ngerebut laki orang?"

Plak!

Tamparan mengenai pipinya yang lain. Hingga Bulan menoleh ke samping.

"Enggak usah ngejawab murahan!"

"Pakai pelet apa lo sampai Elzan mau nolongin lo?"

Bertambahlah bingung Bulan. Ia tak pernah mendengar nama Elzan sebelumnya. Sampai ia teringat kejadian tadi, satu-satunya orang yang menolongnya adalah laki-laki itu. Bulan mengangguk kecil, sekarang ia mengerti.

"Dia siapa? Gue enggak kenal, pacar lo? Atau orang yang enggak menganggap lo?"

Bulan ditendang. Hingga kursinya terjungkal. Perutnya sakit, kepalanya pun pusing karena terbentur.

Brak

Pintu gudang ditendang, Shezan langsung berlari menghampiri Bulan. Membantu gadis itu berdiri dan melepas ikatannya.

"Bukannya bener omongan Bulan? Lo hanya remahan rengginang yang terobsesi sama Elzan?"

"Enggak usah sok tahu lo murid baru!"

Kenzi menampar dua kali pipi kanan dan kiri Shaila. Shaila langsung mengeluarkan air matanya.

"Nangis? Gitu doang nangis? Lo cuman orang lemah yang sok kuat. Kuat lo itu hanya berlaku waktu ada temen lo."

Kenzi menangkap batu yang dilemparkan teman Shaila, tanpa menoleh.

Ketiga gadis lemah itu melangkah mundur. Kenzi menatap mereka tajam.

Dengan gesit, Kenzi menjambak rambut dua gadis yang berdiri di kanan dan kiri Shaila. Kenzi Menendang Shaila yang lebih banyak melangkah mundur.

"Sampai kalian ganggu Bulan, kalian dapat yang lebih parah."

Ketiganya berlari keluar. Kenzi menatap Bulan yang menatapnya sembari tersenyum.

"Apa lo senyum senyum? Lemah banget jadi orang. Dilawan bego!"

"Dilawan malah tambah runyam," Bulan menghela napas.

"Kenapa enggak kamu laporin?"

"Mereka donatur terbesar."

"Benci banget gue sama uang, tapi juga butuh." Kenzi berucap lirih.

"Kenapa mereka kayak gitu ke kamu?" Bulan menoleh, menatap Shezan yang duduk di sampingnya.

Bulan menggeleng, "Sebelumnya baik-baik aja. Mereka pada baik. Entah kenapa semua berubah.

"Kita cari tahu."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Massa (TAMAT)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang