Bab 23

244 33 2
                                    

Bulan bersembunyi di salah satu pilar di koridor lantai atas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bulan bersembunyi di salah satu pilar di koridor lantai atas. Ia sedikit mengeluarkan tubuhnya, tatapannya fokus mengabsen orang-orang yang ada di lapangan basket.

Ia menghadap kedua temannya yang bersembunyi dibalik tembok. Bulan berkata, "Ada," tanpa suara.

"Kok kita ngumpet? Ngapain?" Shezan melumat permen lolipopnya.

"Ya biar totalitas."

Kenzi berjalan santai setelah berbicara. Bulan dan Shezan mengikutinya dari belakang.

Mereka sudah sampai di tempat tujuan. Di depan pintu kelas, bertuliskan XII IPA 1 di atas pintunya.

"Bener, ini kelas Amel?" Bulan mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Shezan.

Kenzi melihat sekitar, sepi. Kenzi memasuki kelas tak berpenghuni itu diikuti Bulan dan Shezan. Bulan memimpin, berjalan menuju bangku yang terdapat tas Amel di atasnya.

"Duh, ini beneran enggak papa dibuka? Dosa tahu." Shezan menggigit kuku-kuku jarinya, khawatir.

"Kan enggak nyuri bego."

"Tapi...."

"Berisik, pergi sana kalau takut!" Shezan langsung mengunci mulut mendengar bentakan Kenzi.

Kenzi mulai menggeledah tas merah muda milik Amel. Ia mengangkat tinggi-tinggi gawai ber-case unicorn itu.

"Cepat, buka semuanya!"

Kenzi fokus. Mengotak-atik gawai digenggamnya. Mulai dari galeri hingga sosial media.

"Enggak ada tuh foto yang kemarin di galerinya, grub juga enggak ada. Whatseep cuman ada satu di sini."

"Coba cari file foto terhapus!" Shezan kembali membuka mulut.

"Enggak ada."

Suara tawa seseorang mengejutkan ketiga gadis itu. Derap langkah semakin terasa dekat. Bulan kenal tawa itu, tawa milik Amel.

"Itu Amel," gumam Bulan, namun masih bisa didengar yang lain.

"Cepat cek semua!" Lanjutnya.

Kenzi segera kembali menatap gawai. Bulan menatap pintu masuk dengan tubuh bergetar, Shezan hanya mampu menggigit jari.

Keadaan menjadi tegang, atmosfer ruangan semakin memanas. Apalagi, detikan jam terdengar kencang, menambah kekhawatiran.

Suara derap langkah semakin lama semakin terdengar jelas. Kenzi semakin cepat menggerakkan jari jemarinya.

"Gila memang tu anak." Suara Amel terdengar di dalam kelas sepi ini.

"Loh kok tas gue terbuka?"

"Lupa kali lo." Amel mengangguk saja sebelum mengambil boto minum.

"Lo gimana sama Aska?" Salma, teman Amel berucap.

"Masih sama, cinta sendiri." Nada bicara Amel berubah lesu.

"Ancaman itu?"

"Masih gue pikirin."

Detikan jam terdengar kembali. Kelas sudah sepi, Amel dan Salma telah melangkah pergi.

Kenzi menampakkan diri. Berdiri dari jongkoknya di deretan bangku paling belakang.

"Keluar woy!"

Bulan terdiam. Otaknya berputar, merangkai arti ucapan dari Amel. Amel menyukai Aska? Ancaman?

...

Malam telah larut, bulan berdiri gagah menyinari dunia. Langit mendung jadi bintang tak terlihat.

Bulan berjalan mengendap-endap menuju balkon kamarnya. Ia mendongak, tembok menuju balkon sangat tinggi ternyata.

Tapi pohon yang berdiri di sampingnya juga sangat tinggi. Bulan tersenyum senang, ia mulai memanjat pohon mangga itu.

Bulan tak mampu jika harus memanjat sampai balkon kamarnya, di lantai empat. Akhirnya ia mengambil ancang-ancang untuk melompat menuju balkon lantai dua.

Loncatannya kurang jauh, alhasil ia hampir terjatuh jika tidak berpegangan pada pembatasnya.

Wanita itu tiba-tiba datang, tersenyum miring. Bulan meneguk salivanya susah payah. Dia tetap berusaha memanjat pembatas itu.

Namun, wanita itu malah mencoba melepaskan genggamannya pada pembatas. Sekuat tenaga Bulan mempertahankan. Tapi, gagal.

Bulan memejamkan mata, siap merasakan sakit. Ia senang jika harus berakhir karena orang lain, sebab mati di tangannya sendiri sudah lama ia pikirkan.

Hujan turun. Di balik air hujan ada air mata dan senyum pedih milik Bulan.

Bulan sudah tidak merasa tubuhnya melayang. Rasa sakit juga tak sedang menimpanya. Ia membuka mata, wajah tampan yang pernah ia pandang menyapanya.

...

Elzan mengendarai motor besarnya, ia sedang dalam perjalanan pulang sehabis bermain ke rumah Zean.

Ini ialah saat yang paling menyebalkan. Kala ia harus melewati rumah yang sangat lebar, seperti tak ada ujungnya. Elzan mengencangkan laju motornya.

Matanya menengok ke dalam rumah besar berpagar tinggi itu. Matanya terbelalak melihat gadis bergelantungan di pembatas balkon.

Elzan menghentikan motornya. Ia memanjat pagar yang menjulang tinggi, berlari menghampiri gadis itu. Ketika ia mendongak, seorang wanita paruh baya mencoba menjatuhkan gadis itu. Larinya semakin ia percepat.

Hap

Tertangkap. Tepat waktu. Dadanya naik turun, lelah bercampur dengan risau.

Ia mendongak kembali, wanita itu tersenyum miring sembari menatapnya.

Ia mendongak kembali, wanita itu tersenyum miring sembari menatapnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

...

Vote yuk 🥺, jangan lupa comment juga💜

Massa (TAMAT)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang