Bab 9

309 57 9
                                    

Bertumpuk-tumpuk buku ada di sampingku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bertumpuk-tumpuk buku ada di sampingku. Satu buku tebal terbuka di depanku. Kutengok jam di dinding, sudah pukul sebelas malam.

Mataku telah penat. Tak kuat lagi terbuka. Sedari jam delapan, aku duduk di sini. Membaca materi biologi.

Di tengah kegelapan, cahaya lampu belajar terlihat lebih benderang. Sayangnya ia tidak menerangiku, tapi menerangi tulisan dalam buku ini.

"Kak, disuruh bunda ngerjain ini." Aku tidak berbalik, sudah tahu pemilik suara itu.

"Kerjain sendiri!" Tatapanku masih tertuju di buku ini.

Rambutku ditarik, membuat kursi terjatuh dan membawaku bersamanya. Aku berdiri, menatap wanita ini. Muak sekali aku melihat wajah munafiknya itu.

"Ini, kerjain tugas Amel!"  buku bersampul coklat itu terlempar, menimpa wajahku.

Tak ada kata yang terucap dari bibirku. Diam seakan menerima, nyatanya dalam hatiku terbesit keinginan melawan.

"Kemarin malam kamu sudah senang-senang kan, cari kesempatan saat saya tidak ada. Saya ingin memberimu pelajaran tapi sedang malas."

Aku menunduk menatap buku di genggamanku, lalu tersenyum miring. Malas? Tanpa bergerak saja sudah bisa menyiksaku.

Tangan wanita itu terulur. Memukul keras kepalaku. Lalu pergi, meninggalkanku dalam kegelapan dan keheningan.

Air mata mengalir meski aku tak ingin. Aku tidak tahu mengapa air mata ini semakin lama semakin turun dengan deras.

Sudah lelah menangis, anggap saja air mata ini penghilang penat yang mataku rasakan akibat dipaksa terbuka.

Aku mulai membuka buku tugas Amel. Dari lembar pertama hingga terakhir belum ada yang terjawab.

Gawaiku berdering, menandakan ada telepon masuk. Segera kuangkat, tanpa melihat nama.

Mendengar suara di seberang sana saat mengucap kata "Halo". Membuatku mematung sejenak. Menurunkan gawai dari telinga. Menatap layarnya yang menyala. tidak bernama, berarti belum tersimpan.

"Ka-k As-ka?" Ucapku terbata-bata.

"Lagi maraton drakor kak." aku tersenyum tanpa diketahui siapapun.

"Kenapa telpon jam segini?"

"Hah, Kak Aska kecelakaan?"

Sontak aku berdiri dari dudukku. Raut wajahku pun berubah tegang.

"Iya kak aku ke sana. Kirim alamatnya."

Cepat-cepat aku berganti baju. Mengambil tas kecil, tempat untuk menyimpan uang dan gawaiku.

Kursi belajar aku angkat. Kupindah ke depan lemari. Tanganku meraba-raba atap lemari. Mencari kotak yang lama tak kulihat.

Dapat. Aku turun sebelum membuka kotak itu. Kotak coklat berbahan kayu.

Barang-barang tak biasa mengisi kekosongan kotak itu. Obat, Pisau besar, pisau kecil, gunting, dan tali tampar. Semua itu bukan aku yang menyimpan.

Aku mengambil tampar. Mengikatnya di pembatas balkon, lalu menjatuhkan sisanya. Aku turun dengan perantara tali itu.

Miris sekali, seperti pencuri di rumah sendiri. Sudahlah, tak ada waktu.  Memikirkan kesedihan hidup tak akan habis dalam semalam.

Untung di belakang rumah ada pintu kecil. Tidak ada yang bisa lewat, kecuali aku dan bundaku.

Kala keluar, di hadapanku berdiri bangunan persegi dengan ukuran besar di antara rumah-rumah. Di tutup sama dengan pintu toko-toko.

Terbuka, terlihatlah sebuah mobil mini cooper. Salah satu peninggalan bunda. Sudah lama tersimpan, semoga masih berfungsi.

Senyum lebarku muncul. Bisa menyala. Segera kumundurkan. Tanpa menutup pintu, aku melewati rumah-rumah di gang ini. Sangat sepi bagai tidak ada kehidupan.

Ternyata salah, di jalan raya begitu ramai. Tapi mengapa kak Aska malah menelponku dan menyuruhku membawanya ke rumah sakit.

Di depan sana motor yang pernah kunaiki tergeletak. Di sampingnya ada kak Aska yang duduk dengan darah di mana-mana.

"Kak Aska." aku menggoyangkan lengannya.

Matanya terbuka, terkejut melihatku, "Terima kasih sudah datang Bulan."

Suaranya lemah sekali. Aku mengalungkan lengannya ke leher, menuntunnya masuk ke mobil.

"Maaf sudah menyusahkan, temen gue pada off semua."

Aku mengangguk saja. Fokus menatap jalanan. Tujuanku? Tentu saja rumah sakit.

 Tujuanku? Tentu saja rumah sakit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Massa (TAMAT)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang