Bab 10

309 58 13
                                    

"Berani sekali kamu hah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Berani sekali kamu hah. Jika bisa saya akan membunuhmu."

"Bunuh saja, bunuh saya!"

Kata itu terucap dalam hatiku. Bagaimana bisa aku mengeluarkan suara, saat bernapas saja sulit.

Dengan kejamnya wanita ini menenggelamkan kepalaku ke dalam air. Air panas, namun ternyata wanita ini masih mempunyai hati dengan memberi sedikit air dingin. Suhunya masih terlalu tinggi untuk kulit manusia.

Wanita ini menggenggam rambut bagian belakangku. Menariknya dan mendorong. Begitu saja sejak tiga puluh menit.

Ada saja cara untuk menyiksaku di dalam otaknya. Seperti sekarang, rambutku di tarik ke bawah, aku mengikuti pergerakannya. Jika tidak perih akan semakin parah.

Wanita itu menggapai panci di dekatnya. Menyiram air panas yang tersisa ke telapak tanganku. Aku memejamkan mata, air mata mengalir dengan sendirinya.

Panas, sakit, sesak bekerja sama menyerangku. Aku hanya mampu terdiam menikmati, tak mungkin mengelak.

"Awas kamu jika keluar lagi! Saya bunuh."

Oke. Aku akan keluar lagi. Senyum miring menghiasi wajah hancurku. Aku mengambil odol, mengolesnya ke tanganku.

Aku berjalan ke dapur. Sunyi, seperti hanya aku di rumah besar ini. Faktanya aku mendengar canda tawa saat melewati ruang keluarga.

Es batu di dalam kulkas aku ambil.  Memecahnya menjadi potongan kecil-kecil, menaruh hasilnya ke dalam wadah dan membawanya ke kamar.

Selembar kain berisi es batu tadi meredakan panas di wajahku. Panas itu luluh dengan dinginnya es. Lama kelamaan panas itu pudar.

Gawaiku berdering, Gena menelpon.

"Hallo?"

"Kenapa Lo enggak sekolah?" Gena berteriak di tengah kegaduhan kelas.

"Ah, gue liburan sama keluarga."

"Enak Lo."

"Hehehe iya." Senyum mirisku nampak.

"Ya udah, kita kira Lo kenapa-napa."

"Enggak kok, gue oke."

Aku menghela napas panjang, selepas menutup sambungan telepon.

Pintu kamar berbunyi, seperti kunci yang diputar di dalam lubang pintu. Aku berlari ke arah pintu itu.

Menaik turunkan tuas tangan pada pintu. Tetap tidak terbuka meski sudah kulakukan dalam tempo cepat.

Aku berjalan lemas menghampiri meja yang penuh dengan buku tebal. Duduk di kursi depannya. Membuka salah satu buku dengan judul Sejarah.

Sejarah. Berisi kenangan, peristiwa-peristiwa di masa lalu. Semua dijadikan satu antara senang dan sedih.

Dalam hidupku sedih lebih mendominasi, mungkin jika ditulis lebih dari setengah halaman adalah cerita sedih.

Sedih itu membuatku tak ingin lagi hidup. Tak ingin lagi berjuang untuk hidup lebih baik. Aku membiarkannya, biar berjalan dengan semestinya.

Masalah sakit saat disiksa, aku sudah mengalaminya bertahun-tahun. Membuatku sudah terbiasa dan tentu saja aku sudah beradaptasi.

Berharap akan bahagia tidak lagi kulakukan. Rasanya, tidak akan mungkin terjadi. Berharap malah akan menambah kekecewaan.

Suara hujan tiba-tiba terdengar. Aku berjalan ke arah balkon. Mengulurkan tangan, membiarkan hujan menimpanya.

Di depan gerbang seorang kurir datang, membawa bungkusan. Amel berjalan dengan angkuh, menerima bungkusan itu.

Gawaiku berdering, cepat-cepat aku mengambilnya.

"Iya Hallo, kak Aska?"

"Lo enggak sekolah?"

"Enggak kak." Aku menggeleng, padahal Aska juga tidak mungkin melihat

"Tadi gue ngirim makanan ke rumah lo, udah dateng?"

Aku melipat dahi, teringat tadi ada kurir, aku berucap, "Ah, iya udah kok, kenapa repot-repot?"

"Sama sekali enggak repot, sebagai balasan yang kemarin sih."

"Oh, kak Aska udah gapapa?"

"Hem, butuh Lo nih."

Aku tersenyum, "Dih."

"Lo kenapa enggak sekolah? Kemarin enggak di marahin kan?"

"Lagi jalan sama keluarga, ya kali saya di marahin." Pertanyaan yang sudah kusiapkan jawaban, jawaban yang jauh dari kenyataan.

"Iya ya, jangan pakai saya dong!"

"Terus?"

"Aku-kamu aja gimana?"

Mulut sudah kubuka, akan mengeluarkan suara. Namun Aska meneruskan, "Biar kayak fall in love gitu."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Massa (TAMAT)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang