My Ice Prince - 22

4.3K 617 35
                                    

你好你好.

Gimana kabarnya nih? Semoga selalu sehat dan baik-baik aja ya. Aamiin.

Selamat malam minggu ditemani Shaeron dan Dirly. Semoga kalian suka part ini.

Selamat membaca semuanya.

💜💜💜

Shaeron sudah membawa rendang lengkap dengan sayur singkong, gulai ayam, nasi hangat, dan jus jeruk nipis kesukaan Dirly. Namun gadis itu masih saja belum mengetuk pintu kamar Dirly yang bahkan sudah ada di depan matanya sejak lima menit yang lalu.

"Cepetan!" kata Varsha yang sudah tak sabar karena sejak beberapa menit lalu tangan sahabatnya itu hanya menggantung di udara, tak kunjung mengetuk pintu kamar Abangnya.

"Sabar!" kesal Shaeron sebelum benar-benar mengetuk pintu kamar Dirly. Dalam hati Shaeron berdoa semoga Dirly sudah tidak marah lagi mengingat dia sudah mendiamkan Dirly sejak siang tadi. Setidaknya waktu selama itu cukup untuk Dirly meredakan emosinya.

"Masuk!" suara di dalam sana membuat Shaeron menjingkat kaget. Entah kenapa suara itu bagaikan panggilan malaikat maut untuknya. Okay itu terlalu berlebihan tapi saat ini Shaeron benar-benar gugup. Rasanya seperti mau menemui ajal, okay okay ini sangat berlebihan tapi itulah yang dirasakan seorang Shaeron Lee sekarang.

"Masuk sana!" Varsha mendorong tubuh kaku Shaeron untuk masuk ke kamar Kakaknya. "Udah nggak papa" Varsha memberi semangat saat Shaeron menatapnya mengiba, enggan masuk ke kamar Dirly seorang diri.

"Ada apa?" Shaeron kembali menjingkat saat suara dingin Dirly terdengar. Untung saja nampan di tangannya masih baik-baik saja, belum berjumpa dengan lantai dingin kamar Dirly yang rasanya sama dinginnya seperti si pemilik kamar.

"Gue... gue masakin lo rendang. Ini... ini sebagai permintaan maaf gue" kata Shaeron meskipun Dirly sama sekali tak menatapnya. Laki-laki itu masih fokus kepada buku tebal di tangannya yang sedang dia baca.

"Taruh aja di meja" katanya membuat Shaeron segera meletakkan nampannya di atas nakas di sebelah ranjang Dirly. Kembali Shaeron berdiri kaku. Tak ada kata yang keluar dari bibirnya. Benar-benar bukan sikap seorang Shaeron Lee yang tidak bisa diam.

"Kenapa masih di situ?" tanya Dirly yang kali ini sudah menatapnya. Membuat Shaeron tersadar dari lamunan tak bergunanya.

"네? 뭐? (Ne? Mwo? = Ya? Apa?)" Shaeron meneguk ludahnya susah payah. Dia sendiri tak tau kenapa dirinya masih berdiri di sana. Seharusnya dia sudah kabur meninggalkan kamar mencekam itu.

Shaeron semakin berdebar saat Dirly menutup buku yang dibacanya dan mulai bangkit dari duduknya. Berjalan dengan pelan namun sangat berbahaya menuju dirinya. Otaknya segera berpikir bagaimana caranya kabur dari laki-laki itu.

"Gue... pergi kalau gitu" kata Shaeron sambil lalu. Namun sebuah tangan menghalanginya. Dengan takut-takut Shaeron menoleh ke arah Dirly dan memberikan laki-laki itu senyum konyolnya. "Gue mau pergi kok ini. Jadi singkirin tangan lo" kata Shaeron lagi sambil mencoba menyingkirkan tangan Dirly yang terbentang di depannya.

Karena susah Shaeron pun tak habis akal, Shaeron menunduk ingin lewat di bawah tangan Dirly, namun laki-laki itu segera memajukan kakinya sehingga kini tidak ada cara untuk Shaeron pergi dari sana. "Gue mau pergi kok ini. Beneran!" kata Shaeron lagi, kali ini dengan wajah yang meyakinkan.

Dirly menarik tangannya dan menatap Shaeron dengan tatapan tajam khas miliknya. "Lo minta maaf. Apa yang bikin lo minta maaf?" tanyanya dengan tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana kainnya.

"Gue minta maaf karena udah buat lo marah" kata Shaeron dengan yakin dan menatap manik coklat terang itu secara tepat. Dirly terkekeh sinis sebelum kembali ke mode wajah datarnya.

"Apa yang buat gue marah?"

"Karena gue ikut campur masalah lo sama Bang Daxter padahal gue nggak tau masalah apa yang lagi kalian bahas. Gue udah tau kok masalahnya, tadi Bang Daxter cerita. Gue juga kalau di posisi lo pasti bakalan marah kok kalau tau adik gue beli eh..." jelas Shaeron panjang lebar namun terhenti saat Dirly mencondongkan tubuhnya hingga kini wajah mereka cukup dekat.

"Kesalahan lo. Pertama lo ikut campur masalah gue sama Daxter dan yang kedua lo bilang gue itu Kakak yang buruk" suara Dirly seperti menahan amarah. Dan Shaeron tau, laki-laki itu masih marah kepada dirinya. "Gue masih baik-baik aja dan mau terima kalau lo ikut campur, lo melakukannya karena melihat Daxter gue sakitin" katanya sebelum berjalan menjauhi Shaeron, menatap jauh melewati jendela kamarnya yang tertutup embun sore hari.

"Tapi jangan pernah mendikte gue sebagai seorang Kakak. Lo nggak pernah ada di posisi gue di mana lo bertanggungjawab atas empat orang adik. Lo nggak pernah tau gimana susahnya bersikap sebaik mungkin di depan adik-adik lo supaya mereka mendapat contoh yang baik, benar, dan tepat. Lo nggak pernah tau rasanya harus menekan semua ego lo buat menjaga mereka. Lo nggak pernah tau, Shaeron" ucapan Dirly membuat Shaeron menduduk dalam.

"Gue bukan merasa terbebani punya adik, enggak sama sekali. Malahan gue bersyukur gue punya mereka, karena mereka adalah alasan gue bisa tersenyum. Tapi di sisi lain gue juga mikir gimana caranya gue bisa menjaga mereka saat cuma gue yang bisa jaga mereka. Terutama Athena dan Varsha. Mereka perempuan, kelak mereka akan bertemu laki-laki yang mereka cintai dan akan ninggalin gue. Gimana caranya gue bisa menemukan laki-laki yang tepat buat mereka dan bisa mencintai mereka seperti gue dan Papa mencintai mereka"

"Atau juga Daxter dan Raidon. Kelak mereka akan menjadi laki-laki dewasa, bertemu wanita yang akan mereka jaga. Gimana gue biarin mereka rusak kalau suatu saat merekalah yang akan jadi pemimpin?" Dirly meremas rambutnya dengan kesal. "Jadi jangan lagi lo kritik cara gue mendidik adik-adik gue, karena apa yang gue lakukan pastinya udah gue pikirkan, apakah itu layak atau enggak mereka dapatkan" Dirly menghela nafasnya dalam-dalam sebelum berjalan menuju pintu kamarnya dan membukanya.

"Lo bisa pergi sekarang, Lee Saeron!" katanya yang sama sekali tak membuat Shaeron beranjak dari posisinya. Gadis itu masih terpaku menatap wajah Dirly yang terlihat marah namun juga sedih.

"Gue minta maaf kalau kata-kata gue itu nyakitin lo sedalam ini" Shaeron melangkah pelan mendekati Dirly. Kini gadis itu berdiri tepat di hadapan Dirly yang tinggi menjulang.

"Gue tau ini kelihatan nggak tau diri dan juga nggak pantas. Tapi lo punya gue sekarang, Bang. Lo bisa berbagi beban lo ke gue kalau lo nggak nyaman cerita ke adik-adik lo, orang tua lo, atau orang lain di luar sana. Gue siap kok dengerin setiap cerita lo kapan pun lo butuh, karena gue mau menjadi tempat lo bersandar. Tempat lo pulang" tanpa sadar tangan Shaeron sudah terulur untuk mengelus pipi laki-laki itu.

"Kenapa?" Dirly menggenggam erat tangan Shaeron yang ada di pipinya, merasakan betapa dinginnya tangan gadis itu di tubuhnya yang panas.

"Kenapa apanya?" Shaeron yang tak mengerti pun melemparkan pertanyaannya dengan senyum kecil.

"Kenapa gue harus bersandar sama lo? Kenapa gue harus pulang ke lo?"

Shaeron tersenyum dengan lembut, "Karena gue cinta sama lo"

💜💜💜

Menurut kalian part ini gimana? Suka nggak? Kalau suka jangan lupa tinggalkan jejak dengan vote and comments ya. Jadikan Dirly sebesar Mama-Papanya.

Satu kata untuk Shaeron?

Satu kata untuk Dirly?

Satu kata untuk part ini?

Satu kata untuk aku?

See you next Sunday

Much love💚
李健吾👰🏻
6 Maret 2021🌱

My Ice Prince✔Where stories live. Discover now