Chapter 15|| Terukir Senyuman

192 14 1
                                    

Salsa terisak di kamarnya. Rasa nyeri masih mendominasi sebagian tubuhnya. Bahkan ia masih enggan untuk bangkit dari kasur dan memilih berdiam diri merutuki takdir yang Tuhan berikan padanya.

Hari ini hari Minggu. Hari ini salsa tidak ingin bertemu dengan siapapun. Ia hanya ingin sendiri. Sendiri ... Itu lebih baik.

Rasanya sungguh tidak adil. Ketika melihat remaja lainnya menikmati masa SMA yang begitu membahagiakan. Sedangkan dirinya. Harus mengalami kekerasan.

Tok tok tok

"Assalamualaikum, papah pulang sayang"

Suara itu. Suara yang sangat salsa rindukan. Suara yang ingin sekali ia dengar setiap harinya. Suara yang lembut. Suara yang tidak sama sekali ingin ia lupakan.

Sepertinya. Ia akan menarik perkataannya tadi untuk tidak menemui siapapun. Dan sekarang papah tercintanya sudah kembali. Kembali dengan senyuman mengembang.

Salsa terlonjat. Menyeka air matanya. Menghapus bekasnya agar papahnya tidak ikut bersedih karena ulah mata bengkaknya.

"Waalaikumsalam" Jawab salsa. Membuka pintu kamarnya dan menghamburkan pelukan rindunya pada papah tercintanya.

"Papah, salsa kangen banget. Papah lama banget sih pulang nya" ucapnya sendu masih dalam pelukan.

Air matanya menetes tanda haru. Tanda rindu yang terobati. Walaupun rasa nyeri di perutnya mendominasi. Tapi ia tetap tahan.

"Kok, anak papah lebay sih sekarang? Cup cup cup. Maafin papahnya. Papah sibuk banget di sana"

"Hiks.. iya pah gak papa kok. Papa kerja kan buat salsa" isaknya melepas pelukan. Menatap penuh bangga pada papah tercinta di hadapannya.

Walaupun nyatanya. Uang yang di berikan papahnya untuknya tidak pernah ia sentuh sama sekali. Miris sekali hidupnya.

"Udah, gak usah nangis. Kita makan yuk di bawah. Mamah udah nunggu"

Mamah? Mamah tirinya? Rasa takut malah menyerang kali ini. Ia jadi teringat Om Pram selingkuhan mamahnya. Ingin mengadu ... Tapi ... Percuma. Papanya tidak akan percaya.

"Iya pah. Yuk"

Suasana harmonis benyerbu dalam keluarga salsa. Hangat. Nyaman. Tidak ingin pisah. Bahkan sikap manis Ratih ingin sekali salsa rasakan selamanya. Bukan hanya karena ada papahnya.

"Keadaan kalian gimana? Papah lama banget lho ninggalin kalian" tanyanya. Meneguk air putih yang sudah di sediakan setelah menelan makanannya.

"Kita baik kok pah. Ya kan sayang" jawab Ratih. Mengusap Surai salsa penuh hangat.

Salsa hanya tersenyum menanggapi jawaban Ratih. Walaupun kenyataannya salsa ingin sekali muntah melihat sandiwara yang di jalankan Ratih.

"Sekolah kamu gimana?"

"Baik pah. Sebentar lagi juga bakalan ujian" jawabnya. Lagi lagi berbanding terbalik dengan kenyataanya.

"Gak kerasa yah. Anak papah udah gede. Kamu mau kuliah dimana nih? ada rencana gak?"

Pertanyaan itu. Rasanya bibir salsa mengembang ingin rasanya salsa segera masuk ke dunia perkuliahan.

"Aku pengen banget kuliah di Eropa pah"

Selain jauh jauh dari Ratih yang selalu mengekangnya. Ia juga harus jauh jauh dari Satya. Si Psychopath yang sudah mengubah dunianya.

"Sayang. Kamu mau ninggalin mamah? Huhu, mamah sedih banget kalau kamu kuliah di Eropa. Di Jakarta aja yah. Temenin mamah" Tolaknya halus. Sembari sesekali memelototinya. Sedikit mencubit lengannya agar nurut.

Sandiwara macam apa lagi ini. Ia bahkan tidak di izinkan pergi. Apa ia senang melihatnya menderita ditangannya.

"Mah, papah bakalan di sini kok! Kantor papah udah gak jauh lagi sekarang. Jadi papah gak akan pergi pergi jauh lagi"

Kedua bola mata salsa terbelalak senang. Menghampiri papahnya dan memeluknya hangat.

Sedangkan Ratih melotot tak percaya. Bagaimana ini? Lusa, bahkan ia akan mengajak Pram ke rumah ini. Jika saja tua Bangka ini pergi. Sial.

"Mmm, aku bahagia kalau papah terus dirumah"

"Iya, sayang"

***

Senyumannya terus mengembang di sudut bibirnya. Tak henti henti ia bersyukur karena papahnya akan selalu di rumah. Selalu bersama selamanya. Menemaninya seperti dahulu. Ratih juga tidak akan memarahinya lagi.

Semoga keluarganya kembali seperti semula. Hangat. Dan harmonis. Tidak boleh ada yang memisahkan mereka.

Setelah acara makan makan. Papahnya meminta salsa untuk mandi dan segera menemuinya di ruang tv. Katanya sih. Mau nonton.

Baru saja salsa menutup pintu kamarnya. Terdengar suara tidak mengenakan di gendang telinganya. Mata hitamnya tertarik untuk melihat jendela yang terbuka. Turun pada kasur yang terlihat rapih. Matanya melotot kaget.

Melihat manusia bernyawa tengah tertidur pulas dengan ponsel di tangannya. Kenapa dia bisa disini? Sejak kapan dia disini? Kalau yang masuk duluan ke kamar papahnya. Bagaimana reaksinya nanti? Melihat lelaki asing berada di kamar anak gadisnya.

Tanpa sadar ia menyenggol pas bunga yang berada tak jauh dari tempat ia berdiri. Malah membangunkan singa yang tengah tertidur pulas. Salsa merutuki kebodohannya.

Mata itu terbuka. Bergerak. Melihat ke arahnya dengan tatapan yang tidak bisa di jelaskan. Sepertinya... Tatapannya terlihat marah. Tapi entah, semoga dugaannya salah.

"Kemana aja sih? Lama banget. Gue sampe ketiduran disini, nunggu Lo" tanya nya. Bergerak. Mengubah posisinya menjadi duduk. Sedikit mengisyaratkan salsa untuk duduk di sebelahnya.

"Sini" jelasnya.

"Sejak kapan kamu di sini?" Salsa malah bertanya balik. Sedikit gugup campur takut dan menghampiri Satya dan duduk di sebelahnya.

"Gue gak perlu jawab" ketusnya.

"Tapi kan-"

"Jawab pertanyaan gue, gak usah banyak tanya, Gue gak butuh pertanyaan Lo. Dari mana aja?" Tanyanya lagi. Geram dengan sikap salsa yang tidak peka.

"Papah aku pulang-"

"Oh, terus. Lo malah asyik ngobrol gitu?" Belum saja salsa meneruskan ucapannya. Satya langsung memotongnya kesal. Seolah olah ia tengah .... Cemburu.

"Papah aku udah lama gak pulang. Aku kangen sama dia"

"Terus Lo gak kangen sama gue?"

"Egh ..."

"Cepet mandi. Lo harus ikut gue"

"Tapi—"

"Gak ada tapi tapi-an. Gue gak Nerima penolakan. Cepet"

***

"Vote dulu sebelum baca bisa kan? Gue gak Nerima penolak. Cepet vote. Atau gue bakal potong jari jari lo"🤪🗡️

"Wehh, sellow Thor. Serem amat"

"CEPET"

Mangap. Lagi pemes😁

Si PsychopathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang