Chapter 10

225 12 2
                                    

Salsa tidak menyangka. Semaleman ia tertidur pulas bersama Satya di sampingnya. Bayangkan. Satu atap. Tanpa status.

Huhu. Dulu salsa pernah menginginkan lelaki posesif yang akan menjaganya. Menyelamati ketika dalam bahaya. Pahlawan dalam hidupnya dan selalu mencintainya. Terobsesi oleh cerita dari sebuah aplikasi orance.

Tapi nyatanya. Dalam kehidupan nyata itu sangat menyiksa. Tidak bebas seperti remaja lainnya. Harus selalu siaga atas perintah yang akan di lontarkan untuknya.

Tidak. Ini mimpi kan? Salsa sedang bermimpikan? Bangunkan aku jika ini mimpi. Huhu rasanya ingin berlari sekencang mungkin dan menemukam ketenangan yang sesungguhnya.

"Kenapa melamun?"

Suara bariton milik lelaki di samping nya mengagetkan. Menoleh lalu bangkit dari tidurnya . Menatap Satya yang menatapnya penuh tanya.

"Emm, gak papa kok"

"Lagi mikirin gimana caranya buat kabur?" Lelaki itu menyeringai. Menunjukan sisi lain yang sangat sangat salsa takutkan.

Buat kabur. Buat kabur. Buat ... Kabur? Kenapa salsa tidak memikirkan itu? Itu hal yang wajib bagi otak salsa untuk bisa kabur dari sini.

"Bukan, aku cuma lagi mikirin mamah aku di rumah, pasti dia nyari aku"

"Kenapa?"

Pertanyaan itu membuat dahi salsa berkerut. Seolah paham akan ekspresi salsa. Satya kembali melanjutkan ucapannya.

"Kenapa Lo masih peduli sama nyokap tiri Lo?"

"Ya, bagaimanapun kan dia mamah aku! Ya walaupun aku gak lahir dari rahim dia, aku tetep sayang kok sama dia"

Satya hanya tak habis pikir. Bagaimana bisa perempuan ini memiliki hati yang begitu baik. bahkan memberikan kasih sayang kepada seseorang yang menyakitinya saja sungguh tidak adil.

Tentu saja itu menurut Satya. Tidak dengan salsa.

"Lo mandi duluan sana, habis itu bikin sarapan. Jangan lama! Udah jam tujuh"

Tepat banget ya pak? Memberikan informasi di situasi yang bahkan terlihat santai. Dari tadi mereka ngapain? Sampai waktu meninggalkannya jauh.

Bahkan Satya berbicara demikian pun terlihat santai.

"Lah, kenapa gak bilang dari tadi sih? Ini mah udah telat, pake banget" geram salsa. Menyikap selimut dan beranjak ke kamar mandi.

"Kenapa Lo malah sewot sama gue?"

Pergerakannya terhenti. Rasa tergesa gesa itu berubah menjadi takut.

Keceplosan. Sial.

Salsa membalikan badannya. Menunduk. Merasa bersalah. Walau sebenarnya rasa itu tidak harus tumbuh di dirinya.

"Kenapa ngadep gue? Lo mau kita terlambat?"

Huh, Salsa kira Satya akan memarahinya. Walaupun pertanyaan pertanyaan itu memang ekspresi marah dari Satya. Tapi lega sih karena Satya sudah tidak memperdulikan ucapan tadi yang membuat langkahnya terhenti dan berakhir dengan tatapan ganas dari Satya.

ಠ‿ಠ

"Gimana? Gerbang udah ketutup?"

Salsa terlihat panik. Jika mereka benar benar masuk. Salsa yakin mereka pasti akan di hukum. Satya bahkan sudah mewanti wanti untuk bolos saja. Tapi salsa tidak mau.

Salsa bahkan rela jika harus dihukum terlebih dahulu. Karena jika ia bolos. Seharian ia pasti akan terus bersama Satya. Bagaimana sikapnya nanti jika seharian penuh ini mereka bersama?

Satya masih santai. Menyalakan klakson mobilnya. Dan seorang satpam langsung membukakan pintu akses satu satunya untuk masuk ke SMA Wijaya.

Salsa bingung. Kenapa satpam itu malah membukakan jalan untuk mereka? Bukannya, bagi siapa saja yang terlambat akan di kenakan Omelan dari sang satpam?

"Gak usah sok bingung"

So bingung. So bingung. So ... Bingung apanya coba? Jelas lah salsa bingung. Gimana ceritanya si satpam jadi tobat dan tidak memarahi mereka.
Apa satpam itu lagi sariawan? Sampai tidak mau memarahi mereka?

Jauh dari pemikiran salsa yang tidak ada hentinya. Mereka tiba di parkiran. Membuka seathbeal dan keluar.

"Mau sampai kapan Lo mikir terus?"

Bagaimana Satya tau kalau salsa lagi mikir? Sampai sekarang saja salsa masih bingung. Melirik pos satpam jaga jaga jika satpam itu menghampiri mereka dan  memulai sesi ceramah.

Tapi di lihat dari pandangan salsa dari si pak satpam itu. Terlihat oke. Maksudnya, baik baik aja. Tidak ada raut kesal atau niat akan memarahi mereka. Malah gerbang sudah kembali di tutup dan si pak satpam kembali menikmati kopinya.

"Hihi, aneh yah? Pak satpam pikun kayanya gak ceramah-in kita" justru itu terlontar dari mulut salsa lengkap dengan cengiran nya. Salsa tidak tahu lagi harus bahagia atau bahkan sedih.

"Emangnya Lo mau di ceramah-in?"

"Enggak! Tapi itu kenap..... a ya? Eh tunggu" pertanyaan yang sedari tadi menggunung di kepalanya tergantung saat Satya tiba-tiba berjalan meninggalkan nya.

Si PsychopathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang