Chapter 4

2.2K 195 9
                                    

~Happy Reading~









DISARANKAN UNTUK MEMBACA CERITA STORY WITH MANTAN TERLEBIH DAHULU!!







"A–aku––"

"Belum siap?" Sela Titan memotong ucapan Jihan yang tergagap. Lelaki itu memijat pelipisnya merasa pusing atas jawaban Jihan yang sudah bisa dia tebak. Satu sisi ia ingin segera membahagiakan sang mamah dengan pernikahannya, tapi di sisi lain ia juga tidak ingin memaksa Jihan karena Titan tau gadis itu ingin fokus dulu pada pekerjaannya.

Melihat wajah muram Titan, Jihan jadi merasa sangat bersalah. Ini sudah tak terhitung lagi untuk yang ke berapa kali lelaki itu mengajaknya segera menikah, karena alasan mamahnya yang semakin sering sakit-sakitan. "Maaf, tapi kamu tau kan keinginan aku yang ingin membelikan rumah untuk mamah. Aku nggak mau mamah, Jayden, dan Juna terus-terusan berada di rumah Mbak Iren dan merepotkan dia"

"Aku udah pernah bilang sama kamu kalau aku bisa membelikannya setelah kita menikah nanti Han..."

"Itu uang kamu Tan, sedangkan dengan aku bekerja seperti sekarang rumah yang akan terbeli nanti adalah hasil kerja keras aku sendiri" Sergah Jihan penuh penekanan.

"Setelah menikah segala sesuatu yang aku punya juga milik kamu, begitu pun sebaliknya. Apa kamu masih mau bilang jika itu hanya uang aku? Kamu juga punya hak atas uang itu setelah kita menikah" Ucap Titan tak kalah tegas. "Setelah kita menikah mamah kamu juga akan menjadi mamah aku, begitu juga dengan mamah aku yang akan menjadi mamah kamu. Jadi sudah menjadi tanggung jawab aku juga untuk membahagiakan Tante Hanin"

Jihan diam membisu. Ia tidak bisa lagi mengucapkan apapun setelah lontaran kalimat panjang dari Titan yang tidak bisa lagi di bantah. "Baiklah" Putusnya dengan sekali tarikan nafas.

"Ayo kita persiapkan dari sekarang. Aku nggak mau egois karena mamah kamu sangat membutuhkan pernikahan ini untuk kebahagiaannya" Jihan menatap yakin pada Titan setelah mengutarakan keputusannya.

Perlahan Titan berdiri menatap dalam Jihan dan menggenggam tangan tunangannya itu dengan lembut. "Aku mau kalimat aku tadi bukan sebuah paksaan untuk kamu, melainkan motivasi agar kamu bisa berfikir lebih bijak lagi"

Jihan mengangguk tersenyum pada Titan. Mungkin ini memang sudah saatnya ia mengakhiri masa mudanya, sudah saatnya ia fokus terhadap hubungannya dengan Titan untuk ke jenjang yang lebih serius.

Titan mengusap pipi Jihan lembut, merasa senang atas keputusan gadisnya yang dapat mengangkat sedikit beban pikirannya."Makasih ya udah mau ngertiin keadaan mamah aku"

"Jangan bilang makasih, karena Tante Rani akan jadi mamah aku juga kan?" Balas Jihan memegang tangan Titan yang mengusap lembut pipinya.

Ketukan di pintu membuat sepasang kekasih itu menoleh kaget dan langsung melepaskan tautan tangan mereka.

"Gini nih kalau dikasi waktu berdua, suka lupa waktu" Cibir Juna di ambang pintu dengan tangan yang terlipat di dada.

"Apasih Jun, i-ini gue juga udah mau siap-siap berangkat kok" Sahut Jihan gugup yang kemudian bergegas mengambil tas beserta laporannya.

Gadis itu berjalan menghampiri ranjang Rani dan mengecup kening wanita paruh baya yang masih terlelap itu dengan penuh kasih sayang. Ia berbalik menghadap Titan, "Aku pamit ya" Ucapnya sambil menyalami tangan sang tunangan seperti biasanya.

Titan menyambutnya dengan senyuman kotak yang begitu terlihat manis, "Hati-hati dan jangan terlalu capek, kamu kalau kerja suka lupa waktu" Tangannya mengusap puncak kepala Jihan membuat sang empu memberengut sebal.

TEARS OF DISSAPOINTMENT {END} Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang