Chapter 3

2.8K 234 26
                                    

~Happy Reading~




DISARANKAN UNTUK MEMBACA CERITA STORY WITH MANTAN TERLEBIH DAHULU!!



PAGI ini Jihan terlihat sedikit lesu saat menuruni tangga, berjalan malas ke ruang makan dengan pakaian kerja yang sudah rapi membalut tubuhnya beserta tas juga buku laporan di tangan. Beberapa anggota keluarga di meja makan yang sudah berkumpul sejak tadi kini menatap heran pada gadis itu, sebab tidak biasanya seorang Jihan terlihat tidak bersemangat untuk pergi bekerja.



Melihat Jihan sudah duduk di kursinya, Hanin segera bangkit berdiri mengoleskan selai pada roti milik Jihan kemudian meletakkan roti itu di piring putrinya sambil mengelus puncak kepala Jihan lembut. Sekarang ia memang selalu melakukan dan memberikan perhatian kecil ini di setiap hari untuk putra dan putrinya. Jika dulu ia tidak bisa melakukannya, maka anggaplah sekarang ia sedang melunasi waktu yang tidak pernah ia manfaatkan dengan baik itu.


"Makasih mah" Kata Jihan tersenyum kecil.


Wanita paruh baya itu segera kembali ke tempat duduknya dan memperhatikan cara Jihan makan dengan lamat. "Lembur lagi kamu Han? Kok lesu gitu?"


"Nggak Mah, Cuma kecapean aja makannya sekarang kurang enak badan dan gak bersemangat"


"Libur sehari nggak buat kamu di pecat kan?"


Sindiran Hanin barusan mengingatkan Jihan akan masa lalunya, saat memohon pada sang mamah agar memperbolehkannya dan Jayden untuk libur sekolah dalam waktu sehari demi menemani mamahnya dalam sidang perceraian kedua orang tua mereka. Mengingat hal itu pikiran Jihan jadi melayang ke sosok papahnya. Bagaimana kabarnya? Sudah delapan tahun berlalu semenjak ia menemui papahnya di tahanan terakhir kali dan sampai sekarang ia tidak pernah mencari tau kabarnya.



Suara keributan yang tiba-tiba mengisi ruang makan, membuat Jihan tersadar dari lamunan dan pemikirannya mengenai masa lalu.



"Reina pokoknya nggak mau di anter sekolah sama Daddy!" Gerutu seorang anak perempuan kecil dengan seragam sekolah yang kini duduk di samping Jihan.


"Iya, Reyhan juga" Timpal si kembar menyetujui ucapan sang kakak. Kedua anak kembar berusia tujuh tahun itu melipatkan tangannya di depan dada dengan wajah cemberut kesal.


Melihat tingkah menggemaskan dari para keponakannya, terlintas ide jahil di benak Jihan untuk menggoda keduanya. Sepertinya akan sangat menyenangkan, hitung-hitung sebagai hiburan pagi buatnya agar bisa bersemangat kembali. "Lagi ngambek nih ceritanya?" Tanyanya menatap Reina dan Reyhan secara bergantian.


Jonathan yang baru tiba di ruang makan dan mendengar pertanyaan Jihan langsung menyahuti. "Kebiasaan mereka tuh, kalau sudah di depan kamu dan Juna selalu manja. Padahal tadi di kamar baik-baik aja"



"Daddy salah! Kita nggak mau dianter ke sekolah sama Daddy karena alasan lain, bukan karena mau manja ke Tante Jihan dan Om Juna" Bantah Reina tak mau di salahkan. Sepertinya gadis kecil ini menuruni sifat sang Ibu Irena yang selalu cerewet dan tak mau di bantah dalam segala ucapannya. Lihat saja betapa pedasnya kalimat dari anak seusia Reina yang sudah berani berkata bijak pada sang papah.



Dengan tangan yang menyodorkan roti pada mulut Reina dan Reyhan secara bergantian, Jihan coba membujuk keduanya agar mau memberitahu alasan kemarahan mereka. "Memangnya kenapa kalian nggak mau di anter sama papah lagi?" Tanya Jihan lembut.


Setelah menghabiskan roti di mulutnya, Reyhan coba berbicara. "Papah malu-maluin. Habisnya setiap selesai salaman pasti selalu teriak manggil nama kita berdua dengan sebutan ReRei"


TEARS OF DISSAPOINTMENT {END} Where stories live. Discover now