Enam

3.9K 531 32
                                    

Ada yang nungguin? Xixixixi

Ada yang kaget aku update?

Tenang.

Kamu enggak sendiri.

Karena aku juga kaget kok bisa update ditengah ke-hectic-an duniawi ini wkwk

Ya udah kasih bintang dulu!

Kasih komen juga biar rame!

Selamat membaca <3

***

Sudah tiga hari ini Hana resmi menikah, tetapi rasanya ia masih belum menikah, ia hanya menjadi ibu asuh itu saja. Ya, Hana hanya merasa menjadi ibu untuk Hamas saja, tetapi tidak istri untuk Hamam. Karena memang selama tiga hari ini Hana tidak pernah bertemu dengan Hamam di rumah, ia hanya bertemu dengan Hamam di rumah sakit, itu pun saat Hamam mengunjungi ayahnya. Selama tiga hari ini Hamam memang tidak pernah pulang, sebelumnya Hana berpikir bahwa Hamam menghindarinya, tetapi Asih—asisten rumah tangga rumah Hamam mengatakan bahwa hal tersebut sudah biasa. Hamam memang biasa tinggal di rumah sakit.

Hana tidak tahu apa saja pekerjaan seorang dokter, tetapi apakah memang seekstrem itu? Lagipula bukankah rumah sakit tidak hanya memiliki satu dokter? Terlebih rumah sakit internasional tempat Hamam bekerja yang tidak mungkin hanya memiliki satu dokter, dan Hana yakin bahwa dokter handal yang dimiliki rumah sakit itu tidak hanya Hamam saja, masih banyak dokter lain. Tetapi kenapa laki-laki itu bekerja mati-matian? Bahkan hingga seolah mengabaikan anaknya, Hamas.

Ngomong-ngomong soal Hamas, Hana awalnya berpikir akan sulit dekat dengan Hamas meski ia adalah wali murid dari Hamas. Tetapi ternyata salah, Hamas malah mudah dekat dengannya, bahkan dalam waktu tiga hari ini Hamas sudah sangat menempel dengannya dan cenderung manja. Mungkin karena selama ini Hamas kurang kasih sayang dari sosok ibu, jadi kedatangan Hana menimbulkan kesan tersendiri untuk anak itu. Hana yang semula canggung pun akhirnya luluh karena Hamas ternyata anak yang sangat manis, lebih manis dari Hamas yang ia kenal di sekolah.

Hana terbangun dari tidurnya, ia merasakan ada orang lain di sampingnya, tangan orang itu melingkar erat di perut dan kepalanya tenggelam di dadanya. Hana tersenyum kecil mendapati pemandangan pagi yang sudah beberapa hari ini ia dapatkan, sesuatu yang berbeda tetapi membuat hatinya menghangat. Hamas yang tertidur sambil memeluk dirinya adalah hal baru yang anehnya Hana bisa menerima hal itu dengan mudah.

Beberapa hari ini, lebih tepatnya saat ia mulai tinggal di rumah Hamam, Hana memang memutuskan untuk tidur bersama dengan Hamas. Ya, meskipun seharusnya ia tidur di kamar Hamam, tetapi Hana masih canggung untuk melakukan hal itu. Lagipula Hamas terus merengek ingin ditemani Hana saat tidur, dan Hana adalah seseorang yang tidak bisa menentang anak kecil. Jadi lah ia tidur di kamar Hamas beberapa malam ini.

Kumandang azan lambat laun terdengar, Hana bergegas menyingkirkan tangan Hamas dari perutnya secara perlahan agar anak itu tidak terbangun dari tidurnya. Hana tersenyum kecil melihat wajah Hamas yang masih tertidur pulas, ia menaikkan selimut Hamas sebelum pergi ke kamar mandi untuk emngambil air wudu dan beribadah subuh.

Rutinitas paginya masih sama seperti sebelumnya, bedanya kini setelah ibadah subuh Hana tidak membuat sarapan untuk sang ayah, melainkan untuk Hamas—anaknya. Sebenarnya Hana masih aneh menyebut kata-kata seperti 'anak' atau 'suaminya', karena ia merasa belum benar-benar berada di posisi yang pantas untuk menyebut kata itu, mengingat keadaannya yang tidak normal. Ya, maksudnya tidak seperti pasangan lain.

Usai beribadah, Hana bergegas pergi ke dapur untuk membuat sarapan. Meski ada Asih, tetapi Hana tidak mau menjadi nyonya rumah yang manja. Sejak hari pertamanya tinggal di rumah Hamam, Hana memang meminta Asih untuk menyerahkan beberapa pekerjaan rumah tangga kepadanya karena Hana tidak bisa berdiam diri begitu saja. Namun Asih menolak untuk menyerahkan beberapa pekerjaan rumah dan akhirnya menyerahkan tugas memasak saja. Jadi, di sini lah Hana sekarang, berada di dapur dan berkutat dengan berbagai peralatan memasak serta bahan masakan.

Me After YouWhere stories live. Discover now