Empat Puluh

3.2K 452 108
                                    

Sesuai janji tadi pagi—kalo ada yang baca kolom convoku sih, karena my kings are back alias BIGBANG is BACK, jadi aku update hari iniii yippyy🥰

Kayak biasa, jangan lupa VOTE sebelum baca ya!

Selamat membacaa~

***

Suara dering ponsel terdengar ketika Hamam baru saja duduk di kursi meja kerjanya. Tanpa menunggu lama, ia langsung menyambungkan telepon dari salah satu residennya itu. "Speak," ujar Hamam yanpa berniat menyapa atau mengucap salam lebih dulu, yang membuat residen diseberang sana segera memberikan penjelasan. "Kasih lima miligram torasemide dulu, I'll be there in five min."

Hamam memutus sambungan teleponnya sebelum beranjak berdiri, mengambil snelli yang tergantung di cloth hanger dan memakainya sebelum pergi meninggalkan ruangan.

Hamam menyusuri lorong rumah sakit dengan cepat, tidak ada raut bersahabat di wajahnya. Hamam sudah seperti rumah yang lama tidak dihuni—suram, namun memang tidak salah juga karena pikiran dan hatinya kini sedang kacau. Sejak kedatangan Hana beberapa hari yang lalu di rumah sakit, tepatnya sejak Hana meminta perpisahan, Hamam terlihat lebih murung dari sebelumnya sejak saat itu.

Tidak ada yang berani menyentuh Hamam. Tidak Gian. Tidak juga Dika.

Hamam sendiri bukannya tidak mau didekati, hanya saja ia butuh waktu untuk sendiri. Hamam butuh waktu untuk berpikir jernih agar permasalahannya dengan Hana dapat terselesaikan dengan baik. Hamam pun bukannya tidak mau menemui Hana dan memberi penjelasan. Ia sangat ingin memberi penjelasan pada Hana dan mempertahankan pernikahan mereka, sungguh. Hanya saja Hamam bingung mau memulai dari mana, ia belum tahu bagaimana cara menyelesaikan permasalahan mereka, jadi ia memilih untuk menenangkan pikirannya lebih dulu dan mengurai satu per satu permasalahannya meski sebenarnya makin hari permasalahannya semakin berbentuk benang kusut.

Kacau.

Pikiran dan hati Hamam memang sedang sangat kacau sampai-sampai ia tidak bisa berpikir jernih dan bersikap seperti orang bodoh. Tidak, ia bahkan sadar jika itu tidak menjadi sebuah perasaan lagi, tetapi memang sebuah kenyataan. Hamam memang bodoh karena sudah membiarkan permasalahannya berlarut-larut. Bodoh sekali. Padahal ia tidak mau melepaskan Hana, ia tidak mau membiarkan wanita itu pergi dari kehidupannya.

Selesai memeriksa salah satu pasiennya yang mendadak kritis, Hamam bergegas pergi ke ruang rawat lain setelah mendapat telepon dari seorang residen. Hamam memang sudah empat hari ini berada di rumah sakit, ia bahkan hanya pulang untuk berganti baju. Ia melakukan berbagai operasi, dari operasi pasiennya sendiri sampai membantu operasi dari para seniornya. Empat hari ini keberadaan Hamam benar-benar mudah ditemukan di rumah sakit, ia juga selalu siap sedia jika dibutuhkan seperti saat ini.

Para rekan kerjanya benar-benar takjub melihat Hamam selama empat hari ini, meski sebelum-sebelumnya Hamam memang pernah melakukan hal yang sama, namun kali ini lebih ekstrem karena Hamam bahkan hanya tidur paling lama selama dua jam dalam satu hari. Laki-laki itu bekerja seolah tidak ada hari esok, ia juga terus bekerja seperti tidak peduli apakah rumah sakit akan membayar pekerjaan overtime-nya itu atau tidak.

Hamam memang sudah benar-benar gila karena Hana pergi dari kehidupannya. Karena tanpa sadar Hana telah memberikan sesuatu yang membuat Hamam sudah terlanjur tidak bisa hidup tanpa hal itu—rumah, Hana sudah memberikan rumah ternyaman untuk Hamam.

Rumah yang ingin ia huni sampai ia mati.

*

Hamam berjalan cepat menyusuri lorong rumah sakit setelah kembali mendapat telepond ari salah seorang residen. Hari ini ia benar-benar sibuk sampai-sampai tidak sempat makan bahkan minum. Sebenarnya banyak dari rekan kerjanya mengkhawatirkan kondisi Hamam yang seperti kerasukan setan karena bekerja hampir dua puluh empat jam hari ini, namun tidak ada satu pun orang yang berani menegur Hamam karena laki-laki itu nampak sangat-sangat tidak bersahabat.

Me After YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang