Delapan Belas

3.6K 575 94
                                    

Halo!

Selamat membaca!

Jangan lupa vote!

Kasih komen juga yaw~

***

Hamam menutup bagasi mobil ketika barang-barang yang akan ia bawa sudah keluar semua, ia kemudian membawa barang-barang itu bersamanya masuk ke bandara. Hana dan Hamas—yang memang menyempatkan mengantar Hamam ke bandara, mengikuti di belakangnya.

"Bentar lagi boarding, aku harus masuk sekarang. Kamu juga mau langsung ke sekolah, kan?" Hana mengangguk. "Nanti aku kasih kabar kalau udah landing."

Hana kembali mengangguk. "Safe flight, Mas."

Hamam kemudian menatap Hamas yang setia berada di samping Hana, ia kemudian menyamakan tingginya dengan tinggi anak itu dengan cara berjongkok. "Hamas, ayah pergi dulu. Kamu di rumah jangan nakal ya, dengerin apa kata ibu sama oma," ujar Hamam sambil menangkup wajah kecil Hamas. "Jangan ngeyel kalau dikasih tahu," imbuh Hamam. "Selama ayah enggak ada, kamu jaga ibu buat ayah, ya?"

"Oke, Ayah," jawab Hamas sambil mengacungkan ibu jarinya. "Aku enggak akan nakal dan jagain ibu, tapi ayah jangan lupa bawain mainan buat aku, ya."

"Kamu itu mainan terus." tegur Hana sambil mengusap pelan puncak kepala Hamas.

Hamam kemudian menarik Hamas ke dalam dekapannya. "Ayah usahain pulang cepet," Hamas hanya terdiam sampai Hamam melepaskan dekapannya. Hamam pun kembali berdiri dan menatap Hana. "Telepon aku kalau ada apa-apa."

Hana mengangguk. "Tenang aja, aku bakal kasih kabar selama dua puluh empat jam kalau bisa."

"Thanks."

Hana mengangguk, ia pun mengambil tangan kanan Hamam dan mengecup punggung tangan itu. Hana kemudian mengulas senyumnya. "Hati-hati, ya." ujar Hana dengan tulus.

"I will," Hamam mendekatkan dirinya pada Hana sebelum mengecup kening Hana untuk beberapa saat dan berhasil membuat tubuh Hana menegang. Setelah mengecup Hana, Hamam beralih mengecup kening Hamas sebelum kembali membawa koper dan tas kerjanya. "Aku berangkat dulu."

Hana dan Hamas sama-sama mengangguk sambil melihat Hamam yang sudah menjauh dari jarak pandang mereka hingga tak lama Hamam benar-benar masuk dan tidak lagi terlihat oleh mata mereka. Hana menghela napas pelan, ia menatap Hamas yang juga sedang menatapnya. "Sekolah sekarang?" Hamas mengangguk pelan. "Oke, let's go!"

*

Ponsel Hana bergetar ketika ia baru saja duduk di kursi meja kerjanya. Hana bergegas memeriksa ponselnya yang ternyata mendapat sebuah pesan masuk dari Hamam. Hana menghela napas pelan sebelum membuka pesan itu.

| Dokter Rahadian Hammam Ahmadi |

Aku udah sampai di Bangkok

Aku tadi lupa kasih kabar kalau udah sampai soalnya langsung cek lokasi penelitian buat besok. Sekarang aku udah di hotel, lagi istirahat sebelum ke gathering nanti malem.

Tanpa sadar Hana tersenyum membaca sederet pesan dari suaminya itu. Sederet pesan yang biasa saja namun menjadi berarti bagi Hana mengingat Hamam adalah orang yang irit bicara, cenderung kaku, dan dingin seperti es tapi mau memberikan sederet pesan sebagai sebuah kabar darinya. Memang hanya hal kecil, tetapi entah kenapa begitu berarti bagi Hana. Mungkin karena memang yang mengirim pesan adalah Hamam, si manusia es yang tidak berperasaan.

"Ini apa, Miss Hana?" lamunan Hana buyar ketika seseorang mengajaknya berbicara, Dinda—salah satu rekan kerja Hana. "Ini undangan, ya?" tanya Dinda setelah melihat lebih jelas sesuatu yang ada di dalam tote bag yang memang Hana letakkan di atas meja kerjanya.

Me After YouWhere stories live. Discover now