Sebelas

3.5K 576 43
                                    

Holaaa!

Sebelumnya turut berduka atas beberapa tragedi yang terjadi akhir-akhir ini, baik itu pesawat yang hilang kontak, gunung berapi yang erupsi, banjir, tanah longsor, dan tragedi yang lain. Semoga yang hilang segera pulang, semoga yang rusak lekas pulih, dan semoga yang masih diberi sempat selalu berada dalam lindungan-Nya. Aamiin.

Terlalu banyak hujan ya akhir-akhir ini. Baik itu hujan di bumi maupun hujan di pipi, tapi semoga semua ini menjadikan kita sebagai manusia yang lebih pandai menjaga yang berarti. Enggak apa-apa, kalo dirasa berat, cemas, pilu.. nangis dulu aja, istirahat dulu juga enggak apa-apa. Setelah itu bangun pertahanan yang kokoh lagi. Tuhan kasih ujian bukan buat manusia jadi lemah kok. You'll be fine. We'll be fine.

Cheer up!

Oiya, ada yang masih mantengin Me After You? 

Yok vote dulu!

Kasih komen jugaaaaaa

Selamat membaca~

***

Pagi ini Hamas bangun lebih awal dari biasanya, ia begitu bersemangat untuk pentas seni hari ini sampai-sampai ia langsung menurut untuk di ajak tidur lebih cepat kemarin malam tanpa perlu banyak drama seperti biasanya. Ya, meski Hamas tidak mengatakannya secara langsung pada Hana, namun Hana tahu jika Hamas memang menantikan acara pentas seni hari ini. Terlebih mengetahui sahabat barunya akan datang—Hari, dan Hamam yang beberapa hari yang lalu sempat mengatakan juga ingin datang meski Hana sendiri tidak terlalu yakin jika pria itu akan datang.

Seperti pagi-pagi sebelumnya, setelah bersiap, Hana bergegas memasak sarapan sementara Hamas mandi dengan ditemani Asih. Karena suasana hati anak itu sedang baik, jadi Hana tidak perlu repot-repot membujuk Hamas untuk melakukan ini-itu seperti biasanya. Meski sebenarnya Hana sedikit cemas karena ia belum melihat keberadaan Hamam pagi ini, tetapi sikap manis Hamas setidaknya bisa membuatnya sedikit lebih tenang.

"Ibu!" Hamas berseru sambil berlari menghampirinya. "Aku udah wangi!"

Hana tersenyum lebar menatap mata Hamas yang berbinar. "Wah! Udah siap buat pentas seni hari ini?" Hamas mengangguk antusias. "Sekarang waktunya abang sarapan. Tunggu di meja makan ya, ibu ambilin makannya buat abang dulu."

"Siap!"

Hana tidak bisa menyembunyikan senyumnya ketika melihat anak itu yang lagi-lagi berlari kecil dengan bersemangat menuju meja makan, hatinya menghangat, meski tidak bisa dipungkiri ia tetap khawatir jika nanti Hamas akan kecewa lagi karena harapan yang diberikan Hamam padanya.

"Dihabisin makannya ya, Bang." ujar Hana setelah memberikan satu piring nasi dan satu mangkok sup iga sapi untuk Hamas. "Ibu udah telepon kakek buat siap-siap, jadi nanti kita bisa langsung jemput kakek sebelum ke sekolah."

Hamas mengangguk mengerti, kemudian matanya menyapu ke seluruh penjuru ruangan. "Ayah jadi dateng, Bu?"

Hana terdiam sejenak, ia memang belum melihat batang hidung Hamam pagi ini, dan sepertinya laki-laki itu belum pulang sejak kemarin. Jadi, Hana sendiri tidak bisa—tidak berani memastikan akankah Hamam datang ke pentas seni sekolah Hamas atau tidak. Namun Hana tahu jika Hamas sebenarnya mengharapkan Hamam datang ke pentas seni hari ini, meski anak itu bersikap cuek kepada ayahnya akhir-akhir ini

"Abang cepet habisin sarapannya, ya," ujar Hana mengalihkan pembicaraan, sementara Hamas hanya menatapnya dengan mata bingung, tetapi Hana buru-buru mengalihkan pandangannya dari Hamas. "Udah jam segini, kita kan masih jemput kakek, takutnya nanti kita terlambat.

Hamas tidak bertanya lagi, ia hanya menuruti perintah Hana yang memintanya untuk segera menghabiskan sarapan. Sementara Hana sendiri memeriksa pesan masuk di ponselnya, berharap Hamam sudah membalas pesan yang sempat ia kirim subuh tadi. Namun hasilnya nihil, tidak ada nama suaminya di daftar pesan masuk ponselnya, bahkan laki-laki itu belum membaca pesannya.

Me After YouWhere stories live. Discover now