Empat Belas

3.6K 584 67
                                    

Wow akhirnya aku bisa update huufftt

Selamat membaca yang nungguin Hamam sama Hana

Vote dulu yok!

Jangan lupa kasih komen xixi

***

"Bu, aku takut deh sama ayah."

Hana yang sedang mengusap kepala Hamas dengan sayang menghentikan kegiatannya dan menatap Hamas bingung. "Takut kenapa?" tanya Hana bingung. "Emang abang digigit sama ayah?"

"Soalnya ayah baik sama aku, jadi aku takut."

Hana tertawa kecil mendengar jawaban Hamas. "Kenapa harus takut? Harusnya abang seneng dong kalau ayah baik sama abang," ujar Hana sambil mencubit pelan pipi tembab Hamas. "Selama ini ayah kan emang baik dan sayang sama abang, cuma cara nunjukkinnya aja yang beda. Jadi, abang enggak usah mikir yang aneh-aneh ya."

Hamas terdiam sejenak sebelum mengangguk. "Ibu juga sayang sama aku, kan?"

"Sayang dong," jawab Hana kemudian membawa Hamas ke dekapannya. "Ibu sayang sekali sama abang," Hana mengusap punggung Hamas dengan sayang. "Udah, sekarang abang tidur ya."

Hana bisa merasakan Hamas mengangguk dalam dekapannya, ia pun terus mengusap punggung Hamas sampai anak itu mulai bernapas teratur yang Hana yakini jika sebenarnya anak laki-laki itu sudah terlelap. Mata Hana perlahan juga mulai berat, namun saat Hana perlahan memejamkan matanya, seseorang mengetuk pintu kamar dan membuat Hana membuka matanya kembali.

Rasanya ingin sekali Hana mengabaikan ketukan kamar itu dan bergegas tidur, tetapi ketukan pintu itu terdengar semakin jelas membuat Hana memaksa dirinya untuk perlahan melepaskan dekapan Hamas dan beranjak dari ranjang. Sebelum keluar kamar, Hana menyempatkan diri untuk mengambil atasan mukena dan memakainya. Selama tinggal di rumah Hamam, Hana hampir tidak pernah melepas kerudungnya jika berada di luar kamar. Jadi, Hana memang sudah mulai terbiasa dengan hal yang sebelumnya tidak ia lakukan sebelum menikah—menggunakan kerudung meski berada di rumah. Lagipula Hana memang belum berani menunjukkan mahkotanya pada Hamam. Ya tentu saja karena hubungan rumit yang mereka miliki selama ini.

Hana hampir berteriak ketika membuka pintu kamar. Bukan, bukan karena Hana melihat setan atau semacamnya karena menurut Hana apa yang dia lihat lebih menyeramkan daripada itu. Di depannya kini ia melihat sosok Hamam yang berdiri masih dengan pakaian yang ia gunakan tadi pagi sebelum berangkat kerja, namun satu hal yang berbeda, wajahnya terlihat begitu pucat dan tidak bersemangat.

"Kamu ada perlu apa, Mas?" tanya Hana setelah mengumpulkan kembali nyawanya yanng sempat tercecer karena melihat Hamam. "Hamas udah tidur."

Hamam tidak langsung menanggapi, ia melihat sosok Hamas yang terlelap di ranjang dari balik bahu Hana. "Boleh aku tidur sama Hamas?" mata Hana melebar sempurna ketika mendengar pertanyaan Hamam, ia bahkan berulangkali mengerjapkan matanya dengan cepat. "Hana?"

"O—oh, boleh kok," jawab Hana setelah mematung beberapa saat. "Masuk aja," ujar Hana sambil menggeser dirinya agar Hamam bisa masuk ke kamar. "Kamu bisa tidur di sebelah kanannya Hamas. Pelan-pelan ya, Mas."

Hamam mengangguk pelan, ia kemudian melihat Hana yang sedang mengambil ponsel dan charger ponselnya. "Kamu mau ke mana?" tanya Hamam yang membuat pergerakkan Hana terhenti.

"Mau ke kamar bawah." jawab Hana dengan lugu.

"Enggak usah, tidur di sini aja," Hana mengerjapkan matanya cepat, tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. "Itu kalau kamu enggak keberatan."

Hana tanpa sadar menahan napasnya, ia bahkan tidak bergerak sedikitpun karena tubuhnya tiba-tiba saja terasa kaku. Hana hanya menatap Hamam yang kini sudah naik ke ranjang, di sebelah kanan Hamas seperti yang Hana katakan tadi. Namun setelah kekuatannya kembali, entah kenapa Hana akhirnya ikut naik ke ranjang, di sebelah kiri Hamas—tempat biasa ia tidur.

Me After YouWhere stories live. Discover now