Tiga

4.1K 567 31
                                    

Ada yang nungguin??

Yuk vote dulu!

Selamat membaca!

 Jangan lupa kasih komen <3

***

Hana bersumpah, selama dua puluh lima tahun Hana hidup, hari ini adalah hari di mana ia paling berani dan paling tangguh dalam hidupnya. Mempertaruhakan harga dirinya karena telah berubah pikiran hanya dalam waktu satu malam, dan bersedia menikah dengan laki-laki yang ia katai aneh kemarin malam.

Tubuh Hana mendadak kaku ketika suasana di sekelilingnya mendadak kikuk dan membuatnya serba salah. Sungguh, Hana ingin melarikan diri saat ini. Namun ia masih ingin mendengar pendapat laki-laki yang sedari tadi menatapnya dalam diam itu. Hamam hanya menatapnya tanpa ekspresi sejak Hana menyatakan bersedia menikah dengannya.

"Kenapa kamu berubah pikiran?"

Suara Hamam menggema di setiap sudut ruangan, membuat Hana meremang karena suara itu terasa begitu dingin, di tambah tatapan Hamam yang tajam. Hana sudah seperti seorang pencuri yang diinterogasi oleh polisi, meski Hana tidak pernah melihat seorang pencuri diinterogasi.

Hana menghela napas pelan. "Saya rasa kamu tahu alasannya."

"Kalau saya tahu, saya tidak akan bertanya, Hana."

Hana terdiam, mendengar laki-laki itu memanggil namanya entah kenapa menimbulkan suatu sensasi berbeda dalam dirinya. "Seperti yang kamu tahu.." Hana menggantungkan kalimatnya. "Ayah saya masuk rumah sakit dan harus dirawat, akhir pekan ini bahkan harus menjalani operasi. Dan melihat ayah saya yang terbaring sakit seperti kemarin membuat saya berpikir harus bertindak cepat memenuhi salah satu keinginannya, yaitu melihat saya menikah."

"Saya tahu kamu khawatir dengan ayahmu, tapi memiliki pikiran buruk tidak akan membantu."

"Saya hanya memikirkan kemungkinan terburuk."

Hamam menghela napas berat, ia terdiam sejenak, membuat Hana menatapnya takut-takutnya. Sejujurnya Hana sendiri tidak mengerti apa yang membuat lidahnya begitu lancang mengungkapkan isi di kepalanya, padahal hati Hana sudah menahan diri untuk tidak melakukan hal bodoh ini. Dan Hana merasa sangat bodoh dengan kecerobohannya.

"Apa yang saya dapatkan jika saya mau menikah dengan kamu?"

Hana mengernyitkan keningnya, laki-laki di depannya ini benar-benar aneh. Kemarin malam pria itu berkata padanya seolah-olah pria itu menginginkan Hana mau menikah dengannya, tapi lihat apa yang pria itu lakukan sekarang, ia seperti sedang meragukan kesungguhan Hana. Bukankah seharusnya laki-laki itu mempermudah urusan mereka saja?

"Seperti yang kamu minta kemarin malam," jawab Hana ragu-ragu. "Kamu akan mendapatkan istri dan ibu untuk anak kamu," Hana menatap Hamam yang masih menatapnya tanpa ekspresi. "Memang apa yang kamu mau selain dua hal itu?"

Hamam menyandarkan punggungnya di punggung kursi. "Selain dua hal yang saya minta, apa yang bisa kamu beri?"

Hana sedikit berpikir. "Saya bisa memasak, saya bisa mengurus rumah dengan baik," jawab Hana. "Saya juga bisa mengurus anak kamu mengingat saya juga sudah terbiasa dengan Hamas dan anak kecil karena saya guru TK," jelas Hana. "Saya rasa saya hanya bisa memberi itu, menjadi istri dan ibu seperti pada umumnya."

"Bagaimana jika saya meminta kamu keluar dari pekerjaan kamu?"

Raut wajah Hana berubah. "Kenapa?" tanya Hana. "Kenapa kamu mau saya keluar dari pekerjaan saya?"

"Setelah menikah tentu saja pekerjaan kamu bertambah, mungkin suatu saat kamu tidak hanya akan membesarkan Hamas, tapi juga adik-adiknya Hamas," jawab Hamam santai. "Saya rasa kamu juga harus tahu kalau saya menginginkan satu atau dua anak setelah menikah."

Me After YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang