Dua Puluh Enam

3.2K 483 55
                                    

Selamat malaaamm!

Vote yuk! Vote!

Komen juga deng xixi

Tanpa basa-basi lageeeee, silakan mulai membaca!

Selamat membaca <3

***

Kini sudah lebih dari dua minggu setelah bulan madu mereka, sikap Hamam pun semakin hangat, baik pada Hana maupun pada Hamas. Laki-laki itu benar-benar menunjukkan keseriusannya yang ingin berubah menjadi lebih baik lagi, dan Hana bersyukur akan hal itu. Hamam juga sudah kembali pada kesibukannya, bahkan beberapa kali tidak pulang karena jadwal operasinya. Meski begitu Hamam tidak pernah lupa menghubungi Hana melalui pesan singkat atau sambungan telepon untuk sekadar menanyakan kabar Hana atau mendengar cerita tentang Hamas saat di sekolah.

Pernikahan Hana dan Hamam yang begitu berbeda dari yang lain—dan yang sebelumnya terasa mustahil untuk dikatakan wajar, nyatanya sekarang berjalan kebalikannya. Hana dan Hamam benar-benar seperti pasangan pada umumnya, yang bertengkar kemudian berbaikan lagi. Perlahan-lahan komunikasi antara mereka juga membaik. Hamam sekarang bahkan akan menceritakan apapun yang terjadi di rumah sakit kepada Hana. Ya, sekarang ini mereka lebih banyak berbagi cerita dari pada sebelumnya.

Mobil yang ditumpangi Hana berhenti di depan lobby rumah sakit, setelah meminta Satrio untuk menunggu di kantin rumah sakit sambil memberikan pria itu beberapa lembar uang, Hana pun bergegas turun. Senyum Hana merekah ketika seseorang sudah menunggu kedatangannya, Hamam.

"Kan aku udah bilang kalau enggak perlu dijemput di sini," ujar Hana masih tidak menyurutkan senyumnya. "Kamu bisa nunggu di depan ruang rawat Kak Fela."

"Emang kamu tahu tempatnya?" Hana menggeleng ragu. "Nah, ya udah, ayo."

Tanpa menunggu lama Hamam mengambil tangan Hana dan berjalan masuk ke rumah sakit. Kemarin Fela—istri dari salah satu sahabat Hamam memang baru saja melahirkan, Hana yang juga berteman dengan Fela akhirnya memutuskan untuk membesuk Fela hari ini di rumah sakit. Sebelum berangkat tadi Hana sudah memberi tahu Hamam melalui pesan singkat, dan Hamam kukuh ingin menunggu Hana di depan lobby rumah sakit agar bisa bersama-sama ke ruang rawat Fela, meski Hana sudah mengatakan bertemu langsung di ruang rawat saja. Tetapi Hamam tetaplah Hamam, nyatanya pria itu kini sedang menggandeng tangan Hana menyusuri koridor rumah sakit.

Jujur saja Hana sedikit malu dengan situasi ini karena orang-orang yang mereka lewati seolah sedang menatap mereka dengan pandangan kelaparan. Ya, tidak heran karena orang yang sedang menggandeng tangannya sekarang adalah salah satu dokter di sana, dan parahnya dia adalah Hamam si dokter berwajah dingin tetapi memiliki keahlian yang tidak bisa diremehkan.

Hana juga tidak bisa mengabaikan bisik-bisik dari beberapa perawat atau pasien yang mengatakan bahwa Hamam begitu tampan meski dengan ekspresi yang datar. Ia juga sempat mendengar perawat yang mengatakan bahwa Hamam kini terlihat lebih cerah dan membuatnya semakin tampan, tidak seperti sebelumnya yang memiliki aura cenderung suram meski masih tetap tampan. Tapi jika Hana lihat lagi, memang benar apa yang dikatakan perawat itu, meski tidak menunjukkan ekspresi apapun, tetapi Hamam memang tidak sedingin dulu.

Terlalu larut dalam pikirannya membuat Hana tidak menyadari jika sekarang ia sudah berada di depan ruang rawat Fela. Hamam yang berada di depan Hana mengetuk pintu itu terlebih dahulu sebelum membukanya, wajah cerah Gian menyambut mereka.

"Halo, Kak," Hana menyapa Fela dengan senyum lebar. "Selamat ya atas kelahiran anak ke-tiganya."

Fela yang sedang menggendong bayinya tersenyum lembut. "Terima kasih ya, Hana," Hana mengangguk pelan sambil meletakkan kado yang ia bawa tidak jauh dari ranjang Fela. "Kamu ini malah repot-repot."

Me After YouDonde viven las historias. Descúbrelo ahora