Dua

4.4K 586 11
                                    

Siapa yang nungguin Me After You??!!!

Vote dulu!

Selamat membaca <3

***

Hana masih terdiam. Ia masih tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar, ia masih tidak percaya dengan kenyataan yang ia hadapi saat ini. Lebih-lebih Hana tidak percaya dengan ayahnya yang mencari seseorang yang sudah memiiki anak, bahkan sebelum orang itu menikah. Bukannya Hana merendahkan seorang orang tua tunggal karena ayahnya sudah menjadi orang tua tunggal sejak lama, tetapi maksudnya apakah ia tidak pantas mendapatkan seorang bujangan? Kenapa harus laki-laki yang sudah punya anak sedangkan banyak laki-laki yang belum menikah dan belum punya anak?

Astaga, mimpi apa Hana kemarin malam?

"Anak saya berusia lima tahun," ujar Hamam membuyarkan lamunan Hana, pria itu kemudian mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan foto seorang anak laki-laki yang sedang tersenyum manis menghadap kamera. "Namanya Hamas."

Hana menatap foto itu dengan saksama, matanya membulat

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hana menatap foto itu dengan saksama, matanya membulat. "Rahadian Hammas Ahmadi?" gumam Hana saat menyadari siapa anak laki-laki di foto itu, namun gumaman Hana bisa didengar dengan jelas oleh Hamam.

"Kamu tahu anak saya?" tanya Hamam. "Nama lengkap anak saya Rahadian Hammas Ahmadi."

Hana menatap Hamam tak percaya. "Jadi kamu wali murid yang belum pernah datang ke sekolah sekalipun itu?" Hana masih tidak percaya dengan fakta yang baru saja ia ketahui. "Kamu ayahnya Hamas?"

"Iya, saya Rahadian Hammam Ahmadi. Wali murid yang belum pernah datang ke sekolah," Hamam membenarkan dengan tenang. "Karena kamu sudah mengenal anak saya, saya rasa akan lebih mudah untuk kamu memutuskan antara mau menikah dengan saya atau tidak."

Hana membenarkan posisi duduknya dan menghela napas pelan. "Saya rasa untuk mencapai pernikahan ada langkah-langkah yang harus kita lalui," ujar Hana. "Kamu tahu.. seperti berkenalan, saling mengetahui satu sama lain.. semua hal yang saya rasa kamu juga tahu apa saja itu."

Hamam mengangguk mengerti. "Saya mengerti maksud kamu, tapi kamu harus tahu kalau usia saya tidak muda lagi. Saya sudah tiga puluh tiga tahun," Hamam menghela napas pelan. "Dan saya rasa seharusnya kamu sudah cukup mengerti kalau fase saling mengenal bernama pacaran seperti yang anak-anak muda lakukan itu hanya membuang-buang waktu, terlebih di usia saya saat ini."

"Saya tahu maksud kamu," sahut Hana meluruskan. "Tapi.. untuk langsung menikah.. rasanya terlalu cepat, terlebih kita masih belum saling mengenal satu sama lain."

Hamam membenarkan posisi duduknya. "Terlalu cepat atau tidak sebenarnya tergantung bagaimana kamu menilainya," jawab Hamam masih dengan gayanya yang tenang. "Menurut saya, jika kita sudah memutuskan sesuatu, tidak ada yang namanya terlalu cepat atau terlalu lambat. Semua hal tepat waktu ketika kita sudah memutuskan sesuatu," Hana terdiam dan mendengarkan dengan saksama ucapan laki-laki itu. "Kalau kamu mempermasalahkan kita yang belum saling mengenal, bukankah nanti setelah menikah kita juga akan saling belajar mengenal?" Hana masih bungkam. "Meski saya belum menikah, tetapi menurut saya pernikahan adalah ladang untuk belajar tentang semua hal. Jadi, mau berkenalan nanti atau sekarang, saya rasa sama saja," Hamam menghela napas pelan. "Dan saya tekankan lagi, saat ini saya mencari seorang istri untuk saya dan ibu untuk anak saya. Saya tidak mencari yang lain."

Me After YouWhere stories live. Discover now