Dua Puluh Lima

3.6K 526 136
                                    

Akhirnya bisa update!

Siapa yang masih nungguin?

Yuk langsung baca aja, jangan lupa vote dulu!

Selamat membaca <3

***

"Kakek!"

Hana tersenyum senang melihat Hamas yang langsung bersorak senang memanggil Hari sambil berlarian masuk ke rumah ayahnya setelah turun dari mobil. Sepertinya bocah laki-laki sangat merindukan kakeknya.

"Aku enggak tahu kalau mereka sedeket itu."

Hana menatap Hamam yang sudah berada di sampingnya. "Kamu sih yang dipikirin kerjaan terus," cibir Hana dengan senyuman miring. "Ayo masuk."

Hamam hanya diam kemudian mengikuti langkah istrinya masuk ke rumah mertuanya. Sebenarnya hari ini Hana dan Hamas saja yang pergi ke rumah Hari, tapi Hamam yang masih libur memberi tawaran—yang lebih seperti mendesak untuk mengantar anak dan istrinya ke rumah Hari.

"Mama!" setelah memeluk Hari, Hamas berhambur memeluk Hammi yang ternyata ada di sana, membuat Hamam lagi-lagi dibuat terkejut dengan kedekatan Hamas dan keluarga Hana yang lain. Hamam memang payah dalam urusan anak dan istrinya. "Mas Elang mana, Ma?"

"Tuh lagi main layang-layang di halaman belakang sama papa, sana kamu ikut papa sama Mas Elang," jawab Hammi sambil mengacak rambut Hamas dengan gemas. "Hati-hati, enggak usah lari, Abang." Hammi mengingatkan Hamas yang sudah berlari ke halaman belakang untuk menyusul Ibrar dan Elang—anak sulung Hammi.

Tak lama Hammi dan Hamam bertemu pandang, Hamam mengangguk dan tersenyum canggung untuk menyapa kakak iparnya itu. Sementara Hammi menghela napas pelan. "Mumpung lagi kumpul, siang ini kalian makan di sini aja ya," Hana mengiyakan tawaran Hammi dengan cepat. "Ayo bantu kakak masak, Han."

Hana pun bergegas mengikuti Hammi pergi ke dapur untuk memasak, sementara Hamam memilih duduk di ruang keluarga bersama Hari sambil melihat Ibrar dan dua bocah laki-laki sedang bermain layang-layang di halaman belakang rumah.

"Terima kasih udah mau ke sini sama Hana.. sama Hamas juga ya, Mam."

Hamam menoleh menatap mertuanya yang baru saja bertanya, memecah keheningan. "Maaf, Ayah, beberapa waktu kemarin jadwal saya lumayan padat jadi baru sempat berkunjung hari ini."

"Ayah tahu sama kesibukan kamu," Hari berujar setelah mengangguk pelan. "Tapi sebenernya bukan itu poinnya, Mam," Hamam menatap Hari dengan pandangan bertanya. "Karena lebih tepatnya ayah mau berterima kasih karena kamu udah mau ngeluangin waktu buat keluarga kamu, terutama buat Hamas," Hamam mengikuti arah pandang Hari yang kini menatap Hamas. "Dia anak yang manis, pertama ketemu aja udah bisa buat ayah jatuh cinta," Hari menyunggingkan senyumnya. "Ayah pernah ada di posisi kamu, jadi orang tua tunggal dan melampiaskan rasa kehilangan ayah dari ibunya Hana sama Hammi ke pekerjaan yang akhirnya ngebuat mereka berdua bukan cuma kehilangan ibunya, tapi juga ayah mereka."

"Bukan maksud ayah buat mengurui kamu, ayah cuma enggak mau kamu ngelakuin hal yang sama," imbuh Hari sambil menatap Hamam. "Sampai sekarang bahkan ayah masih menyesal karena keputusan ayah yang salah itu," Hari kembali menatap Hamas yang masih bermain di halaman belakang. "Semua orang tua pernah ngelakuin kesalahan karena kita juga manusia yang enggak sempurna, tapi bukan berarti kita enggak punya kesempatan buat memperbaikinya, kan?" Hamam membenarkan. "Ayah enggak akan minta kamu buat ngeluangin lebih banyak waktu buat Hana. Tapi buat Hamas.. ayah minta kamu punya lebih banyak waktu buat dia, ya."

Hamam mengangguk. "Jujur saya bukan ayah yang baik buat Hamas, Ayah, bahkan jauh dari kata baik," Hamam berkata jujur. "Hana sudah mengatakan hal yang sama berulang kali dan sekarang saya sedang berproses untuk selalu ada untuk Hamas dan Hana."

Me After YouWhere stories live. Discover now