Dark Angel [END]

By anna_minerva

137K 27.4K 1.7K

"Kadang kala, kau akan menemukan manisnya cinta dalam setiap tarikan napas seorang pendosa" -Dark Angel- *** ... More

BAB 1 - Anastasya
BAB 2 - Korban Pertama
BAB 3 - Detektif Kembar
BAB 4 - Vicky
BAB 5 - Petunjuk Pertama
BAB 6 - Bunuh Diri?
BAB 7 - Selingkuhan
BAB 8 - Bullying
BAB 9 - Kecelakaan yang Disengaja
BAB 10 - Taksi Biru dan Sebuah Obat
BAB 11 - Surat Dari Igrid
BAB 12 - Siapa Mirai?
BAB 13 - Pencarian
BAB 14 - Kisah Si Genius
BAB 15 - Petunjuk Baru
BAB 16 - Daerah Gunung
BAB 17 - Rahasia Rumah Tua
BAB 18 - Buku Diary Tersobek
BAB 19 - Siapa Dia?
BAB 20 - Album Lama
BAB 21 - Mengumpulkan Kejanggalan
BAB 22 - Sampai Jumpa, Gadisku
BAB 23 - Bertanya Pada Ferida
BAB 24 - 1994
BAB 25 - Aku Yang Sesungguhnya
BAB 26 - Menerima Takdir
BAB 27 - Petunjuk Dari Dokter Yelena
BAB 28 - Menggeledah
BAB 29 - Ancaman
BAB 30 - Penembakan
BAB 31 - SDN Janggala
BAB 32 - Cinta Pertama
BAB 33 - Bukti
BAB 34 - Secarik Kertas
BAB 35 - Penyusup
BAB 36 - Keyakinan
BAB 37 - Kekalahan?
BAB 38 - Julia Kecil
BAB 39 - Si Bedigasan
BAB 40 - Siapa Vanya?
BAB 41 - Seseorang yang Terlupakan
BAB 43 - Penembakan (Lagi)
BAB 44 - Pria Bertopeng
BAB 45 - Kecurigaan Tersembunyi
BAB 46 - Perkelahian
BAB 47 - Bayangan
BAB 48 - Setitik Asumsi
BAB 49 - Terlambat
BAB 50 - Iris
BAB 51 - Tidak Ada Kata Terlambat
BAB 52 - Kembali
BAB 53 - Kenyataan
BAB 54 - Masa Lalu Itu
BAB 55 - Deklarasi
BAB 56 - Ambigu
BAB 57 - Ruang Bawah Tanah
BAB 58 - Cerita dan Segalanya
BAB 59 - Mirai dan Segalanya
BAB 60 - Pengungkapan
BAB 61 - Pertarungan dan Jawaban
BAB 62 - Permintaan
BAB 63 - Pertaruhan Terakhir
BAB 64 - Sampai Jumpa
BAB 65 - Usai
BAB 66 - Sesuatu yang Berharga
Epilog
Hallo, Kak !
-Sekadar Menyapa (dan curhat)-

BAB 42 - Perpustakaan

1.4K 363 4
By anna_minerva

Jangan lupa vote sebelum baca 🌟🙌

***

Dean benar-benar pergi ke perpustakaan. Salah satu tempat di mana dia bertemu dengan Vanya bertahun-tahun lalu. Seingatnya, pemuda itu bekerja paruh waktu di sana. Mungkin saja masih ada pekerja perpustakaan yang mengingat pemuda itu.

Di sana ada seorang penata buku yang berusia sekitar pertengahan empat puluh. Jika dipikir-pikir, dia pasti sudah bekerja di sana selama beberapa lama. Dean melangkah mendekati pria itu.

"Permisi," sapa Dean.

Pria itu mendongakkan kepala ke arah Dean. "Ya? Ada apa?"

Pria itu terlihat ramah. Dia tersenyum lebar menyapa Dean.

"Anda bekerja di sini?" tanya Dean.

"Ya." Pria itu mengangguk. "Mengapa?"

"Apa dulu di sini ada seorang pemuda yang bernama Vanya?" Dean berkata tanpa basa-basi.

"Tunggu, siapa? Vanya? Tahun berapa?" Bapak itu kembali bertanya.

Dean terdiam sejenak. Dia kembali berfikir. Sayangnya, otaknya sudah tidak mampu mengingat dengan pasti tahun di mana dia bertemu Vanya di perpustakaan itu. Dean hanya bisa menggeleng.

"Saya tidak ingat. Yang pasti, dia adalah seorang pemuda. Dia hanya bekerja paruh waktu untuk mencatat buku dan merapikan rak." Dean menghela nafas dalam-dalam.

Bapak itu tahu jika ada sesuatu yang penting. Jadi, dia menggeser kursi di sampingnya untuk Dean. Bapak itu duduk di sana, begitu juga dengan Dean. Bapak itu meletakkan buku-bukunya. Untuk sekarang, dia ingin membantu pemuda gundah itu.

"Aku sudah sepuluh tahun bekerja di sini. Setahuku, ada banyak anak muda yang bekerja paruh waktu seperti yang kau katakan. Tapi, aku sama sekali tidak memperhatikan nama mereka." Bapak itu menyilakan kakinya.

"Sudah saya duga. Orang itu lenyap bagai ditelan bumi." Dean menyeringai.

Bapak itu menghela nafas dalam-dalam. "Maaf, aku sendiri tidak mengingat nama Vanya."

Di waktu yang bersamaan. Seorang wanita yang cukup gemuk lewat di samping Dean dan Bapak itu. Dia sedang mendorong gerobak berisi setumpuk buku yang sudah tidak layak dibaca---robek, terkoyak. Wanita itu sepertinya mendengar percakapan Dean dan Bapak itu. Dia memutuskan untuk meminggirkan gerobaknya dan menghampiri Dean dan Bapak itu.

"Siapa yang kamu cari?" Wanita itu menyerobot.

"Vanya. Dia mencari seorang pemuda bernama Vanya. Apa kau ingat?" Bapak itu menjelaskan.

Wanita itu meletakkan jari telunjuknya di dagu. Dia terlihat sedang mengingat-ingat sesuatu---yang pasti tentang Vanya. Setelah beberapa detik, secercah senyuman mengambang di wajahnya. "Ah dia, ya?"

"A-Anda tahu?!" Dean langsung berseri-seri.

"Hey, dia! Bukannya dia?!" Wanita itu menatap Bapak di samping Dean. "Pemuda itu!"

"Yang mana?" Bapak itu keheranan.

"Dia yang dihajar preman itu, 'kan?"

"Eh, yang benar." Bapak itu menggaruk pelipisnya. "Ternyata namanya Vanya, ya?"

Wanita itu mengangguk.

"Kalian tahu?" tanya Dean.

"Yap. Menyedihkan sekali. Dia dihajar para preman geng motor sampai... ah, aku sendiri tidak tega menjelaskannya." Ekspresi wanita itu berubah. Pandangannya kini sayu seakan menggambarkan apa yang terjadi pada Vanya. Apa-pun itu, pasti adalah sesuatu yang mengerikan.

"Apa Anda tahu di mana dia sekarang?" tanya Dean.

Wanita itu menggeleng. "Aku tidak tahu. Yang pasti, setelah dia dihajar oleh preman-preman itu, ada rumor bahwa wajahnya rusak parah. Setelah itu, dia tidak lagi terlihat."

"Mengapa dia dihajar preman?" tanya Dean.

"Sebenarnya, itu adalah kesalahannya sendiri." Wanita itu menundukkan pandangannya. "Dia suka mencari masalah. Kudengar, dia hampir membunuh salah satu dari preman itu karena pertengkaran kecil. Beberapa waktu setelahnya, preman itu menyuruh geng-nya untuk menghajar Vanya."

Dean termenung sesaat. Pikirannya terfokuskan pada, "Dia hampir membunuh salah satu dari preman itu". Itu juga menyiratkan jika si pemuda itu kejam. Pikiran Dean langsung tertuju pada si pembunuh dan kata-kata mendiang Igrid beberapa waktu lalu. Dia bilang kalau si pembunuh dekat dengan Dean. Meski-pun pemuda itu tidak dekat, tapi setidaknya dia pernah hadir dalam hidup Dean.

"Apa kalian ingat bagaimana wajahnya? Maksudku, ciri-ciri fisik?" tanya Dean.

"Dia manis." Wanita itu tersenyum lebar.

"Tolong lebih spesifik." Dean menatapnya dengan serius.

"Dia cukup tinggi, tidak gemuk, gingsul dan--"

"Rabun jauh." Bapak di sebelah Dean menyahut. "Dia kesulitan melihat dengan jelas."

Dean langsung membulatkan bola matanya. Benar! Itu pasti si pemuda berkaca-mata yang ada di foto. Kemungkinan jika dia adalah Vanya sudah meningkat menjadi delapan puluh lima persen di benak Dean.

"Dia memakai kaca-mata?" Dean sedikit gelagapan.

"Kadang. Tidak terus-menerus. Tapi, dia rabun jauh. Dia pernah mengatakannya."

Benar! Pasti dia! Identitas Nicholas sudah Dean ketahui. Sekarang, dia hampir mendapatkan Vanya. Vanya si pemuda berkaca-mata, Vanya yang diceritakan oleh Bibi Ferida dan Vanya kenalan Dean di masa lalu adalah orang yang sama. Kemungkinannya sudah delapan puluh lima persen. Sekarang, dia akan mempersempit pencariannya. Semuanya sudah cukup jelas baginya.

Sekarang, Dean perlu mencari pemuda yang pasti kini sudah tumbuh menjadi pria dewasa itu. Dia akan sedikit melupakan tentang pencariannya terhadap keponakannya---anak dari Ferida yang dijual pada mendiang Igrid.

"Kalian benar-benar tidak tahu di mana dia berada?" Dean kembali bertanya.

"Yah. Sejak peristiwa nahas yang menimpanya, dia sudah tidak terlihat lagi."

"Apa kalian ingat itu tahun berapa?"

"Sekitar tahun baru, 'kan?" Wanita itu menatap Bapak di samping Dean.

Bapak itu-pun mengangguk. "Yah, sekitar tahun baru 2016-an."

Dean kembali memutar otaknya. Dia ingat jika Mirai meninggal di akhir tahun 2015. Jadi, pemuda itu tidak terlihat lagi setelah Mirai meninggal. Tidak salah lagi. Pasti, dia berhubungan dengan kasus pembunuhan itu. Dugaan awal Dean ternyata salah. Dia tidak pergi karena takut menjadi kambing hitam. Dia pergi jauh sebelum peristiwa-peristiwa pembunuhan kedua ini dimainkan.

Dia sudah tidak pernah terlihat lagi selama lima tahun belakangan. Tidak terlalu lama. Dean yakin jika dia bisa menemukan jejak orang misterius itu. Menurut Dean, kata-kata Vicky tentang orang misterius itu tidak bohong. Vicky tidak tahu sebab orang itu sudah menghilang. Tapi, masih ada Kenny. Kenny memiliki kemungkinan jika dia mengetahui di mana orang misterius itu. Sayangnya, Dean yakin jika Kenny atau Pak Franz tidak akan mengatakan apa-pun. Sepertinya, ada sesuatu yang membelenggu mereka.

Jadi, Dean harus mencari tahu sendiri.

***

"Jika wajahnya rusak, maka kemungkinan besar wajahnya berubah. Atau dia melakukan operasi plastik." Andri menggigiti bibirnya.

Andre dan Eliza juga ikut menyimak. Dean telah menjelaskan segalanya. Namun, dia sama sekali tidak bilang tentang hubungannya dengan Vicky semasa SD. Dia hanya bilang jika dia tiba-tiba ingat dengan pemuda perpustakaan bernama Vanya. Andri dan Andre tahu jika pernyataan Dean cukup janggal. Tapi, mereka memutuskan untuk diam. Sebab, mereka sudah menemukan petunjuk. Tidak ada lagi yang perlu ditanyakan.

Andre kembali terpaku pada layar laptopnya. Dia mencari berita tentang seorang pemuda yang dihajar preman seperti yang Dean katakan. Tapi, tidak ada berita seperti itu yang dia temukan. Kemungkinan Andre kurang teliti melakukan pencarian itu. Lagi pula, tidak ada kata kunci yang spesifik.

"Apa kita yakin kalau ingin benar-benar mencarinya? Belum pasti dia ada hubungannya dengan kasus ini," kata Andre.

"Masalahnya, hanya ini yang bisa kita lakukan. Kita nggak punya petunjuk atau bukti lagi. Cuma ini yang kita bisa lakukan saat ini." Eliza menyahut.

Andri dan Dean mengangguk secara serentak.

"Tapi, di mana kita mencari?" tanya Andre.

"Apa nggak bisa kita tanya-tanya sama orang kenalannya? Sudah dipastikan kalau dia bersekolah di SD Janggala." Andri memberikan usul.

"Masalahnya, kita nggak kenal siapa aja yang seangkatan sama dia. Kalau-pun ada, pasti mereka juga nggak tahu. Sama seperti pekerja perpustakaan itu. Mereka bilang kalau pemuda itu menghilang." Dean memengangi janggutnya.

"Satu-satunya hal yang membuat kita nggak pernah tahu di mana keberadaannya adalah, kita nggak tahu namanya." Eliza memijat pelipisnya. "Bukankah begitu?"

Mereka semua terdiam sejenak. Memang benar, tidak ada yang tahu siapa nama asli pemuda misterius itu. Bahkan, di buku alumni, nama pemuda itu tertutup oleh sesuatu. Bahkan semesta-pun menutupi identitasnya.

"Apa kita nggak bisa mencari di data SD Janggala, terus State Lighting, begitu? Bukankah dia alumni sana?" tanya Andre.

"State Lighting menjaga privasi alumni. Jika di SD Janggala, kurasa sedikit sulit. Sebab, kita bukan alumni dan aku yakin mereka tidak mengizinkan kita mengecek data mantan murid mereka," jelas Dean.

"Tapi ada Edgar, 'kan?" Andri tersenyum. "Dia polisi. Dia pasti bisa."

"Kita perlu menunggu. Edgar sedang tugas di luar kota." Andre menghela nafas. "Mungkin dua sampai tiga minggu. Apa itu terlalu lama?"

Mereka semua menggeleng.

"Kami akan menunggu Edgar."

***

Mereka memang menyerahkan masalah itu pada Edgar. Mereka sudah yakin jika pihak SD Janggala tidak akan memberi banyak informasi. Mereka sudah berusaha mencari anak-anak seangkatan pemuda misterius itu, namun kebanyakan dari mereka lupa. Kalaupun ingat, pasti mereka hanya bilang kalau namanya adalah Vanya. Masalahnya, siapa Vanya?

Hari telah berganti. Mereka sedikit lenggang belakangan ini. Setidaknya, itu bagus karena mereka akan menghadapi Ujian Tengah Semester. Namun, Dean tidak terlalu memperhatikannya. Dia tahu, Vicky akan melakukan hal gila yang akan membuat ujian itu ditiadakan. Tapi apa itu?

Pikirannya selalu terfokuskan ke Kenny. Penyelidikan demi penyelidikan terus dilanjutkan. Namun, tetap saja semuanya memojokkan Kenny. Dia tidak memiliki alibi. Bahkan, Kenny tidak melakukan pembelaan apa-pun. Hal itu membuat Dean menjadi ragu. Ragu apakah pelakunya benar-benar Kenny. Jika sudah jelas, sepertinya dia harus mengakhiri permainan detektif-detektifannya dan segera keluar dari grup chat konyol yang dia buat sendiri.

Dean meremas erat lembaran bukunya. Dia merasa bahwa semuanya hancur. Perasaannya, hubungan kekeluargaannya, pesonanya sebagai kapten basket dan predikat murid terbaik---semua yang dia miliki seakan hilang sekejap mata.

"Yan', besok lo harus latihan. Coba deh, lo itung berapa kali lo bolos? Dan ya, setelah UTS, kayaknya kita ada pertandingan besar deh." Naran menelan keripik kentang milik Dean tanpa peduli ekspresi Dean yang tengah kacau.

"Ya," jawab singkat Dean.

"Oh, ya. Gue habis di-BK." Naran kembali meraih bungkus makanan itu.

"Kenapa?" Dean bertanya tanpa peduli.

"Kebanyakan bolos." Naran terkekeh.

Dean hanya menghembuskan nafas. Dia melirik ke arah pancuran besar di hadapannya itu. Suara gemercik air memenuhi indra pendengarannya. Meski diiringi oleh suara-suara lain, Dean tetap bisa mendengarnya dengan jelas.

Tiba-tiba, si kembar datang ke arah Dean dan Naran. Mereka juga sedang terguncang, tapi tetap memasang ekspresi menggemaskan seperti biasanya.

"Hai, Kak," seru Andri. "Kami membawa kabar baik."

Dean dan Naran melirik mereka secara bersamaan.

"Apa?" tanya Dean.

"Daniil masuk penjara." Andre yang menjawab.

"Hah? Apa?" Dean langsung melongo.

Untuk apa mantan kepala sekolah itu masuk penjara?

"Yang mana? Yang mantan kepala sekolah itu, ya?" tanya Naran.

Si kembar mengangguk secara bersamaan. Mereka berdua duduk di samping Dean dan Naran.

"Ada masalah apa?"

"Kami nggak terlalu tahu. Tapi, ayah bilang jika seorang anonim mengirimkan banyak bukti tentang kejahatan Daniil. Dia seorang penipu, tukang menggelapkan dana. Semacam itulah, kami tidak terlalu paham. Tapi, kasusnya sudah diselidiki. Dan sudah banyak persentase tentang kebenaran yang dikatakan oleh anonim itu." Andri menjelaskan secara panjang lebar.

"Memangnya bisnis Daniil itu apa sih? Perasaan dari dulu gonta-ganti terus." Naran menguap.

"Dia mantan kepala sekolah. Keluar tanpa alasan. Dia memiliki beberapa hotel bintang lima, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang jasa. Keluarga Travkin itu benar-benar luar biasa. Jadi, dia bisa begitu berkuasa dan menyembunyikan kebobrokannya dalam waktu yang cukup lama. Sampai si anonim ini menguak itu semua. Tapi, pertanyaan siapa si anonim ini? Bagaimana dia bisa memiliki bukti atas kejahatan Daniil?"  Andre yang menjelaskan.

"Dia pembisnis, pasti banyak saingannya. Jadi, mungkin mereka." Dean mengangkat bahu.

Mereka semua terdiam sejenak. Kasus ini belum terdengar oleh banyak orang. Namun, jika sudah terendus, maka akan ada banyak pihak yang heboh. Salah satunya adalah pihak State Lighting.

"Bu Seril. Jatuhnya Daniil akan membuat Bu Seril menjadi sedikit lemah." Dean berfikir dalam hati. Opininya itu hampir tepat. Setelah ini, Bu Seril tidak akan bisa berbuat banyak untuk State Lighting. Saat-saat seperti ini sepertinya sangat tepat untuk Vicky melancarkan aksi rahasianya.

Dean menyeringai. Dia baru sadar jika Daniil menjadi ayah tiri dari saudaranya---anak laki-laki Bibi Ferida yang dijual kepada mendiang Igrid. Tentu saja, Daniil adalah mantan suami mendiang Igrid.

"Kak?" Andri menepuk bahu Dean. "Edgar akan kembali seminggu lagi."

Dean tersenyum lebar.

"Siapa Edgar?" sahut Naran.

"Seorang polisi muda," jawab Dean.

"Oh." Naran menghela nafas. "Lo memiliki masalah dengan polisi ya?"

Dean mengangguk lemah. "Ini tentang Kenny."

Naran terdiam. Dia sudah tahu kejadian itu. Tidak hanya dia, tapi semua orang sudah tahu jika saat ini Kenny ditetapkan sebagai tersangka.

Mereka semua kini membisu tanpa mengucapkan sepatah kata-pun.

Continue Reading

You'll Also Like

5K 157 17
Zayy seorang brandalan yang memiliki marga R apakah R itu? Entah lah ia menyembunyikannya arti nama tersebut di sekolahnya yang dulu sampai ia di pin...
137K 6.3K 37
Sebulan menjelang pernikahan Irene dan Eliot, Wira mendatangi Irene untuk menyatakan cinta yang kesekian kalinya. Dan lagi-lagi ditolak. Merasa putus...
359K 46.5K 200
** Novel Terjemahan ** Bacaan Pribadi.. Rank #2 in terjemahancina (01/08/21) Seorang wanita dari zaman kuno jatuh cinta dengan belahan jiwanya. Chu...
61K 7.8K 43
Tentang (Name) yang memiliki kesabaran setipis tisu malah bertemu dengan rubah rubah setan yang ada di klub voli. "Woi (Name), agar silahturahmi tida...